Kisah Pilu TKI di Arab Saudi, Minum Dari Air Keran Hingga Disiksa Pakai Pisau
Senin, 26 Apr 2021 18:00 WIB
Bekerja adalah salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan hidup. Namun tak mudah untuk menemukan pekerjaan yang pas dan sesuai. Seperti kisah tenaga kerja wanita yang satu ini. Demi memperoleh uang untuk mengobati sang ibu, dirinya malah jadi harus mendapatkan siksaan selama menjadi TKI.
Wanita bernama Widianti itu menceritakan kisahnya di acara Kejamnya Dunia Trans TV. Menurut pengakuannya, selama bekerja sebagai TKI di Arab Saudi dirinya kerap mendapatkan penyiksaan demi penyiksaan.
"Dipukulin sama kabel, sama kayu, terus dijedotin sama tembok kepala saya," jelas Widianti seperti dikutip dari YouTube Trans TV Official.
Wanita 29 tahun yang lahir di Indramayu itu bekerja sebagai TKI di Albaha, Arab Saudi, di rumah keluarga Jamila. Selama bekerja di sana dirinya pernah disiksa dan dipukul menggunakan pisau, sendok panas, hingga pemutih pakaian.
Bekas-bekas penyiksaan itu pun masih terlihat jelas di tubuhnya. Di bagian tangannya terdapat bekas terkena setrika, cubitan, sendok panas, hingga pisau. Sedangkan di bagian punggungnya terdapat bekas siraman air panas.
Walaupun mengalami banyak penganiayaan tetapi Widianti tidak pernah berniat untuk kabur. Pasalnya dia merasa takut karena dia tidak memiliki pengalaman sebelumnya.
"Disana kan kampungnya. Kalau kabur saya mau kabur kemana gitu, takut, kan belum ada pengalaman di sana, karena saya pertama kali di sana kerja. Jadi nggak ada pengalaman, perasaan takut itu ada. Nggak pernah ada kepikiran mau kabur itu nggak ada," jelas Widianti.
Lebih menyedihkannya lagi Widianti juga mengungkapkan bahwa dirinya hanya memiliki waktu istirahat selama 2 jam ketika bekerja di sana. Dia dipaksa untuk bekerja di dua rumah, yaitu rumah keluarga Jamila dan rumah keluarga ibu majikannya tersebut. Waktu istirahatnya pun hanya jam 12 malam hingga 2 pagi.
Tak hanya itu saja, untuk makan pun sang majikan membatasi Widianti. Widianti hanya diperkenankan minum dari air keran saja.
Widianti menceritakan bahwa alasan awalnya memilih untuk bekerja sebagai TKI adalah untuk membiayai pengobatan sang ibu yang sedang sakit kanker. Sebelum menjadi TKI, Widianti sendiri tadinya tidak bekerja. Dia hanya mengandalkan penghasilan suaminya sebagai seorang supir.
Suatu ketika Widianti mendapatkan kabar pengiriman tenaga kerja ke Timur Tengah. Dirinya pun tertarik dan meminta restu dari suami serta ibunya. Awalnya sang suami menolak, tetapi Widianti tetap bersikeras ingin bekerja sebagai TKI.
"Karena saya maksa ya suami juga, ya nggak apa-apa kalau kamu maksa terus," jelas Widianti.
"Sama sponsor dibawa ke Jakarta, ke PT Dasa nya. PT Dasa terus dari sana cuma nunggu di rumah. Pas katanya besok katanya terbang, ke Jakarta lagi. Pas nggak terbang-terbang, di kedutaan itu ada pemilihan. Saya ikut pemilihan kedutaan, saya kepilih ke Saudi ikut, ikutan aja ke Saudi. Nggak ada pelatihan, nggak ada pembelajaran," tambahnya.
Janjinya Widianti nantinya akan memperoleh gaji sebesar 600 Riyal atau sekitar Rp 2,3 juta per bulan. Namun pada kenyataannya gajinya tersebut tidak dibayarkan utuh oleh sang majikan.
"Nggak, nggak tiap bulannya. Saya digaji itu pertama aja, pertama digaji pas udah dua bulan, itu satu bulan gaji. Katanya 'Ini gaji kamu' satu bulan. Pas kesininya saya nggak digaji. Pas mau pulang, dia kasih gaji saya," jelas Widianti.
Sekembalinya ke Indonesia, Widianti langsung menjalani pengobatan. Dirinya merasa menyesal karena telah mengabaikan perkataan sang suami dan tetap bersikeras untuk pergi dan bekerja sebagai TKI. Akibatnya, kini bekas-bekas luka itu tak hanya menetap di tubuhnya, tetapi juga di pikirannya.
Yang membuatnya semakin menyesal adalah karena sang anak juga tak lagi mengenalinya ketika Widianti pulang ke rumah. Karena hal itu, anaknya bahkan tidak mau didekati oleh dirinya.
"Iya anak saya juga nggak kenal. 'Itu bukan mama' katanya. Mama Rio mah gemuk. Itu mah bukan. Mama Rio mah masih di Saudi, katanya gitu," ungkap Widianti.
(vio/vio)