Kategori Berita
Daerah
Layanan
Detik Network

Kisah Politisi Wanita Inggris yang Kabur dari Korut, Hampir Mati Jadi Budak

Rahmi Anjani - wolipop
Kamis, 18 Feb 2021 14:15 WIB

Anda menyukai artikel ini

Artikel disimpan

Jihyun Park
Foto: Twitter Jihyun Park
Jakarta -

Jihyun Park terpilih sebagai anggota dewan konservatif Inggris April tahun lalu. Perjalanannya hingga bisa jadi orang berpengaruh ternyata jauh dari kata mudah. Jihyun lahir di Korea Utara dan harus mempertaruhkan nyawanya untuk keluar dari negara tersebut dan mendapat kebebasan hidup. Ia bahkan mengaku pernah menjadi budak dan melihat keluarganya kelaparan.

Jihyun Park dipercaya merupakan keturunan Korea Utara pertama yang ikut pemilu di Inggris. Sebelum jadi anggota dewan, ia merupakan aktivis yang memperjuangkan hak-hak orang Korea Utara. Jihyun sendiri kabur dari Korut pada 1998 dan menjadi warga Inggris setelah mengalami sejumlah kesusahan.

"Aku melihat pamanku meninggal di depan mataku. Dia tidak terlihat seperti manusia karena hanya tinggal tulang dan kulit. Ayahku tidak tahu apakah perjalananku akan sukses atau tidak tapi dia punya harapan dan itu adalah sesuatu yang kami tidak punya kalau kami tinggal. Aku meninggalkan ayahku sakit dan sendiri, hingga kini aku tidak tahu apa yang terjadi dengannya," kata Jihyun dilansir Dailymail.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

ADVERTISEMENT



Ia kabur dari Korut melewati perbatasan China dengan saudaranya setelah melihat ayah dan pamannya mati kelaparan karena paceklik. Jihyun kemudian menjadi korban perdagangan manusia dan terpaksa menikah dengan seorang petani di China untuk menyelamatkan adiknya. Tapi sayangnya mereka ditipu karena adiknya dikembalikan ke Korea dan sampai sekarang Jihyun tidak tahu apakah ia masih hidup.

Saat dinikahkan paksa sebenarnya Jihyun tidak ingin punya anak tapi akhirnya ia bersyukur kehadiran anak membawanya pada keluarga dan harapan. "Hidupku seperti perbudakan dan aku tidak ingin seorang anak lahir dari itu. Tapi aku berubah pikiran. Aku pikir mungkin anak ini mungkin bisa memberiku harapan. Aku telah kehilangan semua keluargaku tapi anak ini bisa memberiku mimpi untuk kehidupan lain," ungkap ibu dari anak bernama Chol yang berarti baja.

Di 2004, Jihyun sempat ditahan dan dipulangkan kembali ke Korea di mana ia mengalami penyiksaan dan dihukum kerja paksa. "Kehidupanku sangat gelap. Di dalam (penjara) tidak ada jendela. Kami tidak bisa mandi dan para wanita tidak diberi produk kebersihan. Bau dari toilet, dari semuanya, sangat menjijikan," cerita wanita 52 tahun itu.

Ketika bekerja paksa, ia dibiarkan tanpa alas kaki meski bekerja di atas batu dan beling. Tapi suatu hari Jihyun dibuang karena dianggap sudah berbau orang meninggal. Lalu ia ditolong oleh seseorang yang berhasil membuatnya kembali sehat bahkan membantu wanita tersebut melarikan diri dan bertemu anak.



Singkat cerita, Jihyun dan Cheol berniat untuk melahirkan diri ke Mongolia. Ia lalu ditolong oleh sesama orang Korut yang kini menjadi suaminya lalu mereka bersama-sama bersusah payah melewati gurun tanpa makanan atau minuman di musim dingin. Setelah tiba di Beijing, mereka memutuskan untuk bekerja di pasar.

Di 2016, mereka dikenalkan ke pihak PBB dan diberi status pengungsi. Ia pun harus memilih apakah mau pergi ke Korea Selatan, Amerika, atau Eropa. Merasa Korea Selatan berbahaya dan Amerika adalah 'musuh', akhirnya Jihyun dan keluarga mengungsi ke Inggris.

Setelah itu, Jihyun mulai bekerja membantu sesama pembelot Korea Utara yang membawanya pada penghargaan atas keberanian dari Amnesty International UK. "Sampai aku tiba di sini, aku tidak pernah tahu apa itu kebahagiaan, karena di Korut kamu hanya boleh mengekspresikan emosi politis bukan personal, itu hanya untuk para diktator. Tapi di sini aku menemukan kebahagiaan untukku adalah keluarga di meja makan dan anak-anak yang tersenyum," tutur Jihyun Park.

(ami/ami)

Anda menyukai artikel ini

Artikel disimpan

Artikel Fokus Selanjutnya
Artikel Terkait
Wolipop Signature
Detiknetwork
Hide Ads