Kategori Berita
Daerah
Layanan
Detik Network

Khloe Kardashian Rilis Popcorn Sehat Tinggi Protein, 'Disentil' Pakar Gizi

Hestianingsih Hestianingsih - wolipop
Rabu, 30 Apr 2025 14:33 WIB

Anda menyukai artikel ini

Artikel disimpan

Khloe Kardashian Rilis Popcorn Sehat.
Khloe Kardashian Rilis Popcorn Sehat. Foto: Instagram/@khloudfoods
Jakarta -

Khloe Kardashian mencoba peruntungan di bisnis makanan sehat dengan meluncurkan popcorn protein tinggi. Diberi label 'guilt-free snack', camilan dengan merek Khloud ini mendapat kritikan keras dari para pakar diet.

Popcorn Khloud diklaim mengandung 7 gram protein per sajian, tiga kali lipat lebih tinggi dibandingkan produk popcorn pada umumnya. Dalam keterangan resminya, popcorn ini terbuat dari bahan-bahan sehat, seperti gandum utuh dan bebas gluten.

Terdiri dari tiga pilihan rasa -white cheddar, sweet and salty kettle corn, dan olive oil with sea salt- semua produknya diformulasikan dengan jagung yang ditanam di Nebraska dan tanpa minyak sayur.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Peluncuran Khloud ini pada pekan lalu menuai kritik. Bukan karena brand maupun produknya, tapi cara Khloe mempromosikan bisnisnya.

Popcorn ini dilabeli sebagai camilan yang hanya menggunakan bahan-bahan 'bagus', 'tanpa bahan pengisi atau bahan palsu. Produknya juga disebut sebagai camilan yang 'tidak perlu membuat Anda merasa bersalah.'

ADVERTISEMENT

Dalam wawancara bersama majalah People, wanita 40 tahun ini mengatakan bahwa dia menciptakan camilan tersebut sebagai alternatif produk protein di pasaran yang penuh bahan tambahan.

"Saya hanya ingin merasa senang dengan apa yang saya makan," kata Khloe, sambil menyebut camilan lainnya sebagai 'buruk.'

Pernyataan Khloe tersebut menuai kritik dari para pakar kesehatan dan ahli gizi. Semua istilah seperti, 'bebas rasa bersalah', 'baik' dan 'buruk' yang merujuk pada makanan adalah tipu daya budaya diet yang menurut mereka harus diwaspadai para konsumen sebagai strategi pemasaran belaka.

"Frasa 'gulit-free' (bebas rasa bersalah) memberikan implikasi moral pada makanan padahal kita tidak perlu memberi label apa yang kita makan sebagai baik atau buruk," kata Beth Auguste, ahli diet kesehatan ibu di Philadelphia, AS, seperti dikutip dari Huffington Post.

Dia menambahkan bahwa Meskipun ada beberapa bahan tambahan makanan yang dapat membahayakan apabila dikonsumsi terlalu sering, memandang makanan sebagai 'baik' atau 'buruk' menurutnya berlebihan.

"Anda tidak 'berperilaku buruk' jika makan makanan yang mengandung bahan berbahaya, tapi menjadi manusia yang hidup di ruang di mana Anda tidak mungkin dapat mengendalikan segala sesuatu yang masuk ke dalam makanan yang kita makan," katanya.

Berbicara tentang makanan sebagai 'bebas rasa bersalah 'juga tidak tepat, menurut ahli gizi klinis Cristina Hoyt.

"Rasa bersalah adalah respons emosional yang dimaksudkan untuk saat kita menyakiti orang lain, bukan untuk makan camilan," ujarnya.

Dia melanjutkan, "Istilah 'bebas rasa bersalah' memperkuat gagasan bahwa menikmati makanan memerlukan pembenaran."

Cristina menerangkan dengan menyebut suatu makanan 'bebas rasa bersalah' menyiratkan bahwa makanan lain seharusnya membuat kita merasa bersalah. Menurutnya bukan begitu cara kerja nutrisi.

"Semua makanan dapat menawarkan sesuatu yang bermanfaat bagi kita," tuturnya.

Menurutnya, makanan bukan hanya soal mementingkan kalori yang masuk ke dalam tubuh, tapi juga tentang kenikmatan dan nutrisi.

Misalnya, sepiring spageti dan bola daging dapat mengingatkan seseorang pada makan malam di rumah kakek-nenek pada akhir pekan. Atau seloyang brownies buatan sendiri yang membangkitkan kenangan memanggang kue bersama teman sekamar kuliah.

"Itu tidak kalah pentingnya dengan makanan yang akan memberi Anda energi untuk berolahraga," kata Cristina.

Mereka juga mengkritisi bisnis makanan sehat yang sering kali tidak 'sesehat' yang diklaim, melainkan hanya sebagai gimmick untuk memperoleh keuntungan.

"Pemasaran makanan kesehatan, termasuk popcorn ini, sebenarnya hanya menjual perasaan menjadi lebih baik daripada orang lain karena Anda membuat 'pilihan yang tepat.' Dan ini bukan tentang apa yang ada dalam camilan itu, tetapi lebih tentang apa yang ingin disampaikan merek tentang Anda sebagai pribadi," kritik Kristina.

Lebih lanjut, dia mengimbau para pelaku usaha makanan sehat, jika memang benar-benar ingin membangun kepercayaan konsumen haru berusaha lebih dari sekadar melabeli produknya sebagai 'tinggi protein'.

"Perusahaan itu harus berhenti menggunakan bahasa yang memalukan seperti 'bebas rasa bersalah' dan benar-benar membantu orang merasa berdaya di sekitar makanan dan tidak dihakimi olehnya," terangnya.

(hst/hst)

Anda menyukai artikel ini

Artikel disimpan

Artikel Fokus Selanjutnya
Artikel Terkait
Wolipop Signature
Detiknetwork
Hide Ads