Kisah Guru Cantik Berhijab di Sumba, Jalan 4 Jam Hingga Tak Ada Air
Arina Yulistara - wolipop
Rabu, 03 Mei 2017 16:12 WIB
Jakarta
-
Sejumlah wanita muda memilih untuk mengabdi sebagai guru. Salah satunya hijabers muda, peserta audisi online Sunsilk Hijab Hunt 2017 bernama Marcellina Elen Septianti. Hijabers dengan sapaan akrab Elen itu kini sedang mengabdi sebagai guru sekolah dasar (SD) di Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Sesuai dengan jurusan yang diambilnya yakni Pendidikan Guru Sekolah Dasar di Universitas Negeri Semarang (Unnes), Elen memilih untuk mencoba pengalaman kerja di daerah pelosok. Ia mencoba ikut program pemerintah Sarjana Mengajar di daerah Tertinggal, Terluar, dan Terdepan (SM3T). Tak tanggung-tanggung, Elen diminta menjadi guru di Sumba Barat Daya, NTT.
Hijabers asal Cilacap, Jawa Tengah, itu pun setuju setelah minta restu kepada orangtua. Ia mencoba menjalani program tersebut selama satu tahun sejak September 2016. Suka-duka dijalaninya selama mengabdi sebagai guru SD. Salah satunya ketika Elen mengajar di salah satu sekolah yang jaraknya sangat jauh dari perkampungan di Sumba Barat Daya. Ia bahkan harus jalan kaki total empat jam untuk berangkat-pulang ke sekolah karena memang sangat jauh dari wilayah perkampungannya.
"Waktu bulan September kemarin saya sudah di Sumba. Saya pikir saya masih muda belum menikah juga, cari pengalaman dulu mumpung direstui orangtua. Nggak semua orangtua mengizinkan anaknya kerja di luar Jawa. Dan ternyata pengalaman di sini suka dan dukanya banyak. Awalnya saya mengajar di sekolah yang akses ke SD itu jauh sekali. Saya jalan kaki naik-turun bukit sekitar satu setengah sampai dua jam ke sekolah, pulangnya juga sama. Kalau naik motor bisa sebenarnya tapi risiko masuk ke jurang. SD itu jauh banget dari perkampungan," cerita Elen saat dihubungi Wolipop melalui telepon, Selasa (2/5/2017).
Hijabers berusia 23 tahun ini mengaku hanya bertahan selama satu minggu untuk mengajar di sekolah tersebut karena akses yang terlalu jauh. Kemudian ia mengajukan surat ke pemerintah agar dipindahkan. Pemerintah diakui Elen bersikap kooperatif dan mengerti dengan kesulitan yang dialaminya. Ia pun dipindahkan masih di Sumba Barat Daya tapi berbeda kabupaten.
Di sekolah tempat sekarang mengajar menurut Elen sudah lebih 'kota' daripada sebelumnya. Bahkan ia menginap di rumah tinggal yang memang disiapkan untuk guru-guru yang mengajar di sekolah tersebut. Meski demikian, wanita yang piawai dalam memetik gitar dan menyanyi itu tetap memiliki kendala lain, persediaan air misalnya.
Elen mengatakan di Sumba Barat Daya masih kekurangan air. Setiap hari ia harus pergi menimba air dua kali sehari demi bisa makan dan mandi. Tidak hanya itu, mayoritas penduduk yang nasrani membuat Elen merasa sedikit kesulitan untuk beribadah. Bahkan dalam satu lingkup kabupaten saja hanya ada dua masjid. Belum lagi konsumsi makanan serta minuman yang harus dilihat lebih dulu apa itu halal atau tidak. Anak pertama dari tiga bersaudara ini juga menyebutkan bahwa banyak orangtua di daerah tempat mengajarnya masih kurang peduli akan pendidikan.
"Di sini banyak anjing masuk kelas berkeliaran. Kalau di Jawa sudah kayak ayam, banyak pula yang pelihara babi. Paling susah itu juga jaga makanan dan minuman karena sedikit sekali muslim di sini. Terus di sini masih terbelakang pendidikannya, kadang kelas 6 SD saja masih belum lancar baca. Itu karena peran orangtua mereka ke pendidikan kurang. Sekolah di sini gratis tapi ada iuran buat Rp 45 ribu sebulan saja mereka susah tapi giliran beli ternak bisa," ujar wanita yang menjadi mualaf sejak 2014 itu.
Meski demikian, ia mendapat banyak pelajaran dari pengalamannya selama ini mengajar di Sumba Barat Daya. Salah satunya bersyukur karena ia tinggal di Jawa yang jauh lebih maju dari tempat mengajarnya sekarang.
"Saya di sini masih sampai Agustus 2017. Saya belajar bersyukur kalau dibandingkan dengan Jawa kita nggak pantas lagi untuk mengeluh, di sini ada listrik saja lumayan, nggak kayak Jawa yang serba ada," tambahnya lagi sebelum menutup perbincangan. (ays/ays)
Sesuai dengan jurusan yang diambilnya yakni Pendidikan Guru Sekolah Dasar di Universitas Negeri Semarang (Unnes), Elen memilih untuk mencoba pengalaman kerja di daerah pelosok. Ia mencoba ikut program pemerintah Sarjana Mengajar di daerah Tertinggal, Terluar, dan Terdepan (SM3T). Tak tanggung-tanggung, Elen diminta menjadi guru di Sumba Barat Daya, NTT.
Foto: Instagram |
Hijabers asal Cilacap, Jawa Tengah, itu pun setuju setelah minta restu kepada orangtua. Ia mencoba menjalani program tersebut selama satu tahun sejak September 2016. Suka-duka dijalaninya selama mengabdi sebagai guru SD. Salah satunya ketika Elen mengajar di salah satu sekolah yang jaraknya sangat jauh dari perkampungan di Sumba Barat Daya. Ia bahkan harus jalan kaki total empat jam untuk berangkat-pulang ke sekolah karena memang sangat jauh dari wilayah perkampungannya.
"Waktu bulan September kemarin saya sudah di Sumba. Saya pikir saya masih muda belum menikah juga, cari pengalaman dulu mumpung direstui orangtua. Nggak semua orangtua mengizinkan anaknya kerja di luar Jawa. Dan ternyata pengalaman di sini suka dan dukanya banyak. Awalnya saya mengajar di sekolah yang akses ke SD itu jauh sekali. Saya jalan kaki naik-turun bukit sekitar satu setengah sampai dua jam ke sekolah, pulangnya juga sama. Kalau naik motor bisa sebenarnya tapi risiko masuk ke jurang. SD itu jauh banget dari perkampungan," cerita Elen saat dihubungi Wolipop melalui telepon, Selasa (2/5/2017).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hijabers berusia 23 tahun ini mengaku hanya bertahan selama satu minggu untuk mengajar di sekolah tersebut karena akses yang terlalu jauh. Kemudian ia mengajukan surat ke pemerintah agar dipindahkan. Pemerintah diakui Elen bersikap kooperatif dan mengerti dengan kesulitan yang dialaminya. Ia pun dipindahkan masih di Sumba Barat Daya tapi berbeda kabupaten.
Di sekolah tempat sekarang mengajar menurut Elen sudah lebih 'kota' daripada sebelumnya. Bahkan ia menginap di rumah tinggal yang memang disiapkan untuk guru-guru yang mengajar di sekolah tersebut. Meski demikian, wanita yang piawai dalam memetik gitar dan menyanyi itu tetap memiliki kendala lain, persediaan air misalnya.
Elen mengatakan di Sumba Barat Daya masih kekurangan air. Setiap hari ia harus pergi menimba air dua kali sehari demi bisa makan dan mandi. Tidak hanya itu, mayoritas penduduk yang nasrani membuat Elen merasa sedikit kesulitan untuk beribadah. Bahkan dalam satu lingkup kabupaten saja hanya ada dua masjid. Belum lagi konsumsi makanan serta minuman yang harus dilihat lebih dulu apa itu halal atau tidak. Anak pertama dari tiga bersaudara ini juga menyebutkan bahwa banyak orangtua di daerah tempat mengajarnya masih kurang peduli akan pendidikan.
"Di sini banyak anjing masuk kelas berkeliaran. Kalau di Jawa sudah kayak ayam, banyak pula yang pelihara babi. Paling susah itu juga jaga makanan dan minuman karena sedikit sekali muslim di sini. Terus di sini masih terbelakang pendidikannya, kadang kelas 6 SD saja masih belum lancar baca. Itu karena peran orangtua mereka ke pendidikan kurang. Sekolah di sini gratis tapi ada iuran buat Rp 45 ribu sebulan saja mereka susah tapi giliran beli ternak bisa," ujar wanita yang menjadi mualaf sejak 2014 itu.
Meski demikian, ia mendapat banyak pelajaran dari pengalamannya selama ini mengajar di Sumba Barat Daya. Salah satunya bersyukur karena ia tinggal di Jawa yang jauh lebih maju dari tempat mengajarnya sekarang.
"Saya di sini masih sampai Agustus 2017. Saya belajar bersyukur kalau dibandingkan dengan Jawa kita nggak pantas lagi untuk mengeluh, di sini ada listrik saja lumayan, nggak kayak Jawa yang serba ada," tambahnya lagi sebelum menutup perbincangan. (ays/ays)
Elektronik & Gadget
Bikin Sejuk Dimanapun Kamu! Intip 3 Rekomendasi Kipas Mini Portable Di Bawah 200 Ribu
Hobbies & Activities
4 Novel Ini Menggugah Rasa dan Pikiran, Layak Dibaca Sekali Seumur Hidup
Elektronik & Gadget
Vivo iQOO 15: Flagship Baru Super Kencang dengan Snapdragon 8 Elite Gen 5 & Layar 144Hz
Elektronik & Gadget
KiiP Wireless EW56: Power Bank Magnetik yang Bikin Hidup Lebih Praktis
Artikel Terkait
ARTIKEL LAINNYA
Modest Fashion & Art Trade Show, 9 Negara Satukan Estetika Modest di Turki
Jakarta Modest Summit 2025
Ini Rahasia Brand Modest Damakara & Khaanan Indonesia Tembus Eropa & Amerika
Desainer Vivi Zubedi Kirimkan 300 Busananya untuk Korban Bencana Sumatera
Jakarta Modest Summit 2025
Ini Rahasia di Balik Melonjaknya Penjualan Brand: Afiliator, Bukan Influencer
Jakarta Modest Summit 2025
Trik Ria Ricis Raup Cuan Maksimal dari Affiliate,12 Jam Konsisten Live
Most Popular
1
Foto Mesra Atalia Praratya & Ridwan Kamil, 29 Tahun Bersama Kini Gugat Cerai
2
8 Drama Kerajaan Korea 2025 Terbaru, Jalan Cerita Seru Bikin Nagih
3
7 Potret Pernikahan Tristan Juliano, Anak Kedua Addie MS dan Memes
4
Alternatif Warna Baju Natal Selain Merah-Hijau, Bikin Kamu Tetap Stand Out
5
Viral Kisah Perjuangan Ibu Rawat Anak Sakit Langka, Suami Selingkuh 520 Kali
MOST COMMENTED












































Foto: Instagram