Kategori Berita
Daerah
Layanan
Detik Network

Dulu Raksasa Retail, Brand High Street Forever 21 akan Tutup Permanen di AS

Hestianingsih Hestianingsih - wolipop
Selasa, 18 Mar 2025 09:31 WIB

Anda menyukai artikel ini

Artikel disimpan

CHICAGO, IL - FEBRUARY 6: Models Elena Greenwell, Deborah Brown, Rada Grocic, and  Forever 21 spokesmodel Kristi Dunn model the companys latest fashions at the State Street store grand opening celebration  on February 6, 2004, in Chicago, Illinois. (Photo by Brian Kersey/Getty Images for Forever 21)
Toko Forever 21 di Chicago, Illinois, AS. Foto: Brian Kersey/Getty Images
Jakarta -

Raksasa retail Forever 21 akan menutup semua tokonya di Amerika Serikat secara permanen, setelah mengajukan bangkrut untuk kedua kalinya.

Pada Minggu (16/3/2025), unit perusahaan yang mengoperasikan Forever 21 di AS menyatakan persaingan bisnis fast fashion dari kompetitor asing, biaya produksi yang meningkat dan tantangan ekonomi menjadi tiga faktor utama penyebabnya. Selain itu, mereka juga mengaku kesulitan mengikuti tren konsumen yang terus berkembang.

Untuk sementara waktu, toko-toko fisik dan situs web Forever 21 di AS masih akan beroperasi selama proses likuidasi berlangsung, sambil mencari investor atau pembeli di menit-menit terakhir.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Seperti dilansir NBC, kebangkrutan ini terjadi di tengah semakin sulitnya industri ritel bertahan. Banyak brand sudah memperingatkan investor tentang perlambatan pertumbuhan pada tahun ini.

Bahkan, laporan resmi pemerintah menunjukkan bahwa penjualan ritel bulan lalu hanya naik 0,2%, jauh di bawah ekspektasi. Perekrutan tenaga kerja di sektor ini juga stagnan, sementara para analis memperkirakan semakin banyak toko fisik yang akan tutup tahun ini.

ADVERTISEMENT

Puncak Kejayaan Forever 21

Didirikan pada 1984 oleh pasangan imigran Korea di California, Forever 21 pernah menjadi ikon fashion bagi generasi milenial yang mencari busana terinspirasi desainer dengan harga terjangkau. Bersama dengan H&M dan Abercrombie & Fitch, Forever 21 mendominasi pusat perbelanjaan pada masanya.

Sepanjang era 1990-an hingga awal 2000-an, brand ini menjadi ikon pusat perbelanjaan dan destinasi utama bagi remaja pencinta fashion.

Puncak kejayaan brand ini terjadi pada 2015, dengan penjualan mencapai lebih dari USD 4 miliar (Rp 65 triliun). Kala itu kekayaan bersih pendirinya, Jin Sook dan Do Won Chang, diperkirakan mencapai USD 5,9 miliar (Rp 96,7 triliun).

Persaingan Fast Fashion yang Semakin Ketat

Namun, memasuki era 2010-an, kejayaan Forever 21 mulai meredup. Hal ini dipicu munculnya e-commerce serta persaingan dari brand fast fashion ultra-murah seperti Shein dan Temu, yang mengirim langsung produk mereka dari luar negeri ke konsumen AS.

Selama ini, Forever 21 bergantung pada pelanggan yang datang langsung ke toko, sehingga sulit beradaptasi dengan tren belanja digital. Selain itu menurut Sarah Foss, kepala divisi hukum global di perusahaan keuangan Debtwire, salah satu faktor terbesar yang membuat Forever 21 semakin sulit bersaing adalah aturan perdagangan AS yang dikenal sebagai 'de minimis exemption'.

Aturan ini memberlakukan barang impor dengan nilai di bawah USD 800 (Rp 13 jutaan) bisa masuk tanpa bea cukai yang signifikan. Sangat menguntungkan bagi brand luar negeri seperti Shein dan Temu, sementara Forever 21 yang berbasis di AS justru terkena dampaknya.

Forever 21 Mengajukan Bangkrut

Forever 21 sebelumnya mengajukan kebangkrutan pada 2019 dengan harapan bisa merestrukturisasi bisnisnya agar lebih efisien. Namun, pandemi COVID-19 memperburuk kondisi perusahaan.

Brand ini akhirnya diakuisisi oleh Authentic Brands, perusahaan yang juga mengoperasikan beberapa merek retail besar lainnya. Sayangnya, langkah ini pun tak mendatangkan angin segar bagi brand yang berdiri sejak 1984 ini.

Bahkan dalam wawancara pada 2024, CEO Authentic Brands menyebut bahwa membeli Forever 21 mungkin adalah 'kesalahan terbesar' yang pernah ia buat. Pada akhirnya, selera generasi muda telah bergeser, dan Forever 21 gagal mengikuti perubahan tersebut.

"Forever 21 adalah brand generasi sebelumnya," ujar Roger Beahm, profesor pemasaran dan direktur Retail Learning Labs di Wake Forest University, kepada Los Angeles Times.

"Anak muda sekarang ingin brand yang mewakili identitas mereka sendiri," pungkasnya.

Dengan penutupan ini, Forever 21 menambah daftar panjang merek retail yang tumbang akibat perubahan industri dan kebiasaan belanja konsumen modern.

(hst/hst)

Anda menyukai artikel ini

Artikel disimpan

Artikel Fokus Selanjutnya
Artikel Terkait
Wolipop Signature
Detiknetwork
Hide Ads