Puteri Indonesia 2016
Kebaya Puteri Indonesia Karyanya Disensor, Intan Avantie Tak Kapok Berkarya
Daniel Ngantung - wolipop
Kamis, 25 Feb 2016 18:15 WIB
Jakarta
-
Kebaya karya Intan Avantie yang muncul di malam final Pemilihan Puteri Indonesia (PPI) 2016 terkena sensor saat acara itu disiarkan ulang, Minggu (21/2/2016). Kendati begitu, Intan memastikan, penyensoran itu tidak akan membatasinya dalam berkarya.
Dalam PPI 2016, Intan diminta untuk merancang kebaya bernuansa glamor untuk lima besar finalis. Pada rancangannya, putri desainer Anne Avantie itu menghadirkan kebaya dengan paduan songket Palembang sebagai rok, senada dengan tema acara tahun ini yang bernuansa Sumatera Selatan .
Sensor berupa pemburaman pun 'menghiasi' bagian dada dan belahan rok depan. Tidak hanya itu, kebaya hitam karya Anne Avantie yang membaluti tubuh pemandu acara, Puteri Indonesia 2011 Maria Selena, juga tidak luput dari sensor.
Terkait penyensoran tersebut, Intan sebetulnya tidak merasa keberatan. Tapi ia menegaskan, seharusnya karyanya dilihat sebagai sebuah karya seni. "Karya seni itu tidak ada batasan. Jadi vulgar atau tidak, tergantung bagaimana kacamata setiap pribadi yang memandangnya," ungkap Intan kepada Wolipop, Kamis (25/2/2016).
Sebagai seorang desainer Indonesia, Intan memahami batasan vulgar yang berlaku sesuai budaya Indonesia. Tapi ada hal-hal yang terkadang terjadi di luar dugaannya sehingga membuat rancangannya terlihat 'melebihi' batas.
Ia menjelaskan, seluruh busana dirancang dengan kondisi tidak tahu siapa yang bakal memakainya. "Segala sesuatu serba surprise. Kami tidak tahu siapa yang bakal masuk lima atau tiga besar," ungkapnya.
Ia mencontohkan kebaya yang dipakai Kezia Roslin Cikita Warouw, pemenang Puteri Indonesia 2016. "Belahan roknya terkesan sangat terbuka. Ini karena rok itu terlalu sempit. Ditambah Kezia tinggi sekali sampai 183 cm. Sementara kami menyiapkan rok di tinggi 176 cm. Jadi, sulit diprediksi," ungkap dia.
Tapi berdasarkan pengalaman Intan sebagai desainer busana PPI selama tujuh tahun berturut-turut, ia belum pernah menerima keluhan terkait busana rancangannya. Dari pihak penyelenggara pun tidak membatasi. Menurut Intan, masyarakat sudah cukup bijak dalam melihat sebuah karya dari sudut pandang yang artistik. "Masih banyak hal lain yang jauh lebih layak untuk disensor," tambahnya.
Yang pasti, sensor tersebut tidak membuat Intan kapok untuk berkarya. "Sensor ini amat sangat tidak berpengaruh bagi saya yang berkarya dengan tulus. Niat kami hanya berekspresi," tegas Intan. (dng/dng)
Dalam PPI 2016, Intan diminta untuk merancang kebaya bernuansa glamor untuk lima besar finalis. Pada rancangannya, putri desainer Anne Avantie itu menghadirkan kebaya dengan paduan songket Palembang sebagai rok, senada dengan tema acara tahun ini yang bernuansa Sumatera Selatan .
Sensor berupa pemburaman pun 'menghiasi' bagian dada dan belahan rok depan. Tidak hanya itu, kebaya hitam karya Anne Avantie yang membaluti tubuh pemandu acara, Puteri Indonesia 2011 Maria Selena, juga tidak luput dari sensor.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sebagai seorang desainer Indonesia, Intan memahami batasan vulgar yang berlaku sesuai budaya Indonesia. Tapi ada hal-hal yang terkadang terjadi di luar dugaannya sehingga membuat rancangannya terlihat 'melebihi' batas.
Ia menjelaskan, seluruh busana dirancang dengan kondisi tidak tahu siapa yang bakal memakainya. "Segala sesuatu serba surprise. Kami tidak tahu siapa yang bakal masuk lima atau tiga besar," ungkapnya.
Ia mencontohkan kebaya yang dipakai Kezia Roslin Cikita Warouw, pemenang Puteri Indonesia 2016. "Belahan roknya terkesan sangat terbuka. Ini karena rok itu terlalu sempit. Ditambah Kezia tinggi sekali sampai 183 cm. Sementara kami menyiapkan rok di tinggi 176 cm. Jadi, sulit diprediksi," ungkap dia.
Tapi berdasarkan pengalaman Intan sebagai desainer busana PPI selama tujuh tahun berturut-turut, ia belum pernah menerima keluhan terkait busana rancangannya. Dari pihak penyelenggara pun tidak membatasi. Menurut Intan, masyarakat sudah cukup bijak dalam melihat sebuah karya dari sudut pandang yang artistik. "Masih banyak hal lain yang jauh lebih layak untuk disensor," tambahnya.
Yang pasti, sensor tersebut tidak membuat Intan kapok untuk berkarya. "Sensor ini amat sangat tidak berpengaruh bagi saya yang berkarya dengan tulus. Niat kami hanya berekspresi," tegas Intan. (dng/dng)
Elektronik & Gadget
Bikin Sejuk Dimanapun Kamu! Intip 3 Rekomendasi Kipas Mini Portable Di Bawah 200 Ribu
Hobbies & Activities
4 Novel Ini Menggugah Rasa dan Pikiran, Layak Dibaca Sekali Seumur Hidup
Elektronik & Gadget
Vivo iQOO 15: Flagship Baru Super Kencang dengan Snapdragon 8 Elite Gen 5 & Layar 144Hz
Elektronik & Gadget
KiiP Wireless EW56: Power Bank Magnetik yang Bikin Hidup Lebih Praktis
Artikel Terkait
ARTIKEL LAINNYA
Putih Jadi Warna 2026, Pantone Dihujani Kritik dan Tuduhan Tonedeaf
Sambut Natal 2025, Coach Hadirkan Evolusi Tabby Bag Bernuansa Quiet Luxury
Bukan Tas atau Sepatu, Hermes Jual Plester Luka Rp 3,2 Juta, Ini Istimewanya
Prada Jual Sandal Made-in-India Rp 15 Juta, Diawali Kontroversi
Season of Elegance, Kolaborasi Metro-MegaFirst Padukan Mode dan Aksi Sosial
Most Popular
1
9 Potret Thalia 'Rosalinda' Tak Menua Bak Vampir, Ini Rahasia Awet Mudanya
2
9 Aktor Drama China Pendek yang Wajah Gantengnya Sering Muncul di HP
3
8 Cara Menyadarkan Teman yang Cinta Buta, Tanpa Merusak Persahabatan
4
Gelar Miss Universe Finland 2025 Dicopot Usai Unggahan Rasis
5
Putih Jadi Warna 2026, Pantone Dihujani Kritik dan Tuduhan Tonedeaf
MOST COMMENTED











































