Diet Ketogenic, Pola Makan Tinggi Lemak dan Protein yang Jadi Kontroversi
Diet ketogenic digadang-gadang sebagai diet paling efektif menurunkan berat badan. Pola makan rendah karbohidrat tinggi protein ini bahkan menjadi salah satu yang populer karena memperlihatkan hasil relatif cepat.
Diet ketogenic memang mengacu pada pola makan rendah karbohidrat dan tinggi lemak serta protein. Diet ini akan menggiring tubuh menuju keadaan 'ketosis', di mana energi yang terbakar berasal dari lemak dan bukan gula. Dengan demikian berat badan jadi turun dengan cepat.
Esensinya ada pada konsumsi lemak yang dipercaya bisa 'menggantikan' karbohidrat sebagai energi. Menurut nutritionist Scott Keatley, R.D., asupan lemak akan diolah tubuh menjadi energi, sehingga bisa menggantikan karbohidrat sebagai sumber tenaga.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat diet ketogenic, 60 sampai 75 persen asupan kalori berasal dari lemak dan 15 hingga 30 kalori datang dari protein. Sisanya yakni 5 hingga 10 persen berasal dari karbohidrat.
Sumber protein biasanya didapat dari daging hewani, telur, atau jantung hewani. Sementara lemak didapatkan dari konsumsi minyak zaitun, minyak sayur, alpukat, santan dan minyak canola.
Dua hingga tujuh hari pertama diet ketogenic, pediet akan mengalami fase yang dinamakan ketosis. Yakni kondisi di mana tubuh tidak memiliki cukup karbohidrat untuk digunakan sebagai energi bagi sel-sel.
Dalam kondisi tersebut, tubuh akan beradaptasi membentuk ketone, senyawa organik yang dimanfaatkan tubuh sebagai pengganti karbohidrat yang hilang. Selain itu tubuh juga akan membakar lemak untuk mendapatkan tambahan energi, agar sel-sel bisa bekerja dengan normal kembali.
"Mekanismenya mengandalkan pemecahan lemak yang biasanya timbul saat puasa atau kelaparan, sehingga lemak menjadi sumber energi utama, bukan karbohidrat," jelas ahli gizi dan diet dari University of Sydney, Leona Victoria Djajadi MND, seperti dikutip dari detikHealth.
Terlepas dari efektivitasnya dalam menurunkan berat badan, diet ketogenic sebenarnya masih jadi kontroversi. Tidak sedikit pakar nutrisi menilai bahwa diet ini tidak baik bagi tubuh jika dilakukan dalam jangka panjang.
Bahkan menurut laporan US News & World, diet ketogenic justru mendapat predikat Diet Paling Buruk di 2020. Seperti dikutip dari Insider, diet dengan makanan mengandung lemak jenuh tinggi seperti butter dan daging merah bisa meningkatkan risiko sakit jantung.
Untuk diet jangka panjang, diet ketogenic juga tidak direkomendasikan. Sebab pola makan ini sangat membatasi asupan yang seharusnya dibutuhkan tubuh. Misalnya saja tidak mengonsumsi karbohidrat sama sekali termasuk buah, sayur dan biji-bijian.
Padahal tubuh tetap membutuhkan gula dan vitamin sebagai sumber energi yang didapatkan dari sayur serta buah. Hal ini menyebabkan diet ketogenic sulit diikuti untuk jangka panjang.
(hst/hst)
Fashion
Mau Tampil Cantik Saat Natal? Pilihan Baju Ini Bisa Bikin Kamu Tampil Elegan
Fashion
Tampil Kompak dan Hangat di Hari Natal dengan Family Set Maroon Favorit!
Home & Living
Pohon Natal Pop Up Portable Full Set: Solusi Dekorasi Natal Cepat & Tanpa Ribet!
Home & Living
Bikin Natal Lebih Ceria, Lampu Hias Ini Cocok Jadi Dekorasi Natalmu!
Sering Memar Tanpa Sebab? Ini 10 Penyebabnya Menurut Ahli Kesehatan
Pahami Jam Makan yang Baik untuk Diet, dari Sarapan sampai Makan Malam
Ini Sayuran Paling Sehat Menurut Sains, Rendah Kalori Bisa untuk Diet
Angelina Jolie Buka-bukaan soal Mastektomi, Perlihatkan Bekas Operasi di Dada
Johnson & Johnson Dihukum Bayar Rp 628 M Terkait 2 Wanita Kena Kanker Ovarium
8 Potret Shandy Aulia yang Gaya Hidup Mewahnya Jadi Sorotan
Adu Gaya Suzy, Park Bo Gum, dan V BTS Bersinar di Acara Akhir Tahun CELINE
Kaleidoskop 2025
5 Istilah Dunia Kerja yang Viral di 2025, Gen Z Wajib Tahu
Momen Manis Tasya Farasya & Mantan Suami Ambil Rapor Anak











































