'Vabbing' Tren Jorok Viral di TikTok, Pakai Parfum dari Cairan Miss V
Di TikTok kerap kali menghadirkan tren kecantikan yang aneh. Seperti tren bernama vabbing yang baru-baru ini viral di media sosial tersebut. Tren kecantikan tersebut jadi pro dan kontra.
Vabbing menjadi tren terbaru di TikTok, di mana wanita mengoleskan cairan miss V-nya di area-area yang biasa disemprotkan parfum (lengan dan leher). Tujuannya memang sebagai pengganti parfum.
Menurut para wanita di TikTok yang telah mempraktikannya, cara ini berfungsi untuk menarik lawan jenis. Terdengar menjijikan dan jorok, namun para wanita tersebut meyakini bahwa aroma yang keluar dinilai seksi bagi kaum pria.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Influencer Mandy Lee yang mencoba vabbing Foto: dok. TikTok |
"Aku bersumpah, kamu akan menarik pria saat kencan. Atau kamu bisa mendapatkan minuman gratis sepanjang malam," ungkap influencer Mandy Lee yang sudah mencoba tren vabbing.
Wanita-wanita lainnya pun telah mencoba tren tersebut. Entah demi viral atau memang kebetulan, banyak wanita yang memberikan testimoni bahwa mereka berhasil menggaet lawan jenis. Menurut para wanita itu, cairan vagina menghasilkan feromon, sensasi terangsang.
Pada 2019 lalu, pakar seks Shan Boodram berbagi tips tentang alternatif parfum dengan menggunakan cairan area intim wanita tersebut. Dia mengaku bahwa triknya itu selalu berhasil membuat pria mendekat dan mengajaknya berkenalan.
"Aku yakin setiap aku menggunakannya, itu membuatku merasa seperti dewi yang mempesona dengan aroma lezat tersebut," ungkap Shan dalam bukunya berjudul The Game of Desire.
Tren vabbing yang dinilai jorok oleh pakar kesehatan tersebut tentu saja dibantah dalam dunia medis. Menurut dokter kandungan dan penulis The Vagina Bible, Dr Jen Gunter, efek feromon tidak berguna di pada manusia, sementara hewan dan serangga memiliki kelenjar yang menghasilkan feromon. Tren tersebut pun dinilai sesat.
"Jika orang benar-benar percaya bahwa ada feromon, mereka telah disesatkan. Saya pikir ini menunjukkan betapa mudahnya disinformasi medis dapat dianggap sebagai fakta," ungkap Dr. Jen, seperti dikutip The Cut.
Profesor biologi evolusioner di University of Melbourne, Profesor Mark Elgar juga tidak membenarkan tren vabbing tersebut. Dia berharap, tidak ada orang yang benar-benar meyakini tren tersebut.
"Saya pikir seluruh ide vabbing itu lucu, dan saya harap tidak ada yang menganggapnya terlalu serius," kata Profesor Mark.
(kik/kik)
Elektronik & Gadget
Bikin Sejuk Dimanapun Kamu! Intip 3 Rekomendasi Kipas Mini Portable Di Bawah 200 Ribu
Hobbies & Activities
4 Novel Ini Menggugah Rasa dan Pikiran, Layak Dibaca Sekali Seumur Hidup
Elektronik & Gadget
Vivo iQOO 15: Flagship Baru Super Kencang dengan Snapdragon 8 Elite Gen 5 & Layar 144Hz
Elektronik & Gadget
KiiP Wireless EW56: Power Bank Magnetik yang Bikin Hidup Lebih Praktis
Sungboon Editor Resmi Masuk Indonesia, Tawarkan Skincare Pori dari Tomat Hijau
Alis Natural Bak Tanpa Makeup Jadi Tren Kecantikan 2026, Ini Tekniknya
MCM Rilis Parfum dengan Kemasan Gemas Bentuk Beruang Hingga Gajah
7 Rekomendasi Moisturizer Water Based, Cocok untuk Semua Jenis Kulit
Mengenal Water Based Skincare dan Bedanya dengan Berbasis Minyak
9 Potret Thalia 'Rosalinda' Tak Menua Bak Vampir, Ini Rahasia Awet Mudanya
9 Aktor Drama China Pendek yang Wajah Gantengnya Sering Muncul di HP
8 Cara Menyadarkan Teman yang Cinta Buta, Tanpa Merusak Persahabatan
Gelar Miss Universe Finland 2025 Dicopot Usai Unggahan Rasis












































