Menurut Pakar Gizi, Santap Sahur Paling Penting Ketimbang Buka Puasa
Hestianingsih - wolipop
Kamis, 23 Jun 2016 12:32 WIB
Jakarta
-
Selama menjalankan ibadah puasa di Bulan Ramadan, banyak orang yang lebih mementingkan menu untuk berbuka ketimbang sahur. Padahal menurut pakar gizi Emilia Achmadi, MS., RD., santap sahur justru yang paling penting.
Kebiasaan yang sering terjadi di Indonesia, orang cenderung makan sahur dengan menu yang apa adanya dengan alasan mengantuk atau lelah. Bahkan ada yang rela tidak sahur demi bisa tidur lebih lama, atau hanya minum segelas air ketika terlambat bangun sahur.
"Tidak bisa seperti itu. Antara sahur sampai buka puasa kita tidak makan 12 jam lebih. Belum lagi ketika tidur dari malam sampai sahur. Tidak makan selama belasan jam itu dampaknya sangat negatif. Buat saya sahur is everything," kata pakar gizi klinis dan olahraga ini saat Media Workshop 'Tetap Sehat Setelah Ramadan' bersama Greenfields di Harlow Brasserie, H Tower, Jl. HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (22/6/2016).
Selain lemas, tubuh juga tidak bisa menjalankan aktivitasnya secara optimal sepanjang hari. Belum lagi risiko gangguan pencernaan yang mungkin terjadi dan kemungkinan paling parahnya, malnutrisi.
Wanita yang akrab disapa Emil ini menekankan, menu sahur haruslah lengkap. Terdiri dari karbohidrat, serat, protein dan cairan. Jumlahnya tidak perlu banyak, tapi cukup untuk menyediakan energi untuk puasa sekaligus beraktivitas seharian.
"Karbohidrat harus ada bahkan jika itu hanya nasi putih. Kalau bisa option yang lain tapi jika cuma ada nasi putih tidak apa-apa asal balance dengan sayuran. Roti, sereal, buah juga boleh karena memiliki serat. Lalu protein, pilih salah satu mau makan telur atau segelas susu. Idealnya dua-duanya. Minum susu 200 cc (satu gelas) lalu air putih. Sudah cukup," jelas pakar nutrisi lulusan Oklahoma State University ini.
Begitu tiba buka puasa, Emil menyarankan untuk tidak kalap dengan segala makanan lezat yang terpampang di meja makan. Kebiasaan keliru yang paling sering dilakukan orang Indonesia adalah cenderung melahap semua makanan sekaligus. Padahal setelah kosong lebih dari 12 jam, perut perlu bekerja secara perlahan dan bertahap.
"Buka puasa biasanya kolak, es buah, gorengan, bahkan ada yang langsung makan besar. Itu salah. Berbukalah dengan yang manis dan hangat tapi jumlahnya sedikit sekali. Gunanya untuk starter engine tubuh. Setelah makan yang manis hangat, biarkan mulut aktif olah makanan, diamkan dulu, baru makan besar," tuturnya.
Menjelang tidur, Anda boleh meminum segelas susu hangat maupun dingin. Susu sapi kaya akan kalsium dan vitamin B kompleks yang berkhasiat merelaksasi otot.
"Jadi tubuh terasa lebih enak dan bisa tidur nyenyak," singkatnya. (hst/dng)
Kebiasaan yang sering terjadi di Indonesia, orang cenderung makan sahur dengan menu yang apa adanya dengan alasan mengantuk atau lelah. Bahkan ada yang rela tidak sahur demi bisa tidur lebih lama, atau hanya minum segelas air ketika terlambat bangun sahur.
"Tidak bisa seperti itu. Antara sahur sampai buka puasa kita tidak makan 12 jam lebih. Belum lagi ketika tidur dari malam sampai sahur. Tidak makan selama belasan jam itu dampaknya sangat negatif. Buat saya sahur is everything," kata pakar gizi klinis dan olahraga ini saat Media Workshop 'Tetap Sehat Setelah Ramadan' bersama Greenfields di Harlow Brasserie, H Tower, Jl. HR Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (22/6/2016).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Wanita yang akrab disapa Emil ini menekankan, menu sahur haruslah lengkap. Terdiri dari karbohidrat, serat, protein dan cairan. Jumlahnya tidak perlu banyak, tapi cukup untuk menyediakan energi untuk puasa sekaligus beraktivitas seharian.
"Karbohidrat harus ada bahkan jika itu hanya nasi putih. Kalau bisa option yang lain tapi jika cuma ada nasi putih tidak apa-apa asal balance dengan sayuran. Roti, sereal, buah juga boleh karena memiliki serat. Lalu protein, pilih salah satu mau makan telur atau segelas susu. Idealnya dua-duanya. Minum susu 200 cc (satu gelas) lalu air putih. Sudah cukup," jelas pakar nutrisi lulusan Oklahoma State University ini.
Begitu tiba buka puasa, Emil menyarankan untuk tidak kalap dengan segala makanan lezat yang terpampang di meja makan. Kebiasaan keliru yang paling sering dilakukan orang Indonesia adalah cenderung melahap semua makanan sekaligus. Padahal setelah kosong lebih dari 12 jam, perut perlu bekerja secara perlahan dan bertahap.
"Buka puasa biasanya kolak, es buah, gorengan, bahkan ada yang langsung makan besar. Itu salah. Berbukalah dengan yang manis dan hangat tapi jumlahnya sedikit sekali. Gunanya untuk starter engine tubuh. Setelah makan yang manis hangat, biarkan mulut aktif olah makanan, diamkan dulu, baru makan besar," tuturnya.
Menjelang tidur, Anda boleh meminum segelas susu hangat maupun dingin. Susu sapi kaya akan kalsium dan vitamin B kompleks yang berkhasiat merelaksasi otot.
"Jadi tubuh terasa lebih enak dan bisa tidur nyenyak," singkatnya. (hst/dng)
Elektronik & Gadget
Bikin Sejuk Dimanapun Kamu! Intip 3 Rekomendasi Kipas Mini Portable Di Bawah 200 Ribu
Hobbies & Activities
4 Novel Ini Menggugah Rasa dan Pikiran, Layak Dibaca Sekali Seumur Hidup
Elektronik & Gadget
Vivo iQOO 15: Flagship Baru Super Kencang dengan Snapdragon 8 Elite Gen 5 & Layar 144Hz
Elektronik & Gadget
KiiP Wireless EW56: Power Bank Magnetik yang Bikin Hidup Lebih Praktis
Artikel Terkait
ARTIKEL LAINNYA
Nggak Cuma Enak Jadi Camilan, Dark Chocolate Juga Bisa Memperlambat Penuaan
Studi Ungkap Bawang Putih Ternyata Bisa Jadi Mouthwash Alami Lawan Bakteri
Tipe Orang Saat Olahraga Berdasarkan Zodiaknya: Mana yang Kamu Banget?
Bukan karena Pewarnaan, 80% Rambut Wanita Indonesia Rusak karena Ini
Fakta! Kentut Wanita Lebih Bau Dibanding Pria, Ada Penjelasan Ilimiahnya
Most Popular
1
9 Potret Thalia 'Rosalinda' Tak Menua Bak Vampir, Ini Rahasia Awet Mudanya
2
9 Aktor Drama China Pendek yang Wajah Gantengnya Sering Muncul di HP
3
8 Cara Menyadarkan Teman yang Cinta Buta, Tanpa Merusak Persahabatan
4
Gelar Miss Universe Finland 2025 Dicopot Usai Unggahan Rasis
5
Putih Jadi Warna 2026, Pantone Dihujani Kritik dan Tuduhan Tonedeaf
MOST COMMENTED











































