Kategori Berita
Daerah
Layanan
Detik Network

Merayakan Kebaya di Karpet Merah dan Pakem yang Dipertahankan

Daniel Ngantung - wolipop
Rabu, 11 Des 2024 18:00 WIB

Anda menyukai artikel ini

Artikel disimpan

Artis di Icons Charity Gala 2024
Luna Maya dan Alyssa Daguise di Icons Charity Gala 2024. (Foto: Mohammad Abduh/detikcom)
Jakarta -

Pekan lalu, deretan selebriti papan atas Tanah Air menghadiri Icons Charity Gala 2024 yang digelar di sebuah hotel mewah Ibukota. Namun, primadona malam penuh bintang itu justru adalah kebaya.

Para tamu lintas generasi memberikan gaya terbaiknya dengan busana bersentuhan tradisional. Kebaya mendominasi penampilan para perempuan.

Para desainer memanfaatkan kesempatan ini untuk beradu kreasi menciptakan kebaya versi reinterpretasi yang segar dan modern.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Gaya Asmara Abigail di Icons Charity Gala 2024Asmara Abigail memesona dengan kebaya rancangan Toton Januar di Icons Charity Gala 2024. (Foto: Daniel Ngantung/detikcom)

ADVERTISEMENT

Aktris Asmara Abigail menebar pesonanya dalam balutan kebaya putih lace yang dipadu dengan bra berbahan keramik dari koleksi 'Puing' rancangan Toton Januar.

"Toton mendekonstruksi beberapa detail kebaya seperti kutang keramik yang saya pakai ini," ungkap bintang film 'Pengabdi Setan' itu kepada Wolipop di karpet merah.

Sebagai bawahan, batik gedog berwarna biru indigo menjadi andalan. Alih-alih dipakai dengan cara yang tradisional, kain tersebut hadir dengan styling seperti terangkat di bagian depan, lalu menjuntai panjang di belakang seperti ekor. Aura seksi Asmara Abigail pun sukses terpancar.

Artis di Icons Charity Gala 2024Kebaya Sejauh Mata Memandang menjadi andalan Luna Maya. (Foto: Mohammad Abduh/detikcom)

Lain halnya dengan busana Luna Maya yang dipersiapkan secara khusus oleh Chitra Subyakto dengan jenamanya Sejauh Mata Memandang.

Chitra mengaplikasikan siluet kebaya kartini ke dalam potongan blus dengan aksentuasi pada kerahnya yang tinggi dan lengan yang melebar. Nuansa kontemporer kian terasa berkat dekorasi berupa selendang yang terbuat dari rajutan.

Look yang tersaji melanjutkan estetika koleksi 'Republik Sebelah Mata', buah kolaborasi Chitra bersama seniman Eko Nugroho dan desainer visual Felix Tjahyadi, yang mengguncang panggung Jakarta Fashion Week 2025 beberapa waktu lalu.

Artis di Icons Charity Gala 2024Dian Sastrowardoyo mengenakan kebaya janggan kreasi Didi Budiardjo. (Foto: Mohammad Abduh/detikcom)

Tak hanya kebaya-kebaya 'avant-garde', muncul pula kreasi dengan pendekatan yang lebih klasik. Salah satunya rancangan Didi Budiardjo andalan Dian Sastrowardoyo yang malam itu dianugerahi penghargaan Icon. Penampilannya kembali mengingatkan gaya ikonis Jeng Yah, karakter yang diperankan Dian di serial 'Gadis Kretek', dengan kebaya janggannya.

Presentasi kebaya tak berhenti di karpet merah. Sebuah instalasi yang berada di depan ballroom hotel tempat acara berlangsung kembali menyuguhkan deretan kebaya karya para desainer kenamaan.

Perhelatan yang digelar oleh majalah mode Harper's Bazaar Indonesia dan Bakti Budaya Djarum Foundation itu seakan menjadi sebuah selebrasi tersendiri untuk merayakan penetapan kebaya sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) oleh UNESCO yang diumumkan beberapa hari sebelumnya.

Artis di Icons Charity Gala 2024Renata Kusmanto dalam balutan kebaya putih Toton. (Foto: Mohammad Abduh/detikcom)

"Tentunya sangat senang sekali karena semua upaya yang dilakukan banyak kelompok, komunitas di Indonesia untuk mendorong kebaya bisa ditetapkan oleh UNESCO sebagai WBTB berbuah manis," ujar Direktur Program Bakti Budaya Djarum Foundation Renitasari Adrian kepada Wolipop selepas acara.

Perjalanan untuk mendaftarkan kebaya ke UNESCO dimulai dua tahun lalu oleh pemerintah dan Tim Nasional Kebaya Indonesia, gabungan dari belasan komunitas pencinta kebaya. Muncul gerakan yang viral seperti Kebaya Goes to UNESCO untuk meraup dukungan publik.

Ikut memeriahkan euforia tersebut, Bakti Budaya juga memproduksi sebuah film pendek bertajuk 'Kebaya Kala Kini'. Menampilkan Dian Sastrowardoyo dan Putri Marino, serta beberapa seniman perempuan, film ini dirilis berbarengan dengan Hari Kebaya Nasional yang pertama pada 24 Juli lalu.

"Kami terus berkomitmen untuk menjadikan berkebaya ini sebagai bagian dari berpakaian sehari-hari dan gaya hidup. Dengan begitu, selain melestarikan budaya, memakai kebaya juga dapat menggerakkan perekonomian karena akan melibatkan para desainer, penjahit, artisan wastra Indonesia," tutur Renita yang mengenakan kebaya rancangan Eddy Betty.

Pakem Kebaya

Tenik Hartono, mantan petinggi redaksi majalah gaya hidup sekaligus editor buku 'Kebaya, Keanggunan Yang Diwariskan' yang baru saja dirilis, juga sepakat bahwa pengakuan dari UNESCO tersebut dapat berpengaruh secara signifikan dari hulu ke hilir.

"Kebaya itu menghidupi. Dari selembar pakaian, ada banyak elemen di baliknya. Desainer, penjual kain, penjahit, perajin bordir dan sulam, tukang pasang payet, sampai penjual Kebaya, baik butik atau toko modern hingga di pasar-pasar, toko daring dan toko fisik," katanya yang dihubungi secara terpisah.

Para desainer pun, lanjut Tenik, akan semakin termotivasi untuk berkreasi dan menawarkan berbagai versi kebaya sesuai kebutuhan konsumennya. Upaya pelestarian kebaya tetap terjaga.

Film Kebaya Kala KiniFilm 'Kebaya Kala Kini' (Foto: Dok. Bramsky/Bakti Budaya Djarum Foundation)

Namun, Tenik menegaskan, mengemas ulang kebaya boleh saja selama pakem kebaya tidak ditinggalkan. Adapun ciri khas utama kabaya mencakup bukaan di bagian depan, potongan simetris di bagian kanan dan kiri badan, lengan dapat pendek, 3/4, dan panjang.

"Model lengan variatif dalam ragam Kebaya. Kebaya Ambon misalnya berlengan puff dengan manset lebar. Kebaya Minang berlengan Basiba yang longgar di kerung lengan," ujarnya.

Tenik juga menyoroti pendaftaran kebaya secara joint nomination yang dilakukan oleh Indonesia bersama Malaysia, Thailand, Brunei Darussalam, dan Singapura. Meski mengapresiasi keputusan tersebut, ia di sisi lain melihatnya sebagai sebuah pembelajaran bagi Indonesia untuk lebih serius mendokumentasikan kebaya sebagai warisan budaya Nusantara.

Pameran Kebaya di Icons Charity Gala 2024Pameran kebaya di Icons Charity Gala 2024. (Foto: Daniel Ngantung/detikcom)

Salah satu alasan Indonesia kehilangan kesempatan untuk melakukan single nomination atau mengajukan kebaya sebagai WBTB khas Indonesia secara mandiri adalah minim arsip resmi tentang kebaya.

"Kita tidak punya dossier lengkap yang fokus pada kebaya sebagai benda budaya Indonesia.Kita kalah dengan Singapura dan Malaysia yang memiliki buku-buku yang lengkap mengenai Kebaya mereka, bahkan ada Museum Kebaya di Singapura dan Malaysia," katanya.

Menurutnya, fakta tersebut menandai pula bahwa kebaya belum sepenuhnya diapresiasi di rumah sendiri. Ia berharap, pengakuan kebaya oleh UNESCO serta perhelatan-perhelatan seperti Icons Charity Gala ini dapat semakin menumbuhkan rasa bangga berkebaya.

"Sekarang makin banyak event dan acara glamor dengan dress code kebaya, dan ini langkah baik untuk keberlangsungan Kebaya. Kebaya hidup kembali dan menghidupi perempuan Indonesia," tambanya.

(dtg/dtg)

Anda menyukai artikel ini

Artikel disimpan

Artikel Fokus Selanjutnya
Artikel Terkait
Wolipop Signature
Detiknetwork
Hide Ads