Kisah Indra Sulap Eceng Gondok Jadi Tas Cantik Demi Lestarikan Citarum
Yudha Maulana - wolipop
Minggu, 30 Jun 2019 12:03 WIB
Bandung Barat
-
Indra Darmawan (47) mampu menyulap eceng gondok menjadi sesuatu yang bernilai ekonomis. Ia mengubah tanaman gulma di perairan itu menjadi tas dan aneka kerajinan lainnya.
"Sejauh ini eceng gondok yang ada diangkut saja dari sungai dan dibuang. Padahal bisa diberdayakan dan diproses," kata Indra, Jumat (29/6/2019).
Ia melihat tak ada satu pun yang sia-sia tercipta di alam ini, termasuk eceng gondok yang selama ini dipandang sebagai salah satu penyebab kian mendangkalnya Sungai Citarum.
"Kalau akarnya semakin panjang ke tanah, bisa terjadi sedimentasi. Di samping itu eceng gondok juga menyerap oksigen di dalam air dan menutupi cahaya matahari, sehingga ikan dan makhluk hidup lainnya bisa terancam," kata Indra.
Kendati demikian, katanya, eceng gondok memiliki fungsi menyerap racun yang berada di dalam air. Sehingga, tanaman ini jangan dimusnahkan, tapi harus dikendalikan penyebarannya.
Ia pun kemudian mengisiasi pembuatan tas dari eceng gondok dengan melibatkan masyarakat sekitar yang ia beri pelatihan sebelumnya. Alhasil, usaha ini berbuah manis.
"Dari eceng gondok ini bisa dibuat berbagai kerajinan, seperti tas, satu tas ini bisa dijual dengan harga Rp 50 ribu hingga Rp 150 ribu," katanya.
Dalam sebulan, bisa diproduksi 100-200 buah tas eceng gondok yang dijual secara online atau offline. "Dalam sebulan bisa mendapat lebih dari Rp 10 juta," katanya.
Tak hanya tas, eceng gondok juga disulap menjadi sepatu, tempat tisu bahkan meja.
Kerajinan dari eceng gondok ini merupakan salah satu upaya untuk melestarikan Sungai Citarum yang dilakukan Indra bersama Yayasan Bening Saguling Foundation.
"Kami ingin masyarakat lebih peduli dengan Citarum, kami berdayakan masyarakat dan Citarum lebih lestari," katanya.
Ia pun rutin memberikan sosialisasi dan berbagai pelatihan, bahkan warga mancanegara yang ingin belajar membuat kerajinan dari eceng gondok juga ia layani.
"Zero waste, eceng gondok bisa menjadi atap, tempelan bilik bambu dan juga pot untuk tanaman aquaponik," ujar Indra.
Tidak hanya itu, pihaknya memiliki saung bambu yang salah satu bahannya menggunakan eceng gondok. Lembaga pemberdayaan yang diinisiasi sejak 2014 ini terus berkembang, hingga akhirnya tercipta sekolah alam.
"Sekolah alam ini untuk tingkat TK dan SMP, anak-anak diajarkan untuk produktif dan mencintai alam. Awalnya yang ikut hanya anak pemulung dan keluarga tidak mampu, namun sekarang yang umum juga ada, dan yang mampu harus membayar," katanya. (eny/eny)
"Sejauh ini eceng gondok yang ada diangkut saja dari sungai dan dibuang. Padahal bisa diberdayakan dan diproses," kata Indra, Jumat (29/6/2019).
Ia melihat tak ada satu pun yang sia-sia tercipta di alam ini, termasuk eceng gondok yang selama ini dipandang sebagai salah satu penyebab kian mendangkalnya Sungai Citarum.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Indra, perajin eceng gondok. Foto: Yudha Maulana/Detikcom |
Kendati demikian, katanya, eceng gondok memiliki fungsi menyerap racun yang berada di dalam air. Sehingga, tanaman ini jangan dimusnahkan, tapi harus dikendalikan penyebarannya.
Ia pun kemudian mengisiasi pembuatan tas dari eceng gondok dengan melibatkan masyarakat sekitar yang ia beri pelatihan sebelumnya. Alhasil, usaha ini berbuah manis.
"Dari eceng gondok ini bisa dibuat berbagai kerajinan, seperti tas, satu tas ini bisa dijual dengan harga Rp 50 ribu hingga Rp 150 ribu," katanya.
Foto: Yudha Maulana/Detikcom |
Dalam sebulan, bisa diproduksi 100-200 buah tas eceng gondok yang dijual secara online atau offline. "Dalam sebulan bisa mendapat lebih dari Rp 10 juta," katanya.
Tak hanya tas, eceng gondok juga disulap menjadi sepatu, tempat tisu bahkan meja.
Kerajinan dari eceng gondok ini merupakan salah satu upaya untuk melestarikan Sungai Citarum yang dilakukan Indra bersama Yayasan Bening Saguling Foundation.
"Kami ingin masyarakat lebih peduli dengan Citarum, kami berdayakan masyarakat dan Citarum lebih lestari," katanya.
Foto: Yudha Maulana/Detikcom |
Ia pun rutin memberikan sosialisasi dan berbagai pelatihan, bahkan warga mancanegara yang ingin belajar membuat kerajinan dari eceng gondok juga ia layani.
"Zero waste, eceng gondok bisa menjadi atap, tempelan bilik bambu dan juga pot untuk tanaman aquaponik," ujar Indra.
Tidak hanya itu, pihaknya memiliki saung bambu yang salah satu bahannya menggunakan eceng gondok. Lembaga pemberdayaan yang diinisiasi sejak 2014 ini terus berkembang, hingga akhirnya tercipta sekolah alam.
"Sekolah alam ini untuk tingkat TK dan SMP, anak-anak diajarkan untuk produktif dan mencintai alam. Awalnya yang ikut hanya anak pemulung dan keluarga tidak mampu, namun sekarang yang umum juga ada, dan yang mampu harus membayar," katanya. (eny/eny)
Hobbies & Activities
4 Novel Ini Menggugah Rasa dan Pikiran, Layak Dibaca Sekali Seumur Hidup
Elektronik & Gadget
KiiP Wireless EW56: Power Bank Magnetik yang Bikin Hidup Lebih Praktis
Home & Living
Tidak Perlu Repot Bawa Setrika Besar! Setrika Ini Harus Kamu Bawa saat Traveling
Health & Beauty
Bulu Mata Lentik Instan Tanpa Ribet! Cek 3 Produk Ini, Praktis untuk Pemula
Artikel Terkait
ARTIKEL LAINNYA
Justin Bieber Rilis Sneakers Cetak 3D, Harga Dibanderol Rp 22 Jutaan
Brand Fashion AS 'Serbu' Indonesia: Ekonomi Melambat, Minat Belanja Tak Surut
Beyonce Hingga Nicole Kidman Ditunjuk Sebagai Co-Chair MET Gala 2026
Outfit Lewis Hamilton Serba Dior di F1 Abu Dhabi 2025, Disebut Fashion Victim
Makna Busana Serasi Oranye Timothee Chalamet & Kylie Jenner yang Jadi Sorotan
Most Popular
1
Foto: Miss Universe Thailand Pimpin Tim RI di SEA Games, Anggun Bersongket
2
10 Artis Drama China Pendek Terpopuler di 2025, Pesonanya Bikin Jatuh Cinta
3
Visual Kelewat Imut, Lee Je Hoon Bikin Netizen Gemas, Tak Disangka Ahjussi
4
Viral Verificator
Viral Pernikahan 'Satset' ala Gen Z, Cuma Akad di Masjid Tanpa Resepsi
5
Putri Brunei Anisha Rosnah Pamer Baby Bump, Anak Pertama dengan Pangeran Mateen
MOST COMMENTED












































Indra, perajin eceng gondok. Foto: Yudha Maulana/Detikcom
Foto: Yudha Maulana/Detikcom
Foto: Yudha Maulana/Detikcom