Liputan Khusus #KebayaGoesToUNESCO
Cerita di Balik 200 Pasukan Berkebaya di Kirab Monas, Sanggulan Jam 3 Subuh
Rabu, 17 Agu 2022 17:00 WIB
Setelah sempat absen dua tahun karena pandemi COVID-19, kirab budaya kembali digelar sebagai bagian dari Upacara Peringatan Detik-detik Proklamasi Kemerdekaan RI 17 Agustus, Rabu (17/8/2022). Pelaksanaan tahun ini kian spesial karena untuk pertama kali melibatkan 'pasukan' berkebaya.
Mereka terdiri dari 200 perempuan dalam balutan kebaya merah yang bertugas mengawal prosesi dibawanya duplikat bendera negara Sang Merah Putih dan naskah teks proklamasi keluar dari Monumen Nasional (Monas).
Para wanita dari 21 organisasi pecinta dan pemerhati kebaya tersebut berdiri di sisi kiri dan kana. Barisan mereka membentuk semacam pagar ayu di jalur yang dilewati tim pembawa bendera sampai menuju kereta kencana.
Ketua Perempuan Berkebaya Indonesia (PBI) Rahmi Hidayati termasuk satu di antara perempuan yang ambil bagian. Diungkapkan Rahmi, gagasan untuk melibatkan 200 perempuan kebaya tersebut bermula dari pertemuan Presiden Joko Widodo dan Ketua Umum Pertiwi Indonesia Antarina F. Amir pada akhir Juli lalu di Istana Bogor.
Dalam kesempatan itu, Presiden menyatakan dukungan gerakan wanita berkebaya sebagai bentuk menjaga warisan bangsa, serta upaya penominasian kebaya sebagai warisan budaya tak benda asli Indonesia ke UNESCO.
![]() |
Dari situ, tercetus ide untuk menyertakan perempuan berkebaya dalam rangkaian perayaan Hari Kemerdekaan RI. "Presiden yang mengusulkan," ujar Rahmi kepada Wolipop di ujung telepon setelah kirab berlangsung.
Persiapan pun dimulai dengan gladikotor pada 13-14 Agustus. Latihan berlanjut saat gladibersih keesokan harinya. "Di gladibersih, semuanya sudah tertata rapi mulai dari barisan sampai protokoler, " kata Rahmi.
Pada hari H, peserta sudah harus berada di area Monas pada pukul 05.00. Waktu kumpul sebelum fajar tak menghalangi mereka untuk bersolek dengan riasan yang maksimal. "Banyak ibu-ibu yang janjian sama orang salon jam tiga dini hari cuma buat sanggulan lho," ungkap Rahmi.
![]() |
Mereka tak cuma berasal dari Jakarta dan sekitarnya. Rahmi menuturkan, ada pula yang datang jauh-jauh dari Medan untuk mewakili organisasinya di pasukan berkebaya ini.
Kebaya merah milik pribadi menjadi seragam mereka. Modelnya beragam, mulai dari kutubaru, encim, hingga kartini. Kain yang menemani sebagai bawahan tak cuma batik. Sejumlah perempuan tampak memakai songket atau tenunan lain.
Merah kebaya itu dipadukan dengan selempang berwarna putih agar terkesan seperti bendera Indonesia. Di selempang tersebut, tertulis nama organisasi yang mereka wakili seperti Perempuan Berkebaya Indonesia, Pertiwi Indonesia, Forum Silaturahmi Kerajaan Nusantara, dan Cerita Jakarta.
Warna putih juga hadir dari sneakers yang jadi alas kaki andalan. Sneakers dipilih karena alasan kenyamanan mengingat para perempuan berkebaya ini harus berjalan kaki dari titik kumpul menuju pelataran Monas. Belum lagi, waktu lama mereka berdiri lebih dari satu jam.
"Ada kali kami berdiri sampai dua jam. Walau cukup lama, ibu-ibu ini tetap semangat. Padahal, di antara kami ada yang sudah nenek-nenek, usia di atas 60 tahun," katanya.
Rahmi berharap, kemunculan 200 perempuan berkebaya ini dapat menumbuhkan rasa bangga perempuan Indonesia memakai kebaya. Apalagi, kebaya sedang disiapkan untuk masuk dalam penominasian warisan budaya tak benda asli Indonesia di UNESCO.
"Sekarang kita sedang berupaya mendaftarkan kebaya ke UNESCO. Gerakannya sudah menggaung ke mana-mana. Semoga, semakin banyak lagi perempuan Indonesia yang memakai kebaya, bukan cuma untuk kondangan, tapi juga sehari-hari, supaya kebaya makin diakui sebagai milik Indonesia di mata dunia," ucap Rahmi.
Simak Video "Arti Kebaya di Mata Dian Sastrowardoyo"
[Gambas:Video 20detik]
(dtg/dtg)