Kategori Berita
Daerah
Layanan
Detik Network

Salah Paham Tentang Meditasi dan Cara Menemukan Kebahagiaan Hidup Sejati

Daniel Ngantung - wolipop
Minggu, 08 Des 2024 13:03 WIB

Anda menyukai artikel ini

Artikel disimpan

Black woman, breath and hand on chest, for meditation and wellness being peaceful to relax. Bokeh, African American female and lady outdoor, in nature and being calm for breathing exercise and health
Ilustrasi meditasi (Foto: Getty Images/iStockphoto/PeopleImages)
Jakarta -

Menavigasi hidup di tengah kesulitan memang terkadang menggundahkan. Namun, bukan berarti kita tidak bisa merasa bahagia dan damai pada saat bersamaan.

Ketika musim hujan datang seperti saat ini, muncul kekhawatiran akan bencana banjir atau sesederhana jemuran yang tak kunjung kering. Cuaca panas pun menimbulkan kecemasan pula, mulai dari polusi yang membahayakan kesehatan hingga kekeringan yang berujung kerugian.

Rasa cemas tersebut yang kemudian memicu stres sehingga mengusik kebahagiaan. Apalagi kita tinggal dalam era media sosial yang mengekspos kehidupan orang lain sehingga kita mudah terpancing untuk membandingkan nasib.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Terlepas dari itu semua, seniscaya apa sukacita yang dapat kita rasakan?

Pertanyaan tersebut muncul dalam sebuah pertemuan langka dengan Shyalpa Tenzin Rinpoche, guru spiritual dari Tibet, di Bali beberapa waktu lalu dalam rangka pembukaan Labyrinth Dome & Art Gallery di Nuanu Creative City.

ADVERTISEMENT

Menurut Rinpoche, rasa damai dan bahagia sesungguhnya tak terasosiasi dengan segala yang bersifat material. Menjadi diri sendiri adalah kunci.

Happy smile young adult asian business single woman hand up with heart gesture. Wear silver accessory and charm for lover faith on valentine day. City people lifestyle concept.Ilustrasi wanita bahagia. (Foto: Getty Images/iStockphoto/Wiphop Sathawirawong)

"Tak ada yang lebih berharga di kehidupan ini selain melakoninya sebagaimana dirimu apa adanya," ungkap Rinpoche.

Ia menambahkan, cara seseorang menginternalisasikan jati dirinya sangat berkaitan dengan pemaknaan gaya hidup. Maka, mustahil rasa bahagia itu hadir jika hidup dalam penuh kepura-puraan.

"Ketika gaya hidupmu tidak natural, tidak akan ada kenyamanan. Kepalsuan... itu tidak akan menolong sedikitpun," tuturnya lagi.

Lahir di kaki pegunungan Himalaya, Shyalpa Tenzin Rinpoche memulai pelatihan monastiknya pada usia empat tahun. Ia melanjutkan pendidikannya di Universitas Buddhis Sarnath di Varanasi, India, serta menerima ajaran dari para guru besar Buddhis terkemuka.

Dalam ajarannya, pria yang pernah diundang berbicara di pertemuan internasional seperti Forum Ekonomi Dunia di Davos, Swiss, mendorong kesadaran penuh, cinta tanpa syarat, serta pengakuan akan kebaikan intrinsik dalam diri sebagai jalan menuju kedamaian batin dan global.

Filosofi Rinpoche berpusat pada keyakinan bahwa kedamaian adalah sifat alami manusia, yang hanya terselubung oleh emosi dan keterikatan yang bersifat sementara. Ia mengajarkan pentingnya kemurahan hati, kesadaran diri, dan niat murni untuk menciptakan harmoni dalam diri serta dunia.

Shyalpa Tenzin RinpocheShyalpa Tenzin Rinpoche saat berceramah di Labyrinth Dome yang bagian kubah megahnya dihiasi permainan visualisi memukau. (Foto: Daniel Ngantung/detikcom)

Pesan itu pula yang ia sampaikan dalam sebuah sesi spiritual yang digelar di Labyrinth Dome. Malam sebelumnya, para tamu pembukaan dimanjakan dengan pertunjukan seni bertajuk Bali Mystic di bangunan berbentuk kubah seluas 600 meter persegi itu.

Melibatkan lima bentuk seni tradisional Bali seperti Kecak, Gambuh, Wayang Kulit, Topeng Telek, dan Barong Landung, setiap babak memadukan musik, tarian, dan teknologi visualisasi yang diproyeksikan ke kubah 360 derajat.

Dalam ceramahnya, Shyalpa Tenzin Rinpoche juga menyampaikan kesalahan masyarakat awam tentang meditasi. "Kadang orang-orang bermeditasi dengan tujuan untuk melarikan diri dari dunia ini. Suatu saat kita juga akan pergi dari dunia, kenapa harus melakukannya sekarang?" katanya sambil tersenyum.

Shyalpa Tenzin RinpocheShyalpa Tenzin Rinpoche (Foto: Dok. pribadi)

Rinpoche menjelaskan, meditasi didefinisikan sebagai strategi kita dalam merespons apa yang terjadi di sekitar kita, baik itu hal yang positif maupun negatif.

Ia menggunakan istilah manajemen perasaan dengan merujuk pada Buddha. "Sang Buddha adalah manajer terbaik yang pernah ada di dunia ini karena dapat mengatur perasaan, emosi, dan keadaannya dengan baik. Sampai hari ini, ajarannya masih tetap relevan bahkan setelah ribuan tahun," ungkap penulis buku 'Living Fully - Finding Joy in Every Breath' ini.

(dtg/dtg)

Anda menyukai artikel ini

Artikel disimpan

Artikel Fokus Selanjutnya
Artikel Terkait
Wolipop Signature
Detiknetwork
Hide Ads