Kategori Berita
Daerah
Layanan
Detik Network

Raih Penghargaan UNESCO, Era Soekamto Bicara Filosofi Batik di Tengah Tren AI

Daniel Ngantung - wolipop
Jumat, 04 Jul 2025 17:32 WIB

Anda menyukai artikel ini

Artikel disimpan

Era Soekamto Terima Penghargaan UNESCO
Koleksi batik 'Adimanungsa' karya Era Soekamto. (Foto: Dok. Era Soekamto)
Jakarta - Motif batik menyimpan berbagai cerita leluhur dan sarat filosofi hidup. Dibuat oleh tangan-tangan terampil, batik mengingatkan betapa uniknya manusia dengan keahlian yang tak dapat tergantikan oleh kecanggihan teknologi sekalipun seperti akal imitasi alias AI (artificial intelligence).

Setidaknya demikian desainer Era Soekamto memaknai batik di tengah kehadiran AI yang belakangan semakin nyata dalam kehidupan masyarakat modern.

Baru-baru ini, ia mendapat penghargaan dari UNESCO atas komitmennya yang berkelanjutan untuk melestarikan dan mempromosikan warisan budaya Indonesia. Apresiasi tersebut diberikan saat acara Gala Nusantara dengan tema 'A Tribute to Indonesia's Heritage - Batik For The World UNESCO' di Sheraton Grand Jakarta Gandaria City Hotel.

Pada kesempatan yang sama, mantan direktur kreatif Iwan Tirta Private Collection (2012-2020) itu menyuguhkan koleksi 'Adimanungsa'. Meski sudah pernah ditampilkan sebelumnya, koleksi yang dipermanis dengan aksesori karya Rinaldy A. Yunardi tetap relevan dengan situasi masa kini.

Dalam bahasa Sanskerta, 'manungsa' dapat dimaknai sebagai makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna.'Adimanungsa' juga berkaitan dengan Nusantara Wisdom, platform konsultan budaya yang sedang dirintis Era.

Era Soekamto Terima Penghargaan UNESCODesainer Era Soekamto (Foto: Dok. Era Soekamto)

"Nusantara Wisdom berbicara bagaimana menjadi adimanungsa, bahwa manusia Nusantara yang dimaksud nenek moyang kita saat menciptakan seni ataupun budaya adalah individu yang hidup untuk melestarikan adab terhadap Tuhan, alam, dan sesama," terang perempuan 49 tahun itu kepada Wolipop.

'Adimanungsa' hanyalah cuplikan kecil dari kisah-kisah yang tersirat di setiap garisan motif batik, baik itu yang ditorehkan dengan teknik batik tulis, ataupun cap. Di luar keelokannya, batik turut memberi pemahaman tentang menjadi manusia seutuhnya.

"Semakin memahami batik, kita juga semakin mengenal banyak pesan moral dan spiritual agar kita menjadi adimanungsa," tutur Era.

Era Soekamto Terima Penghargaan UNESCO(Foto: Dok. Era Soekamto)

Merefleksikannya dengan peran AI, ia kembali pada bagaimana batik memaknai kodrat manusia sepenuhnya yang telah dibekali dengan akal budi. "Artinya, manusia yang canggih adalah manusia yang berserah diri bahwa ada Tuhan yang mengaktivasikan kesadaran manusia sampai optimal," kata desainer anggota Ikatan Perancang Mode Indonesia (IPMI) itu.

AI semestinya hanya hadir sebagai pendukung. "Peran AI mempercepat, membantu, memberikan kita masukan kalau daya ingat belum maksimal, mungkin di-trigger oleh AI untuk mempercepat pekerjaan kita. Jadi manusia yang sepenuhnya memegang kendali, jangan sampai kita yang didikte AI," tuturnya.

Terlepas dari pentingnya eksistensi batik, upaya pelestarian batik dengan pendekatan yang lebih berkelanjutan dan ramah lingkungan masih menemukan tantangan. "Kata sustainable sendiri masih menjadi pekerjaan rumah buat kita," ujarnya.

Era menyoroti masalah lingkungan yang kerap dihadapi dearah atau pusat perbatikan seperti Pekalongan, Jawa Tengah. "Kebanyakan perajinnya sekarang minum dan mandi dari air galon karena air tanah sudah tercemar," ungkap Era.

Selain itu, kesehatan pernapasan perajin juga perlu mendapat perhatian. Mereka intens menghirup malam, saat sirkulasi udara tempat mereka bekerja tidak berfungsi dengan baik.

Menurutnya, perlu segera ada intervensi dari berbagai pihak agar kondisi tidak semakin parah.

Ia mengatakan, "Harus dicari cara untuk menyeimbangkan karya yang indah, tapi tidak meninggalkan jejak-jejak yang merusak alam."

(dtg/dtg)



Anda menyukai artikel ini

Artikel disimpan

Artikel Fokus Selanjutnya
Wolipop Signature
Detiknetwork
Hide Ads