Kategori Berita
Daerah
Layanan
Detik Network

Terlalu Sering Main TikTok dan YouTube Bikin Brain Rot? Ini Kata Para Ahli

Hestianingsih Hestianingsih - wolipop
Rabu, 25 Jun 2025 08:00 WIB

Anda menyukai artikel ini

Artikel disimpan

ilustrasi kecanduan gadget
Ilustrasi kecanduan gadget. Foto: Thinkstock
Jakarta -

Kehadiran media sosial telah mengubah perilaku sosial secara umum. Obsesi scrolling TikTok, berjam-jam nonton YouTube, dan ketagihan media sosial lainnya sudah bukan hal asing lagi.

Tapi benarkah semua itu bisa membuat otak kita 'rusak' dan kemampuan berpikir menurun? Kondisi ini awam disebut 'brain rot', yang kini marak diperbincangkan sebagai efek jangka panjang dari konsumsi media sosial berlebihan.

Oxford University Press bahkan sempat memilih kata 'brain rot' sebagai kata populer di 2024. Istilah ini kerap digunakan untuk menggambarkan menurunnya kualitas berpikir seseorang akibat terlalu banyak mengonsumsi konten online yang receh dan kurang menantang.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Ini seperti junk food untuk otak," jelas Dr. Andreana Benitez, dosen di departemen neurologi Medical University of South Carolina, Amerika Serikat, seperti dilansir South China Morning Post.

Meski begitu, dia menegaskan bahwa sejauh ini, dampak pasti dan sejauh mana 'brain rot' terjadi belum benar-benar bisa dibuktikan secara ilmiah.

ADVERTISEMENT

Menurut data CDC (Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS), remaja bisa menghabiskan lebih dari empat jam di depan layar setiap harinya. Bahkan orang dewasa bisa lebih lama lagi, rata-rata enam jam per hari. Sampai saat ini belum ada panduan resmi soal berapa lama durasi screen time harian yang aman.

"Penelitian soal konsep brain rot ini memang belum cukup," kata Andreana. Namun, CDC mencatat bahwa satu dari empat remaja yang terlalu sering scrolling media sosial melaporkan gejala cemas dan depresi.

Vintage filtered portrait of serious pensive young woman with smartphone - Hipster girl using mobile smart phone while drinking coffee - Concept of human emotions - Soft focus on sad worried faceIlustrasi wanita memakai gadget. Foto: thinkstock

Selain itu, riset dalam studi Adolescent Brain Cognitive Development - salah satu riset terpanjang soal tumbuh kembang otak anak di AS - menunjukkan bahwa remaja yang terlalu banyak menghabiskan waktu di depan layar cenderung lebih rentan mengalami depresi, cemas, dan bahkan gejala fisik seperti sakit kepala hingga mual.

Studi lainnya juga menyebutkan potensi hubungan antara penggunaan media sosial berlebihan dan mati rasa emosional, kewalahan secara kognitif, merasa rendah diri, hingga terganggunya memori dan kemampuan membuat keputusan. Namun, yang lebih berbahaya bukan hanya lamanya waktu di layar, melainkan apa yang mereka konsumsi selama berjam-jam di sana.

"Pada anak dan remaja, interaksi langsung dan beragam aktivitas fisik dan emosional sangat penting untuk perkembangan otaknya," kata Dr. Costantino Iadecola, direktur Feil Family Brain and Mind Research Institute di Weill Cornell Medical Centre, New York.

Dia menambahkan, "Ketika seseorang terlalu banyak bermain gadget, mereka kehilangan banyak pengalaman nyata - interaksi sosial, sentuhan, dan beragam stimulus emosi dan sensorik. Semua ini sangat penting untuk otak mereka yang sedang tumbuh."

Tak Hanya Durasi Waktu, Konten yang Dikonsumsi Juga Berpengaruh

Selain durasi waktu, konten yang dikonsumsi di media sosial juga memegang peranan besar. Menurut Andreana, ketika seseorang terlalu banyak mengonsumsi konten negatif dan dangkal, persepsi dan kesehatan mentalnya bisa terganggu. Bahkan efeknya bisa membuat kita lelah secara mental.

Lantas, berapa banyak screen time yang ideal? Andreana mengibaratkannya seperti makan junk food.

"Makan keripik sekali-sekali tidak apa-apa, tapi kalau makan tiga bungkus sekaligus ya pasti bermasalah," katanya.

BoringIlustrasi kecanduan gadget. Foto: thinkstock

Sayangnya, mengatur anak-anak untuk lebih bijak memakai gadget bukan perkara mudah. Terlebih lagi di era sekarang, ketika teknologi sudah hadir di segala aspek kehidupan.

"Sekarang segala urusan, dari sekolah hingga hiburan, semua pakai layar. Orang tua harus memantau konten dan memastikan anak-anak tetap berpikir kritis saat bermain gadget," ujarnya.

American Academy of Pediatrics (AAP) sendiri menyarankan agar keluarga membuat kesepakatan soal jadwal screen time, serta memilih penggunaan gadget untuk kegiatan kreatif dan positif, sekaligus meluangkan waktu untuk berinteraksi langsung.

"Tidak semua screen time itu buruk," tambah Constantino.

"Selama kontennya bermanfaat dan sesuai kebutuhan, itu bisa positif," pungkasnya.

Satu hal yang paling penting, jangan sampai ketagihan dan berlebihan. Semua harus seimbang.

(hst/hst)


Anda menyukai artikel ini

Artikel disimpan

Artikel Fokus Selanjutnya
Wolipop Signature
Detiknetwork
Hide Ads