ADVERTISEMENT

Ini 2 Prinsip yang Mesti Dijaga Brand Fesyen untuk Berkembang

Yudistira Perdana Imandiar - wolipop Senin, 31 Jan 2022 20:56 WIB
Epson Monna Lisa Evo Tre 16 dikendalikan dengan rangkaian printhead baru, dilengkapi teknologi PrecisionCore Epson. Foto: Yudistira Perdana Imandiar/detikcom
Jakarta -

Industri fesyen merupakan ladang bisnis yang menjanjikan. Namun, tantangan yang dihadapi para pengusaha fesyen tidaklah mudah lantaran persaingan yang begitu ketat.

Desainer sekaligus Founder Brand Fesyen 'By Ayu Dyah Andari', Ayu Dyah Andari mengungkapkan ada dua prinsip yang mesti ditanamkan dalam berbisnis fesyen. Pertama, yaitu membuat ciri khas dari sebuah brand.

Ayu mengatakan tren di industri fesyen sangat dinamis dan bergerak cepat. Jika tidak memiliki benang merah desain yang khas, maka sebuah brand akan sulit memiliki identitas yang dikenal oleh publik.

Menurut Ayu, pemilik brand fesyen harus jeli melihat tren dan potensi pasar, namun jangan hanya sekadar ikut-ikutan. Dalam setiap inovasi desain, identitas brand, baik berupa motif, potongan, dan sebagainya harus tetap dipertahankan.

"Benar kita harus melihat market benar kita harus lihat potensi, tapi ciri khas produk kita tidak boleh dilupakan. Jadi identity kita harus selalu dijaga. Jadi jangan sekadar ikutan tren, tapi kita harus jaga identitas brand kita," ungkap Ayu dalam acara soft launching Epson Monna Lisa Evo Tre 16 di pabrik Baju Kertas & Co, Bandung, Jawa Barat, Senin (31/1/2022).

Ia pun membagikan kiat agar sebuah brand bisa menemukan identitasnya. Sejatinya, kata Ayu, identitas bisa diperoleh cukup dengan menyertakan aspek kecil yang unik pada setiap produk. Diakuinya, untuk mendapatkan keunikan tersebut, dibutuhkan kerja keras dan inovasi tanpa henti.

"Kita itu harus push kemampuan kita sampai titik terakhir jadi ketika kita mau buat sesuatu (produk), harus bisa tetap pertahanya identitas. Misalnya saya buat baju yang modelnya sebenarnya simpel, harus ada signaturenya yang orang lain belum punya. Nah itu kita melakukan riset terus-terusan, kita buat sampel ini bisa sampai puluhan kali. Jadi gimana caranya kita push diri kita agar punya sesuatu yang beda dan mempertahankan identity kita. Karena sentuhan kecil saja membuat itu jadi milik aku," papar Ayu.

Selain itu, prinsip yang kedua, Ayu mengungkapkan pemilik brand juga harus peka dengan keinginan customer. Untuk mengakomodir tren dan selera konsumennya, Ayu kerap membuat forum diskusi untuk menampung masukan dari customer loyalnya. Tentunya masukan yang diterima akan divariasikan dengan ciri khas yang telah melekat pada brand.

"Ada proses kreatif yang nggak hanya dimulai dari aku, tapi kita mulai dari customer, jadi biasanya aku kumpulin perwakilan A Lady atau orang-orang yang pakai produk Ayu Dyah Andari, aku tanya apa yang ingin kalian pakai, motif apa yang kalian suka, warna apa yang kalian suka jadi semacam group discussion," tuturnya.

Ia menambahkan keberadaan teknologi juga menjadi pendorong bagi brand fesyen untuk berkembang. Misalnya, teknologi printing digital menggunakan printer direct to fabric Epson Monna Lisa Evo Tre 16 yang memungkinkan pencetakan langsung ke kain dengan kecerahan warna yang akurat dan variasi warna yang luas. Menurut Ayu, Epson Monna Lisa Evo Tre 16 bisa mendukung pengembangan variasi produk brand fesyen.

"Monna Lisa Evo Tre 16 ini seperti jawaban dari doa-doa saya. Karena dengan proses printing yang lama itu aku sering kali nemuin bahan yang seratnya lembut aku suka, setelah printing seratnya mengeras karena proses yang panjang. Tapi dengan digital printing ini tidak mengubah kualitas seratnya dan lebih cepat," urai Ayu



Simak Video "Kemenparekraf: Pentingnya Bisnis Fashion Digital di Era Pandemi"
[Gambas:Video 20detik]
(akn/eny)