Initimate Interview
Mengenal Betty Idroos, Perempuan Pertama yang Terpilih Jadi Ketua KPU DKI
Kamis, 24 Mei 2018, menjadi hari yang membanggakan bagi Betty Epsilon Idroos. Di hari itu, ia dilantik sebagai ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) DKI Jakarta periode 2018 - 2023.
Perempuan 41 tahun itu tak pernah menyangka dirinya bakal mengemban tanggung jawab tersebut. Menurutnya, kandidat lain yang justru lebih pantas mengingat usia karier mereka yang lebih senior. Ditambah lagi, belum pernah ada perempuan yang terpilih sebagai Ketua KPU DKI.
KPU DKI sebenarnya pernah memiliki ketua perempuan, Dahliah Umar, untuk menggantikan Juri Ardiantoro yang maju pada pencalonan ketua KPU Pusat pada 2012. Baru Betty yang menjadi perempuan pertama dalam kepengurusan KPU DKI yang menduduki posisi ketua dari awal lewat proses pemilihan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya berharap teman-teman lama yang maju. Putusan yang terjadi kemudian berbeda. Saya rasa itu komitmen yang harus dijaga dan dijalankan," kata Betty saat berbincang dengan Wolipop detikcom belum lama ini.
Bukan sebuah pekerjaan yang mudah mengingat ada 7,7 juta pemilih di DKI Jakarta yang berada di bawah pengawasannya. Tantangan lain, bias gender, praktik korupsi hingga nepotisme yang terkadang membayangi lembaga ini.
Merupakan anak kedua dari lima bersaudara, Betty lahir dan besar di Medan di tengah keluarga yang sederhana. Ayahnya dulu seorang pegawai negeri sipil yang juga membuka usaha kecil-kecilan berupa warung untuk mendukung finansial keluarga.
Meski mampu menyekolahkannya di SD swasta terfavorit, orangtuanya tak mau memanjakan Betty. Sepulang sekolah, Betty harus mengayuh sepeda untuk membantu ayahnya mengantarkan barang dagangan ke warung.
Sesekali Betty merasa minder dengan teman-teman sekelas yang rata-rata berasal dari keluarga kaya. Diantar-jemput dengan mobil, pulang bisa santai bermain.
Namun, Betty selalu teringat perkataan ayahnya. "Mereka makan nasi, kamu juga makan nasi," demikian ujaran sang ayah yang memotivasi Betty untuk tetap semangat belajar tanpa memandang status dan materi orang lain.
Usaha tak pernah mengkhianati hasil. Betty kecil menjadi murid paling berprestasi dengan NEM (Nilai Ebtanas Murni) tertinggi di SD-nya.
Nilai-nilai kesederhanaan dan tekun bekerja keras yang ditanamakan orangtuanya sejak kecil turut membawa Betty meraih pendidikan terbaik. Lulus SMA, Betty berhasil masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) jurusan sosial-ekonomi lewat jalur undangan khusus PMDK.
Di IPB lah, Betty yang semasa SMP dan SMA aktif di keorganisasian sekolah mengenal dunia pemilu dan proses di baliknya. Dia terpilih sebagai salah satu anggota sukarelawan UNFREL, sebuah lembaga swadaya masyarakat, untuk mengawasi Pemilu 1999 di daerah Jasinga, Bogor.
Selanjutnya, ketika melanjutkan studi S2 di jurusan Ilmu Politik Universitas Indonesia berkat beasiswa IIEF Ford Foundation, ia ikut menggawangi Voter Education Program tingkat nasional yang bertujuan mengedukasi mahasiswa dalam menghadapi Pemilu 2004.
Sebelumnya pada 2002, Betty yang juga menaruh perhatian pada isu kesetaraan gender dan hak asasi manusia (HAM) pernah bergabung dengan Demos (Indonesian Centre for Democracy and Human Rights).
Dari pengalaman tersebut, Betty sering bertemu tokoh-tokoh penting HAM di Indonesia. Salah satunya Munir yang kasus kematiannya sempat menjadi kontroversi.
Di sela studi S2 pada 2006, Betty memutuskan cuti untuk bergabung dengan LP3ES (Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi dan Sosial) sebagai asisten peneliti.
Di tahun yang sama pula, ia memutuskan untuk berkeluarga. Baru menikah, Betty terpaksa 'meninggalkan' suaminya, Zulkarnain Amir, karena harus bertolak ke Aceh untuk keperluan penelitian LP3ES.
Pada tahun pertama pernikahannya, Betty dan suami menetap di sebuah kontrakan yang terletak di gang kecil di Manggarai, Jakarta Pusat. Ke mana-mana, ia mengandalkan kendaraan umum. Bahkan dalam kondisi hamil sekalipun. Naik-turun bus ke kantor tentu menjadi perjuangan tersendiri.
Masa-masa berat kembali dihadapinya saat kembali bekerja setelah anak pertama lahir. "Berat rasanya meninggalkan anak. Awalnya saya nangis-nangis. Saya percaya kalau rumah bahagia kalau ibu juga bahagia supaya ASI keluar dengan baik. Maka sebisa mungkin harus punya manajerial waktu yang baik," katanya.
Lulus S2 pada 2008, Betty aktif mengikuti banyak kongres dan program internasional terkait pemilu. Pada 2010, ia diundang oleh Kementerian Luar Negeri AS untuk melihat proses pemilu di beberapa negara bagian.
Wawasan Betty soal politik dan pemilu sebagai bagian dari demokrasi kian terasah sehingga memantapkannya untuk bergabung dengan KPU DKI.
Kariernya di sana diawali sebagai anggota Divisi Sosialisasi dan Pendidikan Pemilih, dan Partisipasi Masyarakat. Job desc utamanya menyampaikan informasi pemilu tingkat provinsi kepada masyarakat DKI.
Tak dipungkiri Betty, bahwa pemilu dan perpolitikan adalah dunia yang didominasi kaum pria. Pernah suatu kali kemampuannya bekerja diremehkan karena sedang hamil besar bayi kembar. Namun, Betty tak mau ambil pusing. Ia membuktikan orang tersebut salah dengan hasil pekerjaannya.
Satu lagi yang membuat Betty bertahan. "Jangan pernah menunjukkan keberpihakan di satu kelompok. Lurus-lurus saja. Beri komunikasi yang berimbang," kata ibu tiga anak ini.
Ia juga memegang teguh prinsip yang diajarkan ayahnya agar kebal dari praktik korupsi. "Jangan kau berani mengambil sesuatu yang bukan hak kamu, meski itu 25 peser sekalipun," kenang Betty menirukan wejangan sang ayah.
Di Hari Kartini ini, Betty teringat dengan sebuah kutipan sang tokoh pahlawan nasional:
"Tiada awan di langit yang tetap selamanya. Tiada mungkin akan terus-menerus terang cuaca. Sehabis malam gelap gulita lahir pagi membawa keindahan. Kehidupan manusia serupa alam."
Baginya, kata-kata Kartini tersebut merefleksikan bagaimana perjuangan seorang Kartini melalui berbagai rintangan hidup.
"Dengan situasi kondisi saat itu, seorang RA Kartini hadir sebagai sosok yg mendobrak kondisi gelap - antara lain yang melekat dengan perempuan yang minim atas edukasi yang baik- ke sisi terang dengan semangatnya memberikan pendidikan kepada kaum perempuan," katanya.
Situasi masa Kartini masih berelenvansi dengan apa yang dihadapi perempuan masa kini. Betty pun terinspirasi oleh semangat Kartini untuk selalu menebarkan kebenaran dan keadilan, baik lewat profesinya sebagai ketua KPU, maupun sebagai ibu.
Ketua KPU DKI Jakarta Betty Epsilon Idroos (Foto: Daniel Ngantung/detikcom) |
Home & Living
Ravelle Airy Premium Air Purifier HEPA13 + Aromatherapy: Udara Bersih, Mood Tenang, Hidup Lebih Nyaman
Health & Beauty
Wajib Punya! Rekomendasi 3 Sheet Mask Andalan Kulit Lebih Tenang, Lembap, dan Bebas Stress
Fashion
3 Rekomendasi Dompet Kartu Stylish & Fungsional yang Wajib Kamu Punya!
Fashion
3 Padel Bag Stylish & Fungsional yang Bikin Kamu Makin Siap Turun ke Lapangan!
Baby Ahnan: Penulis, Aktivis, Pengusaha Kuliner, hingga Pelukis
7 Fakta Greta Thunberg, Aktivis Ditangkap Israel saat Bawa Bantuan untuk Gaza
Kisah Hasna Hamida, dari Bantu Teman hingga Bangun Karir Impian ID
Kisah Nurhayati Subakat, Wanita di Balik Suksesnya Wardah & ParagonCorp
Ms. Rachel, YouTuber Tak Gentar Bela Anak Palestina Meski Diancam Boikot
Negara Ini Dikenal Punya Wanita Tercantik Tapi Kekurangan Pria untuk Dinikahi
Serum Vitamin C Korea Terbaru yang Lembut di Kulit Tanpa Mengiritasi
Ramalan Zodiak Cinta 6 Desember: Cinta Gemini Goyah, Leo Jangan Terprovokasi
Viral Influencer Ingin Ubah Tanggal Ulang Tahun Anaknya karena Dekat Natal












































Ketua KPU DKI Jakarta Betty Epsilon Idroos (Foto: Daniel Ngantung/detikcom)