Kategori Berita
Daerah
Layanan
Detik Network

Cerita Emak-emak di Banten Berani Rintis UMKM Meski Modal Seadanya

Daniel Ngantung - wolipop
Rabu, 31 Mei 2023 14:30 WIB

Anda menyukai artikel ini

Artikel disimpan

Hajah Lina Pemilik Sanrah Food
Lina Rahmania, pendiri Sanrah Food yang produk Sambal Hj. Lina racikannya sudah diekspor. Nenek dua cucu ini mengawali usahanya dengan modal Rp 500.000. (Foto: Daniel Ngantung/detikcom)
Serang -

Modal terbatas bukan penghalang bagi ibu-ibu di Banten untuk merintis usaha. Karya mereka bahkan bisa bermanfaat bagi orang sekitar.

Lina Rahmania mendirikan Sanrah Food pada 2015 saat memasuki masa-masa lansia. Suaminya yang kala itu bekerja sebagai pegawai bank akan segera memasuki masa pensiun sehingga Lina ingin berbuat sesuatu untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

Terbesit ide untuk berjualan sambal hasil racikan sendiri. Kebetulan adiknya juga sudah berkecimpung di bisnis kuliner.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Modal waktu itu paling sekitar Rp 500.000 buat beli 3 kg cabai," ungkap nenek dua cucu itu saat ditemui di rumahnya di Serpong, Tangerang Selatan, Rabu (24/5/2023).

Di rumah yang lokasinya tak jauh dari Stasiun Serpong itu, Lina memproduksi sambal yang diberi merek Hj. Lina. Sering ikut bazar dan pameran menjadi 'jalan ninja' Lina untuk mempromosikan jualannya.

ADVERTISEMENT

Produknya seperti sambal kecombrang dan sambal tuna ternyata disukai banyak orang. Satu toples sambal ukuran 135 gr yang dipatok pada kisaran Rp 30.000 - Rp 40.000 selalu laris terjual setiap kali Lina ikut bazaar.

Berkat kesuksesan tersebut, tawaran pameran di luar negeri mendatangi Lina. Meski biaya ongkos ditanggung sendiri, ia melihat ada peluang.

Lina pun mencoba mengajukan peminjaman ke Bank. Selain buat membiayai akomodasi, ia juga menyisihkan uang tersebut untuk kebutuhan inovasi produk.

"Waktu itu saya coba pinjam Rp 50 juta dari BRI. Persyaratannya cukup mudah," kata Lina yang sudah dua kali berpameran di China dan Rusia.

Sambal racikan Lina kini sudah diekspor ke Malaysia, Singapura, dan menyusul Australia. Selain sambal, Sanrah Food juga menawarkan produk makanan beku.

Hajah Lina Pemilik Sanrah FoodHajah Lina Pemilik Sanrah Food Foto: Daniel Ngantung/detikcom

"Bersyukur alhamdulillah, omzetnya cukup untuk menggaji tujuh karyawan, bayar bonus mereka tepat waktu, dan lunasin utang di bank," kata Lina yang semasa awal pandemi bisa meraup pemasukan hampir Rp 200 juta dalam sebulan.

Karyawan Lina didominasi perempuan yang tinggal di sekitar rumahnya. Salah satunya Elis, 49 tahun, yang mulai kerja dari hari pertama Sanrah Food dirintis. "Betah di sini karena, selain dekat rumah, upahnya juga sangat membantu untuk kebutuhan hidup, termasuk biaya sekolah anak," ujar perempuan asal Sukabumi, Jawa Barat, itu.


Modal Uang Pensiun Orangtua

Cerita lain datang Ratu Nijmah Salamah, ibu tiga anak yang berada di balik UMKM Batik Ratu & Souvenir.

Berbasis di Serang, Ratu yang memiliki latar belakang sebagai akademisi mengaku merintis usaha tersebut setelah temannya, seorang perajin batik asal Solo, minta masukan soal motif khas Banten.

Foto Batik Banten RatuRatu Nijmah Salamah, pendiri Batik Ratu & Souvenir. (Foto: Daniel Ngantung/detikcom)

Singkat cerita, setelah mempromosikan batik tersebut lewat grup Whatsapp, ia malah diundang pameran oleh Balai Pelestarian Cagar Budaya Banten pada 2021.

Respons positif yang datang lantas memotivasi perempuan kelahiran September 1983 ini untuk membuat label batik sendiri.

"Modalnya saya pinjam dari uang pensiun ibu. Beliau dulu berprofesi sebagai guru," kata Ratu kepada Wolipop di rumahnya, Rabu (24/5/2023).

Berbekal pengetahuannya soal sejarah Banten, Ratu yang juga seorang dosen dan penulis budaya Banten, mengembangkan motif batik khas Banten. Ada batik Pala, salah satu komoditas terbaik Banten zaman penjajahan Belanda, juga teluk Banten.

Motif tersebut diaplikasikan untuk kemeja pria dan blus wanita. "Ternyata orang Banten itu antusias dengan berbau kedaerahan yang saya tawarkan. Mungkin mereka seperti menemukan identitas dan ciri khas baru untuk Banten setelah jadi provinsi," kata anggota UMKM binaan Rumah BUMN BRI Serang ini.

Biasanya dalam sebulan, Ratu yang dibantu tiga perajin batik manual printing bisa menerima pesanan hingga 100 potong kemeja. Harganya bervariasi bergantung pada jenis material. Untuk bahan premium seperti katun primissima, satu kemeja dihargai Rp 250.000.

Curhat Enggan Pinjam dari Bank

Beda dari Lina, Ratu belum berniat meminjam modal dari bank karena merasa persyaratan yang memberatkan.

"Susah juga kalau kita tidak punya jaminan buat pinjam dari bank," tuturnya. Selain itu, bank dianggapnya juga tidak memiliki kebijakan yang meringankan nasabah dalam pembayaran cicilan.

Menurutnya juga, pemerintah saat ini belum mendukung penuh usaha-usaha kecil. "Kasarnya, masa mobil listrik dikasih subsidi, tapi UMKM malah dipersulit," tambah Ratu.

Koordinator Rumah BUMN BRI Serang Yudi Guntara mengatakan, memang tidak ada permohonan pinjaman dana dari Ratu. "Mungkin belum terealisasikan saja karena harus cek beberapa dokumen dan kelengkapan pengajuan," katanya kepada Wolipop secara terpisah.

Yudi memastikan, kemungkinan untuk ditolak sangat kecil selama pelaku UMKM tersebut memenuhi syarat. "Sejauh ini referral dari Rumah BUMN Serang sudah banyak yang cair," kata Yudi yang menaungi 295 UMKM aktif.

Di luar pemodalan, Yudi juga menegaskan pentingnya pembekalan untuk mengasah kreativitas dan kemampuan UMKM dalam menjalankan usaha terutama di tengah era transformasi digital.

Rumah BUMN Serang rutin membuat pembekalan untuk mendorong anggotanya beralih menggunakan transaksi digital, seperti QRIS.

"Era digital 5.0 di depan mata dengan segala tantangan barunya. Saya mempersiapkan mereka masuk era globalisasi agar mulai terbiasa dengan digital culture, seperti menggunakan media sosial, marketing publish, big data, dan belajar tentang disrupsi terhadap profesi-profesi baru," jelas Yudi.

(dtg/dtg)

Anda menyukai artikel ini

Artikel disimpan

Artikel Fokus Selanjutnya
Artikel Terkait
Wolipop Signature
Detiknetwork
Hide Ads