Kategori Berita
Daerah
Layanan
Detik Network

Melalui Mata Hati, Elisabeth Philip Ubah Desa Tertinggal Jadi Percontohan

wolipop
Jumat, 13 Feb 2015 18:31 WIB

Anda menyukai artikel ini

Artikel disimpan

Dok. Tupperware
Jakarta -

Keterbatasan fisik tidak menghalangi Elisabeth Philip untuk membantu sesama dan berbakti untuk negeri. Kehilangan penglihatannya karena sebuah kecelakaan, Elisabeth sukses mengubah suatu desa yang dulunya tertinggal kini menjadi desa percontohan.

Sudah lima tahun ini puluhan ibu di Desa Tlogoweru, Guntur, Demak, Jawa Tengah mampu memperoleh penghasilan Rp 500 ribu hingga Rp 2 juta setiap bulannya. Uang itu mereka peroleh dari beragam usaha berbekal keterampilan yang didapat dari Balai Latihan Kerja Sejahtera yang digagas Elisabeth.

Dua kali seminggu para ibu tersebut mendapat beragam pelatihan seperti membatik, menjahit dan tata rias. Seluruh pelatihan tersebut diberikan Elisabeth secara gratis. Kini kerja keras wanita 54 tahun itu mendidik para ibu di Desa Tlogoweru berbuah manis. Batik hasil karya para ibu tersebut menarik perhatian konsumen. Pesanan datang bukan hanya dari Jawa Tengah tapi juga Jakarta.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Apa yang dilakukan Elisabeth untuk penduduk Desa Tlogoweru bukan hanya sampai di situ saja. Sebelumnya selama puluhan tahun, desa tertinggal itu terus dilanda kekeringan. Sektor pertanian pun tak berkembang di sana karena panen yang selalu gagal. Pada akhirnya para kepala keluarga di desa memilih bekerja sebagai buruh bangunan ketimbang menjadi petani. Dengan penghasilan yang seadanya mereka tak mampu membiayai pendidikan anak sehingga banyak ditemukan anak putus sekolah.

Merasa prihatin, Elisabeth menggagas pembangunan sejumlah sumur pantek. Sumur-sumur ini menjadi sarana masuknya air dari dalam tanan. Air yang telah terkumpul disalurkan dengan bantuan mesin sehingga dapat digunakan masyarakat untuk bertani. Kini keberadaan hampir 1.000 sumur di Tlogoweru telah mengubah wajah desa tersebut. Desa yang dulu tertinggal itu sekarang menjadi desa percontohan nasional.

Kepedulian Elisabeth pada sesama ini bukan terjadi tanpa alasan. Wanita yang berprofesi sebagai pemuka agama itu melalui masa kecil yang kelam. Dia dan lima saudaranya tidak mampu menikmati hidup berkecukupan. Bahkan keluarganya dikenal sebagai tukang utang. Uang sekolah pun dia seringkali menunggak sehingga mendapat malu ketika dihukum karena belum melunasinya.

Tekanan hidup membuat kehidupan keluarga Elisabeth tidak harmonis. Ucapan kasar kerap dia terima dari orangtua dan saudara-saudaranya. Merasa sedih, wanita asal Semarang ini berulang kali berpikir untuk bunuh diri.

"Rasanya sedih sekali kalau ingat zaman dulu, sejak itu saya bertekad agar nanti bisa membantu orang-orang susah," katanya.

Elisabeth mewujudkan tekadnya setelah dia lulus Sekolah Pendidikan Guru dan mendapatkan pekerjaan sebagai guru Taman Kanak-kanak. Sebagian gajinya yang hanya Rp 15.000 dia sisihkan untuk membantu orang-orang tidak mampu di sekelilingnya.

"Dulu saya cuma kepikiran bagaimana caranya orang-orang ini nggak hidup lapar. Saya bantu semampu saya," ujar Elisabeth.

Ujian datang saat Elisabeth mengalami kecelakaan. Benturan keras di kepala membuat dia kehilangan seluruh penglihatannya di usia 32 tahun. Bukan hanya itu saja pada 1998 dia juga dinyatakan menderita kanker otak dan divonis dokter hanya mampu bertahan hidup beberapa tahun saja.

Meski demikian segala keterbatasan itu justru tidak membatasi Elisabeth untuk membantu sesama. Desa Tregowulan hanyalah satu dari puluhan desa lain yang sudah dibantunya. Kesuksesannya ini juga mampu membawanya terbang ke Hong Kong, April 2015 mendatang. Bersama Lurah Tregowulan dia akan berbagi pengalaman di depan para buruh migran Indonesia.

(eny/fer)

Anda menyukai artikel ini

Artikel disimpan

Artikel Fokus Selanjutnya
Artikel Terkait
Detiknetwork
Hide Ads