Kategori Berita
Daerah
Layanan
Detik Network

Masih Jadi Perdebatan, Apakah Baju Pink Bikin Pria Terlihat Feminin?

Daniel Ngantung - wolipop
Senin, 24 Nov 2025 09:30 WIB

Anda menyukai artikel ini

Artikel disimpan

PARIS, FRANCE - JUNE 27: (EDITORIAL USE ONLY - For Non-Editorial use please seek approval from Fashion House) A model walks the runway during the Dior Homme Menswear Spring/Summer 2026 show as part of Paris Fashion Week on June 27, 2025 in Paris, France. (Photo by Estrop/Getty Images)
Baju pria serba pink di koleksi Dior Spring-Summer 2026 karya Jonathan Anderson. (Foto: Estrop/Getty Images)
Jakarta -

Saat banyak individu mulai berani mengekspresikan diri lewat fashion tanpa memandang gender, penggunaan warna yang pantas untuk pria ataupun wanita masih terus diperdebatkan. Bahkan di negara barat sekalipun yang dipandang lebih progresif dalam hal kebebasan berpakaian, perdebatan itu tetap ada.

Amerika Serikat seakan terpecah belah setelah Juanita Broaddrick, seorang mantan pegawai pemerintahan, membuat sebuah unggahan yang mempermasalahkan produk sweater berwarna pink untuk pria.

"Ini bercanda?? Para lelaki, maukah kalian memakai sweater seharga $168 ini?" tulis loyalis Presiden Donald Trump itu kepada 1,9 juta pengikutnya di X baru-baru ini.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

ADVERTISEMENT

Perempuan yang pernah menuduh mantan presiden AS Bill Clinton sebagai pelaku pelecehan seksual pada 1999 itu menyertakan gambar sweater 'Fair Isle' berwarna pink yang dijual di situs J.Crew. Baju hangat rajut seharga Rp 2,8 juta itu diperagakan oleh seorang model pria.

Postingan Juanita itu lantas berujung viral karena menyedot hampir 700.000 views. Kolom komentar pun tak kalah ramai.

Banyak yang sepakat dengan Juanita. "Ini sweater perempuan!" Ada pula yang menulis, "Tidak ada pria di keluarga saya yang akan mengenakannya."

"Upaya lain dari feminisasi pria. Hentikan, J.Crew," tulis lainnya. Reaksi berbau politis juga bermunculan, "Hanya para pria Demokrat yang membelinya."

Pria memakai baju pink sejak tahun 1700-an.Pria memakai baju pink sejak tahun 1700-an. Foto: Dok. Victoria and Albert Museum

Tidak sepaham dengan Juanita, seorang pengguna X berkomentar, "Saya tidak terganggu dengan pria memakai baju pink. Ayah saya sudah melakukannya dari tahun 60-an."

Lantas, sejak kapan warna tersebut merepresentasikan identitas yang feminin?

Pada mulanya, pink dan maskulinitas bukan sesuatu yang bertentangan. Dalam situsnya, Victoria and Albert Museum di London, Inggris, menjelaskan bahwa para pria di Eropa pada 1700-an merasa spesial memakai pink karena melambangkan kekayaan dan kekuasaan.

Kala itu, busana berwarna pink dan turunannya, seperti salmon, raspberry, dan magenta, terbilang eksklusif dan mahal lantarannya pewarnaannya masih bergantung pada material impor yang langka sehingga hanya orang 'berduit' saja yang mampu membelinya.

Margot Robbie poses for photographers upon arrival at the premiere of the film 'Barbie' on Wednesday, July 12, 2023, in London. (Vianney Le Caer/Invision/AP)Penampilan Margot Robbie di karpet pink pemutaran perdana film 'Barbie' di London, Inggris, pada 2023. (Foto: Vianney Le Caer/Invision/AP)

Di Asia, pria memakai baju pink justru lebih lumrah. Terutama di India yang kaya sumber daya alam untuk beragam pewarnaan, termasuk pink. Sutra berwarna raspberry yang cerah menjadi dasar angarkha (jubah) istana yang kaya dekorasi ini. Pada dasarnya di Asia Selatan, pink tergolong warna yang uniseks atau tidak mengidentifikasikan jenis kelamin tertentu.

Baru pada saat memasuki era modern, terjadi perubahan persepsi terhadap warna pink yang dipicu oleh kapitalisme. Menurut Valerie Steele, direktur sekaligus kurator utama Museum di FIT, toko-toko di Amerika pada awal abad 20 mulai giat mempromosikan bahwa baju warna pink lebih cocok untuk perempuan, sementara pria harus memilih warna biru.

Paling jelas terlihat pada mainan anak-anak seperti boneka Barbie yang identik dengan warna pink dan dipasarkan untuk anak perempuan. "Itu konstruksi budaya," ungkap Valerie kepada WWD.

Sapto Djojokartiko Spring-Summer 2026Koleksi Sapto Djojokartiko Spring-Summer 2026. (Foto: Dok. Sapto Djojokartiko)

Anggapan tersebut sukses sebagai strategi bisnis. Sampai akhirnya, banyak desainer yang mulai melakukan pendekatan berbeda bahwa sesungguhnya warna tak mengenal gender.

Jonathan Anderson menyuarakan dengan lantang lewat koleksi busana pria perdananya sebagai direktur kreatif Dior yang disertai luaran rajut berwarna pink polos. Prada, Versace, Louis Vuitton juga mengeluarkan beragam pilihan busana pria berwarna pink untuk tahun depan.

Koleksi Puspa Sejauh Mata Memandang di Plaza Indonesia Fashion Week 2025Koleksi 'Puspa' persembahann Sejauh Mata Memandang. (Foto: Dok. Sejauh Mata Memandang)

Desainer dalam negeri pun tak ketinggalan. Sapto Djojokartiko menyelipkan sweater warna pink dalam presentasi koleksi Spring-Summer 2026 bulan lalu. Sebelumnya, Sejauh Mata Memandang menjual pakaian serba pink yang terbuat dari pewarnaan alam. Meski busana wanita mendominasi, terdapat pula kemeja pria pink yang dihiasi motif ayam khasnya di koleksi bertajuk 'Puspa' itu.

Koleksi tersebut dirilis sebulan setelah aksi protes terhadap Dewan Perwakilan Rakyat, yang memicu gerakan untuk memakai pakaian berwarna pink dan hijau sebagai bentuk solidaritas sesama rakyat dan perlawanan terhadap penindasan. Warna pink memang sejatinya tidak (pernah) lemah...

(dtg/dtg)

Anda menyukai artikel ini

Artikel disimpan

Artikel Fokus Selanjutnya
Artikel Terkait
Detiknetwork
Hide Ads