Sempat 'menghilang', dasi diprediksi bakal mendominasi tren fashion setahun ke depan. Aksesori yang identik dengan tampilan formal para lelaki mapan ini kembali, tapi dengan gaya yang lebih kasual dan lintas gender. Opsi berbahan wastra dari desainer lokal memberi warna tersendiri.
Sejarah dasi atau neck tie dapat ditarik dari abad ke-17 ketika para prajurit Kroasia mengenakan kain terikat di leher sebagai bagian dari seragam mereka.
Pada abad ke-19, revolusi mode laki-laki di Inggris menghasilkan berbagai model ikatan yang lebih praktis, hingga akhirnya muncul dasi panjang seperti yang dikenal saat ini pada awal abad ke-20.
Sejak itu pula, dasi menjadi aksesori wajib untuk pakaian-pakaian resmi, mulai dari pernikahan, hingga kantor atau pertemuan bisnis.
Namun, eksistensi dasi sempat terabaikan ketika pandemi 'memaksa' orang-orang untuk berpenampilan lebih santai karena semua aktivitas terpusat di rumah.
Bahkan ketika kondisi berangsur normal seiring dengan kembalinya kegiatan work from office (WFO) di perkantoran, dasi belum begitu dilirik.
Di pertemuan G7 pada 2022 lalu saja, seperti disorot CNN, para pemimpin dunia mengabaikan dasi mereka untuk sesi foto resmi bersama.
Pernyataan Gildo Zegna, petinggi Ermenegildo Zegna Group yang menaungi label pakaian formal pria Italia Ermenegildo Zegna, semakin mempertegas menurunnya popularitas dasi.
"Untuk dasi sendiri, saya sulit melihat ada masa depan yang cerah," kata Gildo kepada Business of Fashion.
Namun layaknya sebuah tren fashion yang datang dan pergi, dasi pun demikian. Sorotan tertuju pada gaya Zendaya di karpet merah After Party Oscar 2022 di mana setelan berdasi keluaran Sportmax menjadi andalan sang aktris.
Tanda 'kebangkitan' dasi makin terlihat di panggung pekan mode busana siap pakai wanita beberapa tahun terakhir. Dasi yang mulanya hanya untuk pria, kini dipakai wanita sehingga memberi pernyataan fashion yang feminis.
Dari Bottega Veneta di Milan Fashion Week, hingga Saint Laurent, Louis Vuitton di Paris Fashion Week, berbagai versi dasi ditawarkan.
Dasi bahkan diadaptasi untuk tampilan yang lebih kasual. Di koleksi busana pria perdananya sebagai desainer Dior, Jonathan Anderson memadukan kemeja berdasi dengan celana cargo pendek atau jeans yang memberi kesan santai.
Desainer Indonesia pun punya cara tersendiri untuk merespons tren tersebut. Kenapa tidak mengaplikasikannya dengan mengangkat kearifan lokal?
Wilsen Willem menawarkannya dengan teknik batik cap di koleksi kolaborasi terbarunya bersama OE yang bertajuk 'Siklus 3.0'. Dasinya dihiasi motif garis dan kincir khas Wilsen, berpadu apik dengan baju bermotif senada.
Di Jakarta Fashion Week (JFW) 2026 baru-baru ini, Studio Moral dan Cita Tenun Indonesia menyertakan dasi yang terbuat dari tenun Lombok. Siapa yang menyangka jika dasi tersebut dapat menyempurnakan outfit bertema punk.
Masih di panggung JFW, Angelita Nurhadi dari Studio Jeje melakukan pendekatan yang lebih girly. Sulit untuk tidak jatuh cinta pada dasi pink yang dipermanis dengan bordiran bernuansa floral nan berkilauan.
Simak Video "Video: Tren Jeans di Mata Desainer Ria Miranda"
(dtg/dtg)