Kategori Berita
Daerah
Layanan
Detik Network

Johnson & Johnson Dihukum Bayar Rp 628 M Terkait 2 Wanita Kena Kanker Ovarium

Hestianingsih Hestianingsih - wolipop
Selasa, 16 Des 2025 14:30 WIB

Anda menyukai artikel ini

Artikel disimpan

Ilustrasi Fakta Bedak Bayi
Foto: iStock
Jakarta -

Bedak bayi milik Johnson & Johnson kembali menjadi sorotan setelah putusan pengadilan di Los Angeles, AS, memenangkan gugatan dua wanita tentang efek buruk produk tersebut. Penggunaan bedak bayi berbahan talc itu dikaitkan sebagai penyebab kanker ovarium.

Dalam putusan yang dibacakan baru-baru ini, majelis juri memerintahkan perusahaan kesehatan asal Amerika Serikat tersebut membayar ganti rugi sebesar US$40 juta atau sekitar Rp 628 miliar.

Kasus ini merupakan bagian dari sengketa hukum panjang yang menyoroti klaim bahwa bahan talc dalam Johnson's Baby Powder dan Shower to Shower berpotensi meningkatkan risiko kanker ovarium serta mesothelioma, jenis kanker langka yang menyerang paru-paru dan organ lain. Johnson & Johnson menyatakan akan mengajukan banding, termasuk keputusan terkait tanggung jawab hukum dan besaran ganti rugi.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam perkara terbaru ini, juri memberikan US$18 juta (sekitar Rp 282,6 miliar) kepada Monica Kent, serta US$22 juta (sekitar Rp345,4 miliar) kepada Deborah Schultz dan suaminya.

"Yang mereka lakukan hanyalah setia menggunakan produk Johnson & Johnson selama hampir 50 tahun," ujar Daniel Robinson, pengacara para penggugat dari firma hukum Robinson Calcagnie, Newport Beach, California, seperti dikutip dari New York Post.

ADVERTISEMENT

"Namun kesetiaan itu ternyata berjalan satu arah," tambahnya.

Pihak Johnson & Johnson menegaskan bahwa perusahaan telah memenangkan 16 dari 17 kasus kanker ovarium yang sebelumnya disidangkan. Erik Haas, Wakil Presiden Litigasi Global Johnson & Johnson, mengatakan pihaknya optimis hasil banding akan kembali menguntungkan perusahaan.

"Putusan juri ini bertentangan dengan puluhan tahun evaluasi ilmiah independen yang menyimpulkan bahwa talc aman, tidak mengandung asbes, dan tidak menyebabkan kanker," kata Erik dalam pernyataan resminya.

Johnson & Johnson sendiri menghentikan penjualan bedak berbahan talc secara global pada 2023. Sebelumnya, pada 2020, perusahaan telah mengganti kandungan talc dengan tepung jagung (cornstarch) untuk produk bedak bayi yang dijual di sebagian besar wilayah Amerika Utara, menyusul turunnya penjualan.

Kasus ini juga menambah daftar putusan besar terhadap perusahaan yang telah berdiri sejak 1886 tersebut. Pada Oktober lalu, juri California memerintahkan Johnson & Johnson membayar US$966 juta atau sekitar Rp15,1 triliun kepada keluarga seorang perempuan yang meninggal akibat mesothelioma.

Keluarga korban mengklaim kanker tersebut dipicu oleh penggunaan bedak bayi Johnson & Johnson yang terkontaminasi asbes.

Sementara itu, pada April lalu, seorang hakim pengadilan di Amerika Serikat menolak rencana Johnson & Johnson untuk membayar US$9 miliar (sekitar Rp141,3 triliun) guna menyelesaikan ribuan gugatan terkait kanker ovarium dan kanker ginekologi lainnya yang dikaitkan dengan produk berbahan talc.

Putusan demi putusan ini terus memicu perdebatan global soal keamanan produk talc, transparansi industri, serta pentingnya perlindungan konsumen. Terutama konsumen wanita yang selama puluhan tahun menggunakan produk tersebut sebagai bagian dari rutinitas harian.

(hst/hst)

Anda menyukai artikel ini

Artikel disimpan

Artikel Fokus Selanjutnya
Artikel Terkait
Detiknetwork
Hide Ads