Kategori Berita
Daerah
Layanan
Detik Network

Tips Merawat Pakaian Ecoprint, Ganti Detergen dengan Sampo Bayi

Daniel Ngantung - wolipop
Selasa, 27 Jun 2023 14:45 WIB

Anda menyukai artikel ini

Artikel disimpan

Eco Print Galeri 37 Tangsel
Busana ecoprint kreasi Nuning Sekarningrum, pelaku UMKM di Tangerang Selatan. (Foto: Daniel Ngantung/detikcom)
Tangerang Selatan -

Seiring makin diliriknya sustainable fashion, busana ecoprint bisa menjadi alternatif. Namun, penting untuk diketahui bahwa perawatannya berbeda dari busana konvensional.

Sesuai namanya, bahan dasar untuk pembuatan ecoprint hampir semuanya bersifat alami. Itu sebabnya, pencucian dengan bahan kimiawi yang berat perlu dihindari.

Menurut Nuning Sekarningrum, pelaku UMKM asal Tangerang Selatan yang menggarap produk fashion ecoprint, haram hukumnya menggunakan deterjen.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Cuci pakai air biasa saja sebenarnya cukup tapi kalau mau tetap harum, ganti detergen dengan sampo bayi," kata Nuning saat ditemui Wolipop di rumahnya di Rawa Buntu, Serpong, belum lama ini. Rumah tersebut menjadi tempat produksi ecoprint besutannya.

Berbeda dari detergen, kandungan kimiawi dalam sampo lebih sedikit sehingga aman untuk produk ecoprint. Cara mencuci pun perlu mendapat perhatian.

ADVERTISEMENT
Eco Print Galeri 37 TangselProduk kain ecoprint buatan Nuning dan tim. (Foto: Daniel Ngantung/detikcom)

Nuning menegaskan, pencucian dengan mesin cuci sangat tidak disarankan "Jangan dikucek juga. Cukup rendam saja," tambahnya.

Untuk penjemuran, jangan di bawah matahari langsung agar warna tidak memudar. Pastikan pula menjemurnya dalam durasi yang singkat. "Perawatannya sama saja seperti batik," kata Nuning.

Cara Membuat Kain Ecoprint

Meski 'diperlakukan' seperti batik, ecoprint tidak bisa disamakan dengan wastra hasil pencantingan itu. "Ecoprint bukan batik, ini adalah seni meletakkan daun di atas kain," kata Nuning yang menggeluti hobi membuat pernak-pernik sejak 2011.

Siapa saja bisa membuatnya di rumah. Termasuk anak-anak sekalipun. Prosesnya terdiri dari lima tahap yang terdiri scouring, mordanting, pencetakan, pengukusan, dan fiksasi mordan.

Dalam scouring, kain dibersihkan dulu dengan larutan TRO (turkish red oil) untuk menghilangkan kotoran. Kemudian masuk ke mordanting agar kain dapat meresap warna dari tumbuhan dengan baik.

Eco Print Galeri 37 TangselProses pembuatan ecoprint di rumah Nuning. (Foto: Daniel Ngantung/detikcom)

Kemudian kain dihias dengan berbagai daun atau bunga. Sebenarnya, daun apapun bisa dipakai, tapi Nuning menyerankanpilih daun dengan kandungan tanin yang kuat seperti daun truja dan daun lanang. "Semakin tinggi taninnya, semakin baik mengikat warnanya," ujar Teh Noen, begitu sapaan akrabnya.

Pewarnaannya juga menggunakan bahan-bahan alami, seperti jelawe dan secang. Meski ada penggunaan material yang bukan berasal dari tumbuhan seperti tawas dan TRO, Nuning mengklaim semuanya aman terhadap lingkungan karena sudah lolos uji Balai Tekstil dan Balai Batik tahun lalu.

Kain penuh tumbuhan tadi kemudian digulung dan dibungkus plastik sebelum akhirnya berlanjut ke proses pengukusan di dalam panci masak. Durasi bergantung pada ketebalan kain. "Kalau tebal bisa sampai dua jam," katanya.

Hasilnya, sebuah scarf yang dihiasi motif dedaunan dan bunga berbagai bentuk. Di tangan Nuning, pengolahan kain ecoprint tak sebatas syal atau semacam. Terdapat pula aksesori seperti tas, topi, dan pakaian seperti outerwear.

Eco Print Galeri 37 TangselKreasi ecoprint di Galeri 37. (Foto: Daniel Ngantung/detikcom)

Nuning mengkomersialkan produk ecoprint buatannya dan tim dengan merek Godhong Sekar. Selain ikut berbagai pameran, ia juga menjual produknya di Galeri 37 miliknya yang berdiri di sebelah rumah.

(dtg/dtg)

Anda menyukai artikel ini

Artikel disimpan

Artikel Fokus Selanjutnya
Artikel Terkait
Wolipop Signature
Detiknetwork
Hide Ads