Kategori Berita
Daerah
Layanan
Detik Network

Kasus KDRT Intan Nabila, Dear Wanita Kenali 4 Kekerasan Dalam Rumah Tangga

Hestianingsih Hestianingsih - wolipop
Rabu, 14 Agu 2024 13:21 WIB

Anda menyukai artikel ini

Artikel disimpan

Cut Intan Nabila
Cut Intan Nabila, korban KDRT suami sendiri. Foto: Instagram/@cut.intannabila
Jakarta -

Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang dialami selebgram dan mantan atlet anggar Cut Intan Nabila jadi sorotan, setelah video yang memperlihatkan dia dianiaya suami beredar luas di internet. Terlebih lagi, Intan diduga mengalami KDRT hanya satu bulan setelah melahirkan anak ketiganya.

Kasus KDRT Intan Nabila untuk kesekian kalinya menjadi alarm bahwa wanita sangat rentan mengalami kekerasan bahkan oleh orang terdekatnya. Mirisnya, wanita kerap kali sulit keluar dari jeratan KDRT.

KDRT yang dilakukan suami Intan Nabila, Armor Toreador, merupakan satu dari ribuan kasus yang terjadi terhadap perempuan yang terjadi di Indonesia. Komnas Perempuan mengungkapkan setiap tahunnya, KDRT terus menempati angka tertinggi setiap tahunnya dalam catatan tahunan mereka, terkait kasus-kasus kekerasan yang dialami wanita.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Angka tertingginya sekitar 60%, KDRT masih menjadi kasus tertinggi dalam 10 tahun terakhir," ujar Komisioner Komnas Perempuan Riri Khariroh kepada Wolipop.

Ada empat kategori KDRT yang harus dipahami betul, sehingga korban bisa cepat menyadari dan menyelamatkan diri, seperti dijelaskan Psikolog Angesty Putri, M. Psi.

ADVERTISEMENT

1. Kekerasan Fisik

Kekerasan fisik yang dialami korban KDRT berupa dipukul, ditendang, dan yang sifatnya melukai atau membuat cacat secara fisik. Kekerasan ini bisa menjadi alat bukti dalam KDRT. Korban yang mengalaminya disarankan langsung datang ke dokter atau rumah sakit untuk melakukan visum, lalu serahkan ke polisi sebagai alat bukti.

2. Kekerasan Psikis

Kekerasan ini terjadi saat korban disakiiti secara mental, verbal, teror, ancaman atau intimidasi. Tidak seperti fisik, KDRT psikis ini sifatnya lebih tidak terlihat. Pelaku KDRT ada yang bisa memilih melakukan kekerasan psikis, karena tidak ada bukti yang bisa diajukan korban ke pihak berwajib.

"Makanya sering kali psikolog sering terlibat dalam penanganan kasus atau pemeriksaan, karena KDRT tidak selalu fisik. Psikis kan polisi tidak punya bukti, maka yang bisa digunakan adalah pemeriksaan psikologis," ujar Angesty.

3. Kekerasan Seksual

Kekerasan yang masuk kategori ketiga ini adalah pelecehan seksual dengan kontak fisik, misalnya pemaksaan hubungan seksual, menggunakan alat-alat yang menyakiti dan melukai alat kelamin. Hubungan yang tidak dikehendaki, juga termasuk kategori kekerasan seksual.

Perlu diingat, meskipun sudah berstatus suami-istri, jika salah satu pihak memaksakan hubungan seksual tanpa konsensus pihak lainnya, maka tetap masuk dalam kategori kekerasan seksual. Bahkan bisa juga masuk kategori pemerkosaan.

4. Kekerasan Finansial

Jika ada masalah ekonomi, penelantaran, pengabaian, tidak dinafkahi, dan tidak diurus, itu juga termasuk kekerasan dalam rumah tangga.

KDRT bisa berdampak secara fisik maupun psikis, langsung atau tidak langsung. Ada dua dampak yang kerap dirasakan korban ketika mengalami KDRT.

Pertama, korban jadi berubah perilakunya. Misalnya dari yang awalnya ceria jadi murung atau sering menangis. Kedua, pada pola pikir korban yang berubah dan cenderung mengalami penurunan.

"Dulunya dia merasa percaya diri tapi kemudian karena kerap mendapatkan perlakuan kekerasan, jadinya minder dan tertutup. Dampak sosial juga bisa. Menutup akses dengan teman lama karena merasa malu," pungkas Angesty.

(hst/hst)

Anda menyukai artikel ini

Artikel disimpan

Artikel Fokus Selanjutnya
Artikel Terkait
Wolipop Signature
Detiknetwork
Hide Ads