Kategori Berita
Daerah
Layanan
Detik Network

Jakarta Fashion Week 2015

Motif Balon Udara yang Mencuri Perhatian Karya Desainer Mode Asal Thailand

Alissa Safiera - wolipop
Senin, 03 Nov 2014 10:32 WIB

Anda menyukai artikel ini

Artikel disimpan

Foto: Mohammad Abduh/Wolipop
Jakarta -

Digital printing menjadi teknik yang banyak diusung para desainer di pesta mode Jakarta Fashion Week (JFW) tahun ini. Dari Indonesia sampai negeri tetangga terpesona akan motif yang dibuat dari digital printing. Begitupun saat menyaksikan koleksi dari desainer Thailand, Disaya yang tampil di hari kedua JFW 2015.

Mengangkat 'Luxatlas' sebagai tema besarnya, desainer dengan nama Disaya Sorakraikitikul ini menampilkan fashion show dengan peralihan cerita di dalamnya. Dari gaya kasual yang penuh printing dan diakhiri dengan set dress sequin atau tertutup payet mengkilap yang memberi kesan glamour.

Seperti yang diceritakan sang desainer, Luxatlas diibaratkannya sebagai imajinasi perjalanan dari peta dunia kuno. Tiap lembaran peta menggambarkan perjalanan imajiner dari masa lalu, kini dan masa depan. Digambarkan lewat motif balon udara, skenario dari monster laut seperti gurita dan paus, dan diakhiri taburan sequin yang glamour.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Ciri koleksi kami adalah elegan, sophisticated, desain di atas bahan dan teknik embroidery," tutur Disaya menggambarkan koleksinya di Fashion Tent Jakarta Fashion Week 2015, Senayan City, Jakarta pusat, Minggu (2/11/2014).

Motif bernuansa playful seperti balon udara, awan dan lainnya diaplikasikan di atas bahan organza yang terkesan ringan. Dibuat dalam siluet gaun feminin seperti terusan A-line yang bagian lengannya dibentuk ruffle, ataupun terusan pas badan dengan tali pundak tipis yang seksi.

Tak hanya mengangkat siluet feminin yang klasik, Disaya juga terlihat mengikuti tren mode dunia. Ia menghadirkan potongan crop top dan rok midi. Adapun atasan berpotongan round shoulder yang tampil bervolume dipadukan bersama rok flare dengan aksen lipit di bawahnya. Gambar-gambar imajiner seperti paus juga tampil sebagai aksen untuk jumpsuit. Gambar tadi dikemas dengan lebih dewasa lewat susunan payet di atasnya.

Tampilan berikutnya pun mengarah lebih dewasa. Kali ini terusan bergaya kasual dibuat lebih glamour. Tak lagi mengangkat printing namun teknik bordir. Ditampilkan sebagai gaun malam dari mulai berpotongan strapless dan juga garis leher V panjang yang seksi. Beberapa seolah tampil dengan inspirasi mod tahun '60-an lewat aplikasi flare dan ruffle.

Sebagai penutup, gaun-gaun yang dipenuhi payet warna pink dihadirkan dalam siluet gaun feminin yang membentuk tubuh. Ada pula payet yang dijadikan aksen untuk penghias gaun mantel.

Selain Disaya, desainer asal Thailand, gelaran JFW tahun ini juga menghadirkan desainer kenamaan dunia lainnya. Misalnya di hari yang sama kemarin, desainer keluaran Japan Fashion Week juga menampilkan koleksi bergaya edgy. Di hari lainnya, akan ada pula desainer dari Inggris dan Belanda yang siap berbagi tren dunia di Indonesia.

Serbuan Digital Printing di Dunia Mode

Dua tahun ke belakang, digital printing seperti sedang 'mewabah' di dunia fashion termasuk Indonesia. Tahun lalu di Jakarta Fashion Week 2014, Billy Tjong menghadirkan teknik ini dalam koleksi yang terinspirasi dari budaya Bali. Ia menggunakan efek cetakan cermin, yaitu teknik pembalikan gambar desain saat dicetak. Teknik ini biasanya dipakai untuk mencetak objek desain pada media cetak transparan. Billy juga mengaplikasikan foto yang kemudian dijadikan motif baju. Tahun ini Billy kembali menampilkan digital printing yang kini menjadi ciri khas desainer pemenang Lomba Perancang Mode pada 2005 itu. Kali ini, terinspirasi dari potret kemacetan Jakarta yang kemudian dituangkan sebagai motif dalam koleksi busana bertema Bhineka.

Teknik digital printing juga dihadirkan desainer Ari Seputra sejak tahun lalu. Lewat label busana Major Minor, Ari menampilkan digital printing yang terinspirasi dari keindahan hutan tropis. Sementara di Jakarta Fashion 2013, desainer busana muslim Fenny Mustafa juga menghadirkan digital printing dalam bentuk yang unik. Wajah Presiden Republik Indonesia Jokowi, yang saat itu masih menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta dijadikan sebagai motif karya yang dicetak di atas rok lebar.

Di kancah mode internasional, digital printing juga menjadi tren dan ini tak terlepas dari peran para rumah mode dan desainer ternama dunia. Sebut saja Helmut Lang, Zac Posen bahkan Valentino yang terkenal dengan rancangan couture-nya. Anda tentunya masih ingat busana polkadot warna-warni stylish, yang ditampilkan Valentino dalam koleksi Fall/Winter 2014-2015. Sontak motif polkadot simetris ini jadi tren dan ikonik.

Metode baru produksi kain ini jadi populer karena dinilai lebih fleksibel dan efektif dari segi biaya. Harga produk tekstil maupun busana pun jadi bisa lebih terjangkau tanpa menghilangkan nilai estetika dari sebuah karya seni desainer. Digital printing sendiri sebenarnya sudah digunakan sejak puluhan tahun lalu. Seperti dikutip dari majalah Elle Amerika, teknik ini awalnya digunakan dalam industri karpet pada era '70-an.

Pada tahun '90-an, digital printing mulai diaplikasikan pada produksi tekstil dan berhasil 'naik' ke panggung catwalk. Sempat turun pamor, pada 2013 digital printing kembali populer hingga sekarang. Konsep dari digital printing cukup simpel, yaitu menggunakan teknologi yang sama seperti pada printer jet komputer pada umumnya untuk memproduksi desain dan bahan, namun dengan mesin yang lebih besar.

(asf/hst)

Anda menyukai artikel ini

Artikel disimpan

Artikel Fokus Selanjutnya
Artikel Terkait
Detiknetwork
Hide Ads