Kategori Berita
Daerah
Layanan
Detik Network

Dolce & Gabbana Jadi Kontroversi karena Rilis Sandal Budak

Eny Kartikawati - wolipop
Selasa, 08 Mar 2016 11:40 WIB

Anda menyukai artikel ini

Artikel disimpan

Foto: Dolce & Gabbana
Jakarta - Brand Italia Dolce & Gabbana menjadi kontroversi karena produk yang dirilis di situs mereka. Produk berupa sepasang sandal itu dinamai slave sandals. Protes pun membanjiri akun media sosial Dolce & Gabbana.

Slave sandals yang dirilis tersebut merupakan bagian dari koleksi spring/summer 2016. Sandal dengan dominasi warna merah dan detail pom pom itu dalam deskripsi produk disebutkan sebagai sebuah pernyataan cinta pada Italia yang diungkapkan melalui busana unik.

Sandal atraktif ini dijual dengan harga US$ 2.395. Untuk membeli sandal tersebut, seperti ditulis di website belanja Dolce & Gabbana, pembeli harus melakukan pre-order atau pemesanan terlebih dahulu.

Penamaan dari sandal itu yang mendapat banyak protes dari pengguna media sosial. Mereka menyebut pihak Dolce & Gabbana mendukung perbudakan. Ada juga yang menuduh brand tersebut berperilaku rasis.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"The designers behind Dolce & Gabbana are just racist. This is the second time this has happened. 1st, the "Mammy" earrings, now "Slave" sandals," demikian pengguna Twitter bernama Tahirah hairson menuliskan tweet pada akun Dolce & Gabbana.

Baca Juga: 50 Inspirasi Busana untuk Kondangan

Namun tidak semua orang mencaci brand yang sudah berdiri sejak 1985 itu. Ada juga yang membelanya dan menyebutkan bahwa nama sandal tersebut diambil dari nama Romawi zaman dulu.

Salah satu orang yang memberikan dukungan itu adalah Tim Blanks dari The Business Fashion. "Istilah tersebut sekarang ini cukup umum ditemukan di industri ini, khususnya di Hollywood, di mana ada Ben Hur dan Spartacus. Orang-orang banyak menggunakannya sekarang," katanya.

Meski demikian menurut Tim, seharusnya pihak Dolce & Gabbana bisa menggunakan nama yang lebih aman. "Misalnya gladiator sandal sebagai alternatif," ujarnya.

Merilis produk yang kemudian menjadi kontroversi memang bukan hal asing untuk brand yang berbasis di Milan, Italia itu. Pada 2012 mereka juga pernah tersandung masalah serupa saat memamerkan koleksi terbaru di Milan Fashion Week. Saat itu model yang tampil didandani dengan anting-anting berbentuk wanita kulit hitam yang diyakini sebagai budak oleh para pengamat fashion. (eny/ays)
Tags

Anda menyukai artikel ini

Artikel disimpan

Artikel Fokus Selanjutnya
Artikel Terkait
Wolipop Signature
Detiknetwork
Hide Ads