3 Cara Mudah dan Murah Dukung Sustainable Fashion, Ada yang Lagi Tren
Minggu, 20 Nov 2022 15:30 WIB
Tahukah kamu jika industri mode merupakan penyumbang polusi terbesar kedua di dunia setelah industri minyak? Jika dibiarkan, lingkungan semakin rusak dan mengancam kelangsungan hidup masa depan. Kabar baiknya, kamu bisa memulai dari hal kecil untuk meminimalkan dampaknya.
Faktanya menurut PBB, industri fashion menghasilkan 8 persen emisi karbon dan 20 persen limbah air secara global. Indikator tersebut yang menempatkan industri ini paling kedua terbanyak menghasilkan polusi.
![]() |
Konsumerisme membuat masalah ini semakin kompleks. Data dari 'Fashion on Climate Report pada Agustus 2020' menunjukkan, daya beli konsumen terhadap produk garmen meningkat 60 persen selama 15 tahun terakhir.
Permintaan tersebut lantas mendorong perusahaan pakaian, terutama fast-fashion, untuk terus berproduksi secara dan menawarkan produknya dengan harga yang terjangkau demi memikat konsumen.
Tinkerlust, sebuah e-commerce produk luxury fashion baru dan bekas, mengadakan survey terhadap 665 responden pada Juli 2022 dan menemukan bahwa 63,5 persen dari mereka lebih suka membeli produk fast-fashion karena harga yang lebih bersahabat dan variasi desain yang ditawarkan.
"Konsumen pun cenderung menggunakan produk yang dibelinya sekali atau dua kali," kata Shamira Shihab, co-founder dan CEO Tinkerlust, saat pemaparan laporan Tinkerlust terkait sustainable fashion beberapa waktu lalu.
Kebiasaan ini bisa berkontribusi pada penumpukan sampah tekstil di tempat akhir pembuangan. Di Indonesia sendiri, limbah tekstil diestimasi mencapai 2,3 juta ton pada 2019 saja.
Global Fashion Agenda mengestimasi, industri mode menyumbang 92 juta ton limbah tekstil di seluruh dunia pada 2015. Bahkan, ada kemungkinan naik 50 persen pada 2030 jika tidak segera diatasi.
"Selain lingkungan, industri ini juga berdampak buruk terhadap kemanusiaan. Puncaknya ketika tragedi bangunan roboh Rana Plaza di Bangladesh yang menewaskan 1.000 pekerja tekstil supplier merek internasional. Ini bukti lingkungan kerja dan kesejahteraan mereka tidak diperhatikan," ungkap Amanda Zahra Marsono, kepala humas dan pemasaran Zerowaste Indonesia dalam kesempatan yang sama.
![]() |
Apakah kejadian serupa dapat terjadi di Indonesia? Bukan tidak mungkin, mengingat Indonesia masuk dalam 10 besar produsen tekstil terbesar di dunia dan masih banyak pekerja tekstil yang diupah di bawah UMR.
Melihat situasi tersebut, sudah seharusnya kita tergugah untuk ambil tindakan. Belakangan, pembahasan mode yang berkelanjutan selalu dikaitkan dengan circular fashion sebagai solusi.
Nah, konsep turunan dari circular economy ini ternyata bukan sesuatu yang sulit buat kamu terapkan dalam keseharian lho. Apa saja contohnya?
1. Thrifting
![]() |
Mungkin kamu sudah tidak asing dengan istilah ini karena sedang tren di kalangan milenial ke atas. Secara sederhana, thrifting bisa dimaknai sebagai berbelanja barang bekas atau preloved sekaligus alternatif membeli barang bermerek dengan harga miring.
Kalau kamu suka thrifting itu berarti kamu sedang mendukung circular fashion. Ketimbang membeli baju baru, kamu memberikan kesempatan kedua atau ketiga pada pakaian yang masih laik agar tidak berakhir di pembuangan.
Di sisi lain, thrifting berkontribusi dalam menekan tingkat pengonsumsian pakaian sehingga turut mengurangi jejak karbon industri fashion.
2. Sewa Pakaian
![]() |
Sarah Lazarovic, seorang jurnalis lingkungan hidup asal Kanada, memperkenalkan piramida 'Buyerarchy of Needs', semacam strata urgensi yang bisa kita jadikan sebagai panduan sebelum membeli pakaian baru.
Membeli berada di puncak teratas yang berarti opsi paling terakhir. Semakin ke bawah, pilihannya semakin bijak seperti membuat pakaian sendiri, bertukar pakaian, sewa, dan thrifting. Kalau tidak butuh-butuh banget, kamu cukup menggunakan pakaian yang ada saja selama masih laik.
Sekarang sudah banyak platform sewa pakaian yang gampang diakses dari genggaman tangan. Daripada memenuhi lemari, tak ada salahnya menyewa pakaian.
3. Find Your Own Style
![]() |
Hasrat untuk membeli barang baru biasanya muncul karena pengaruh tren fashion. Demi terlihat kekinian, kita 'terpaksa' mengikuti tren yang belum tentu sesuai dengan karakter dan gaya kita berpakaian.
Sari Seputra, salah seorang pendiri label Major Minor, menegaskan pentingnya sebuah identitas bergaya yang cocok dalam menonjolkan kepribadian kita. "Find your own style. Dengan begitu kita tak mudah terpengaruh untuk ikut-ikutan tren," katanya.
Mengurangi polusi tekstil dan mendorong pendauran ulang tekstil dapat membawa perubahan signifikan yang menguntungkan lingkungan. Penurunan limbah tekstil hingga 0,7 juta ton setara dengan 16,4 juta ton emisi karbon dioksida CO2e yang tereliminasi.
Dalam laporan Tinkerlust, praktik circular fashion dapat memberi dampak positif terhadap perekonomian Indonesia dengan nilai hingga Rp 19,3 triliun pada 2030.
Yuk, mari kita lebih bijak dalam berpakaian dan ikut mendukung sustainable fashion demi masa depan yang lebih baik dan adil.
Simak Video "Sandiaga Uno Sambut Baik Tren Thrifting di Kalangan Anak Muda"
[Gambas:Video 20detik]
(dtg/dtg)