Dewi Anggraeni, Wanita Muda yang Rela Jadi Supir Demi Kumpulkan Modal Bisnis
Daniel Ngantung - wolipop
Jumat, 19 Agu 2016 18:10 WIB
Jakarta
-
Setiap orang punya cara tersendiri untuk memaknai kemerdekaan Indonesia. Bagi Dewi Anggreani, kemerdekaan adalah menekuni profesi yang membuatnya independen sebagai wanita. Ia merasakannya ketika berprofesi sebagai supir untuk jasa transportasi online.
Dewi sudah sembilan bulan terakhir menekuni profesi tersebut. Sebelumnya, wanita kelahiran Jakarta, 24 tahun lalu, ini bekerja sebagai asisten pribadi untuk pemilik sebuah firma hukum sambil menjalankan bisnis wedding organizer bersama dua temannya.
Dewi mengaku menikmati pekerjaan tersebut. Ia juga mendapatkan upah dengan layak. Namun di sisi lain, ada kepuasan yang tidak ia temukan dari profesinya sebagai asisten pribadi.
Waktu kerjanya sangat padat dan tidak menentu sehingga ia seringkali mengorbankan waktu senggangnya bersama sahabat dan keluarga. "Dulu aku orang yang paling susah diajak jalan saking sibuknya," ungkap alumnus FMIPA Universitas Indonesia itu saat berbincang dengan Wolipop, Rabu (16/8/2016).
Sampai akhirnya ia mendengar soal Uber, perusahaan berbasis online yang mempertemukan pemilik mobil dengan mereka yang membutuhkan tumpangan. Berbeda dari perusahaan taksi konvensional, Uber tidak memberlakukan target setoran kepada supir atau dalam istilah mereka disebut mitra Uber. Waktu kerjanya pun fleksibel, sesuai dengan kemampuan mitra.
Tertarik, Dewi pun memutuskan untuk bergabung sebagai mitra Uber dan meninggalkan pekerjaan lamanya. Keputusan Dewi sempat ditentang ibunya lantaran berpersepsi miring tentang supir. "Mungkin karena ibuku pikir supir itu pekerjaan kasar kaum pria. Jadi wanita engga pantas melakukannya," ujar Dewi. Pandangan miring juga datang dari teman-temannya. Namun wanita yang hobi membaca itu tetap pada pendiriannya dan menghiraukan perkataan orang lain. Bermodalkan sebuah mobil Avanza miliknya, mulailah ia menjadi supir.
Banyak pengalaman menarik yang ia alami selama menjadi mitra Uber. Dewi pernah mendapat rider (sebutan untuk penumpang Uber), seorang ibu, yang minta dicarikan pangacara untuk perceraiannya. Tapi yang paling membekas di benaknya adalah seorang rider bule yang akhirnya sempat menjadi kekasihnya. "Tapi kami sudah putus karena dia balik ke negara asalnya. Aku engga kuat kalau long distance relationship. Hehehe," tutur Dewi tersipu malu.
Dukanya? Sejauh ini, aku Dewi, belum ada musibah atau pengalaman buruk yang menimpanya. Paling banter perilaku rider yang menguji kesabaran. "Pernah ada rider yang ngomel-ngomel karena aku enggak punya kembalian. Uangnya Rp 50.000, sementara biaya perjalanan cuma Rp 5.000. Ya sudah, aku gratiskan aja. Aku ikhlas, Rp 5.000, ini," kenangnya.
Setiap hari, Dewi biasanya bisa mengantar 10 rider. Paling jauh, ia mengantar hingga ke Bogor. "Pulangnya tidak menentu. Pernah aku kerja sampai subuh. Tergantung mood dan situasi saja," kata Dewi yang mulai mencari rider dari pagi.
Hasil kerjanya berbuah manis. Dari penghasilannya, ia saat ini sudah bisa menyicil tiga unit mobil. Hasil jerih payahnya juga cukup untuk membiayai hobi Dewi, yakni traveling. Hampir setiap bulan, wanita yang juga seorang wedding singer ini melancong ke luar kota atau keluar negeri. Namun yang terpenting, waktu luangnya bersama keluarga dan teman lebih banyak.
Bukan sekadar untuk memuaskan hasrat hedonnya, sebagian dari penghasilannya ia sisihkan untuk modal membuka restoran. Menggeluti bisnis kuliner sudah menjadi impian Dewi sejak kecil. Hobi makan, ia bercita-cita memiliki sebuah restoran masakan barat. "Sudah ada lokasi, tapi sekarang aku masih mempelajari market-nya untuk mencari tahu jenis makanan yang cocok untuk lokasi tersebut," kata Dewi.
Doyan nongkrong di kafe dan restoran, Dewi mengamati tempat-tempat tersebut kebanyakan kurang berkualitas, baik dari segi layanan maupun makanan. Hal tersebut juga yang memotivasinya membuka restoran.
Pencapaian-pencapaian positif dari profesinya sebagai supir menjadi pembuktian Dewi bagi orang-orang yang sempat meragukannya. Melihat kesuksesan Dewi, banyak di antara mereka mulai mengikuti jejak Dewi. Hampir semua kakak dan adik Dewi sudah bergabung dengan Uber.
Bagi Dewi sendiri, profesi tersebut memberikan pelajaran penting dalam memaknai kemerdekaan. "Sebagai wanita, kita juga punya kebebasan berekspresi dengan cara apapun, termasuk pekerjaan yang selama ini identik dengan kaum pria. Dari pekerjaan ini, aku juga belajar untuk mandiri dan tidak bergantung pada orang lain," katanya.
(dng/wdl)
Dewi sudah sembilan bulan terakhir menekuni profesi tersebut. Sebelumnya, wanita kelahiran Jakarta, 24 tahun lalu, ini bekerja sebagai asisten pribadi untuk pemilik sebuah firma hukum sambil menjalankan bisnis wedding organizer bersama dua temannya.
Dewi mengaku menikmati pekerjaan tersebut. Ia juga mendapatkan upah dengan layak. Namun di sisi lain, ada kepuasan yang tidak ia temukan dari profesinya sebagai asisten pribadi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
![]() |
Sampai akhirnya ia mendengar soal Uber, perusahaan berbasis online yang mempertemukan pemilik mobil dengan mereka yang membutuhkan tumpangan. Berbeda dari perusahaan taksi konvensional, Uber tidak memberlakukan target setoran kepada supir atau dalam istilah mereka disebut mitra Uber. Waktu kerjanya pun fleksibel, sesuai dengan kemampuan mitra.
Tertarik, Dewi pun memutuskan untuk bergabung sebagai mitra Uber dan meninggalkan pekerjaan lamanya. Keputusan Dewi sempat ditentang ibunya lantaran berpersepsi miring tentang supir. "Mungkin karena ibuku pikir supir itu pekerjaan kasar kaum pria. Jadi wanita engga pantas melakukannya," ujar Dewi. Pandangan miring juga datang dari teman-temannya. Namun wanita yang hobi membaca itu tetap pada pendiriannya dan menghiraukan perkataan orang lain. Bermodalkan sebuah mobil Avanza miliknya, mulailah ia menjadi supir.
Banyak pengalaman menarik yang ia alami selama menjadi mitra Uber. Dewi pernah mendapat rider (sebutan untuk penumpang Uber), seorang ibu, yang minta dicarikan pangacara untuk perceraiannya. Tapi yang paling membekas di benaknya adalah seorang rider bule yang akhirnya sempat menjadi kekasihnya. "Tapi kami sudah putus karena dia balik ke negara asalnya. Aku engga kuat kalau long distance relationship. Hehehe," tutur Dewi tersipu malu.
Dukanya? Sejauh ini, aku Dewi, belum ada musibah atau pengalaman buruk yang menimpanya. Paling banter perilaku rider yang menguji kesabaran. "Pernah ada rider yang ngomel-ngomel karena aku enggak punya kembalian. Uangnya Rp 50.000, sementara biaya perjalanan cuma Rp 5.000. Ya sudah, aku gratiskan aja. Aku ikhlas, Rp 5.000, ini," kenangnya.
Setiap hari, Dewi biasanya bisa mengantar 10 rider. Paling jauh, ia mengantar hingga ke Bogor. "Pulangnya tidak menentu. Pernah aku kerja sampai subuh. Tergantung mood dan situasi saja," kata Dewi yang mulai mencari rider dari pagi.
![]() |
Hasil kerjanya berbuah manis. Dari penghasilannya, ia saat ini sudah bisa menyicil tiga unit mobil. Hasil jerih payahnya juga cukup untuk membiayai hobi Dewi, yakni traveling. Hampir setiap bulan, wanita yang juga seorang wedding singer ini melancong ke luar kota atau keluar negeri. Namun yang terpenting, waktu luangnya bersama keluarga dan teman lebih banyak.
Bukan sekadar untuk memuaskan hasrat hedonnya, sebagian dari penghasilannya ia sisihkan untuk modal membuka restoran. Menggeluti bisnis kuliner sudah menjadi impian Dewi sejak kecil. Hobi makan, ia bercita-cita memiliki sebuah restoran masakan barat. "Sudah ada lokasi, tapi sekarang aku masih mempelajari market-nya untuk mencari tahu jenis makanan yang cocok untuk lokasi tersebut," kata Dewi.
Doyan nongkrong di kafe dan restoran, Dewi mengamati tempat-tempat tersebut kebanyakan kurang berkualitas, baik dari segi layanan maupun makanan. Hal tersebut juga yang memotivasinya membuka restoran.
Pencapaian-pencapaian positif dari profesinya sebagai supir menjadi pembuktian Dewi bagi orang-orang yang sempat meragukannya. Melihat kesuksesan Dewi, banyak di antara mereka mulai mengikuti jejak Dewi. Hampir semua kakak dan adik Dewi sudah bergabung dengan Uber.
Bagi Dewi sendiri, profesi tersebut memberikan pelajaran penting dalam memaknai kemerdekaan. "Sebagai wanita, kita juga punya kebebasan berekspresi dengan cara apapun, termasuk pekerjaan yang selama ini identik dengan kaum pria. Dari pekerjaan ini, aku juga belajar untuk mandiri dan tidak bergantung pada orang lain," katanya.
(dng/wdl)
Elektronik & Gadget
Bikin Sejuk Dimanapun Kamu! Intip 3 Rekomendasi Kipas Mini Portable Di Bawah 200 Ribu
Hobbies & Activities
4 Novel Ini Menggugah Rasa dan Pikiran, Layak Dibaca Sekali Seumur Hidup
Elektronik & Gadget
Vivo iQOO 15: Flagship Baru Super Kencang dengan Snapdragon 8 Elite Gen 5 & Layar 144Hz
Elektronik & Gadget
KiiP Wireless EW56: Power Bank Magnetik yang Bikin Hidup Lebih Praktis
Artikel Terkait
ARTIKEL LAINNYA
7 Keuntungan Menjadi Perawat Home Care Dibanding Perawat Rumah Sakit
Mengenal Manfaat Lanyard Id Card dan Rekomendasi Tempat Memesannya
Motivasi Kerja Mulai Pudar? Bangkitkan Lagi dengan 5 Langkah Ini
Mooryati Soedibyo, Pionir Jamu dan Kosmetik Tradisional di Indonesia
Petinju Wanita Nangis Setelah Dipukul 278 Kali, Netizen Salut Semangatnya
Most Popular
1
7 Potret Pernikahan Tristan Juliano, Anak Kedua Addie MS dan Memes
2
8 Drama Kerajaan Korea 2025 Terbaru, Jalan Cerita Seru Bikin Nagih
3
Viral Kisah Perjuangan Ibu Rawat Anak Sakit Langka, Suami Selingkuh 520 Kali
4
Alternatif Warna Baju Natal Selain Merah-Hijau, Bikin Kamu Tetap Stand Out
5
Ramalan Zodiak 15 Desember: Cancer Kontrol Keuangan, Leo Raih Kesempatan
MOST COMMENTED













































