Kategori Berita
Daerah
Layanan
Detik Network

Batik dan Jejak Digital, Melestarikan Tradisi dengan Teknologi

Hestianingsih Hestianingsih - wolipop
Sabtu, 02 Agu 2025 11:00 WIB

Anda menyukai artikel ini

Artikel disimpan

Talkshow β€˜Jejak Budaya Lokal Dalam Lanskap Digital’ di Gelar Batik Nusantara yang diselenggarakan Kementerian Perindustrian.
Talkshow Jejak Budaya Lokal Dalam Lanskap Digital. Foto: Rifkianto Nugroho
Jakarta -

Digitalisasi tak hanya mengubah cara manusia berkomunikasi, tetapi juga menantang bagaimana tradisi seperti Batik dapat terus hidup dan relevan di tengah zaman yang serba cepat. Menjaga agar batik tetap hidup bukan sekadar tugas pelestarian, melainkan wujud cinta pada jati diri budaya bangsa.

Salah satu inisiatif yang berperan besar dalam peralihan ini adalah Batik Fractal, sebuah platform digital yang memadukan seni membatik dengan inovasi teknologi, terutama untuk menyapa generasi muda.

Nancy Margried, CEO dan Co-Founder Batik Fractal, menyebut bahwa pelestarian batik di era digital bukan sekadar soal mempertahankan motif atau teknik. Yang lebih penting justru regenerasi, bagaimana anak-anak muda bisa merasa memiliki batik, dan melihatnya sebagai bagian dari identitas yang bisa berkembang, bukan hanya dikenang.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Anak-anak muda di desa-desa sebenarnya tertarik membatik, tapi mereka merasa kurang 'nyambung' dengan prosesnya yang serba manual. Sementara lewat digitalisasi, kita berbicara dengan bahasa mereka," ujar Nancy, ditemui Wolipop dalam talkshow bertajuk 'Jejak Budaya Lokal Dalam Lanskap Digital' di acara Gelar Batik Nusantara (GBN) 2025, Pasaraya Blok M, Jakarta Selatan, Jumat (1/8/2025).

Lewat software JBatik yang dikembangkan Batik Fractal, para generasi digital native ini diajak mengenal batik dengan cara yang lebih dekat, yakni melalui desain digital. Mereka belajar membuat motif batik sendiri yang terinspirasi dari warisan tradisional, lalu mengembangkannya menjadi gaya yang lebih personal dan modern.

ADVERTISEMENT

"Produksi kainnya tetap dilakukan secara manual, tapi pendekatan awalnya berbasis teknologi," terang Nancy.

Talkshow 'Jejak Budaya Lokal Dalam Lanskap Digital' di Gelar Batik Nusantara yang diselenggarakan Kementerian Perindustrian.CEO dan Co-Founder Batik Fractal Nancy Margried dalam talkshow 'Jejak Budaya Lokal Dalam Lanskap Digital' di Gelar Batik Nusantara yang diselenggarakan Kementerian Perindustrian. Foto: Rifkianto Nugroho

Dengan metode ini, Batik Fractal bukan hanya mengurangi kesenjangan antar generasi dalam dunia batik, tapi juga menciptakan ruang ekspresi baru. Anak muda tak lagi hanya menjadi konsumen, tetapi turut menjadi kreator batik.

Selama 15 tahun perjalanannya, Batik Fractal pun telah melihat perubahan yang nyata.

"Dulu peserta pelatihan kami kebanyakan para pembatik sepuh. Sekarang, justru banyak anak muda yang datang. Bahkan tak sedikit dari mereka yang akhirnya membangun brand batik sendiri," kata Nancy.

Lebih dari sekadar pelatihan, Batik Fractal juga membangun database digital yang berisi ribuan motif batik dari seluruh Indonesia. Semua data ini tersimpan dalam bentuk file digital di dalam software mereka, yang bisa dibeli dan diakses melalui website resmi.

"Ini adalah bentuk pelestarian jangka panjang. Kalau dulu motif disimpan di kertas dan bisa hilang dimakan rayap, sekarang bisa diwariskan dalam bentuk digital. Bisa direproduksi, dimodifikasi, dan dipakai berpuluh-puluh tahun ke depan," jelasnya.

Dalam proses digitalisasi ini, tantangan terbesar bukan semata soal teknis. Menurut Nancy, justru bagaimana menjaga kearifan lokal agar tak hilang saat berpindah ke ranah digital.

Talkshow 'Jejak Budaya Lokal Dalam Lanskap Digital' di Gelar Batik Nusantara yang diselenggarakan Kementerian Perindustrian.Influencer berkain Kushandari Arfanidewi dalam talkshow 'Jejak Budaya Lokal Dalam Lanskap Digital' di Gelar Batik Nusantara yang diselenggarakan Kementerian Perindustrian. Foto: Rifkianto Nugroho

"Kita harus peka terhadap akar budaya. Teknologi jangan sampai mematikan pembatik, tapi justru menolong mereka," tegasnya.

Untuk itu, Batik Fractal melibatkan para pembatik dalam proses pengembangan fitur software. Mereka menjadi konsultan budaya, memastikan bahwa setiap inovasi tetap berpijak pada nilai-nilai tradisi.

Kini, Batik Fractal tak hanya berfungsi sebagai platform desain, tetapi juga menjadi pusat data dan penggerak pemberdayaan ekonomi serta perempuan dalam ekosistem batik.

Talkshow 'Jejak Budaya Lokal Dalam Lanskap Digital' di Gelar Batik Nusantara yang diselenggarakan Kementerian Perindustrian.Caesar Gunawan, moderator talkshow 'Jejak Budaya Lokal Dalam Lanskap Digital' di Gelar Batik Nusantara yang diselenggarakan Kementerian Perindustrian. Foto: Rifkianto Nugroho

Di ujung perbincangan, Nancy menitipkan harapan agar batik tak hanya dirayakan sebagai kain, tapi juga warisan budaya yang hidup dan terus berkembang.

"Batik itu sudah melampaui tekstil. Ia bisa hadir dalam berbagai bentuk dan material. Kita harus merayakan motif, merayakan ceritanya, dan merayakan keberlanjutannya," pungkasnya.

Talkshow ini merupakan bagian dari acara Industrial Fest x Gelar Batik Nusantara yang diselenggarakan oleh Kementerian Perindustrian. Dipandu oleh Caesar Gunawan sebagai moderator, yang mengenakan setelan blazer karya karya Elkana Gunawan. Setelan dirancang menggunakan material utama olahan patchwork dari limbah industri fashion yaitu perca batik Bali. Dipadukan dengan tenun ATBM lurik dari Jogja dalam nuansa warna biru putih.

(hst/hst)

Anda menyukai artikel ini

Artikel disimpan

Artikel Fokus Selanjutnya
Artikel Terkait
Wolipop Signature
Detiknetwork
Hide Ads