ADVERTISEMENT

Akhirnya Disahkan, Ini Manfaat RUU TPKS untuk Para Wanita

Hestianingsih - wolipop Rabu, 13 Apr 2022 15:03 WIB
Young woman holding stop card on dark background Foto: iStock
Jakarta -

Setelah menunggu 10 tahun, Rancangan Undang-undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) akhirnya menjadi undang-undang. Pada Selasa (12/4/2022), DPR RI mengesahkan RUU TPKS dalam rapat paripurna yang dipimpin Puan Maharani.

Rapat paripurna dihadiri oleh sejumlah koalisi LSM perempuan dan kalangan aktivis. Beberapa di antaranya LBH APIK dan Jaringan Pembela Hak Perempuan Korban Kekerasan Seksual.

Dalam draf UU TPKS, ada sembilan jenis kekerasan seksual yang dapat dipidana. Sebelumnya, dalam draf RUU TPKS dan DIM, hanya ada 7 jenis kekerasan seksual.

Adapun sembilan jenis kekerasan seksual yang diatur dalam Pasal 4 ayat 1 sebagai berikut:

Pasal 4 (1) Tindak Pidana Kekerasan Seksual terdiri atas:
a. pelecehan seksual nonfisik;
b. pelecehan seksual fisik;
c. pemaksaan kontrasepsi;
d. pemaksaan sterilisasi;
e. pemaksaan perkawinan;
f. penyiksaan seksual;
g. eksploitasi seksual;
h. perbudakan seksual; dan
i. kekerasan seksual berbasis elektronik.

Selain itu UU TPKS juga mengatur agar restorative justice, seperti mediasi, tidak berlaku dalam kasus tindak pidana kekerasan seksual.

Pengesahan RUU TPKS tentu menjadi angin se.gar dalam upaya perlindungan perempuan. Sejumlah akademisi pun menyambut positif keputusan ini. Ada sejumlah manfaat dengan disahkannya RUU TPKS menjadi undang-undang, terutama bagi perempuan yang lebih rentan jadi korban kekerasan seksual.

1. Peran Lembaga Dalam Pendampingan Korban Kekerasan Seksual

Masuknya peran lembaga penyedia layanan berbasis masyarakat dalam proses pendampingan dan perlindungan korban kekerasan seksual. Dengan demikian, pemerintah harus memastikan kehadiran penyedia layanan berbasis masyarakat dalam pembentukan Pusat Layanan Terpadu.

2. Pendanaan Bagi Korban Kekerasan Seksual

UU TPKS menekankan adanya victim trust atau dana bantuan bagi korban kekerasan seksual yang merupakan kompensasi negara kepada korban tidak pidana kekerasan seksual.

"Hal ini menjadi angin segar untuk memastikan dukungan bagi korban dalam menjalani proses penanganan perkara kekerasan seksual," ujar dosen hukum perlindungan perempuan dan anak Fakultas Hukum Universitas Pamulang, Halimah Humayrah Tuanaya, seperti dikutip dari detikNews.

3. Kondisi Mental Korban Kekerasan Seksual Jadi Prioritas

RUU TPKS mengatur adanya ketentuan yang mewajibkan aparat penegak hukum untuk menggelar penyidikan dan proses hukum lain tanpa menimbulkan trauma bagi korban. Selain itu undang-undang tersebut juga melarang pelaku kekerasan seksual untuk mendekati korban dalam jarak dan waktu tertentu selama berlangsungnya proses hukum.

"Ketentuan ini menjadi ujung tombak keselamatan korban kekerasan seksual agar korban aman dan tidak harus melarikan diri dari pelaku," jelasnya.

4. Perlindungan Terhadap Keluarga dan Saksi Korban Kekerasan Seksual

Adanya ketentuan tentang hak korban, keluarga korban, saksi, ahli, dan pendamping. Hal ini merupakan upaya untuk memastikan pemenuhan hak korban dalam mendapatkan keadilan dan pemulihan, sekaligus memberikan perlindungan bagi keluarga, saksi, ahli, dan pendamping korban.



Simak Video "Mengenal Lasminingrat, Cendekiawan Sunda yang Ada di Google Doodle"
[Gambas:Video 20detik]
(hst/hst)