Suamiku Tukang Pukul, Saat Wanita Rentan Jadi Korban KDRT Suami
Gresnia Arela Febriani - wolipop
Sabtu, 21 Sep 2019 08:32 WIB
Jakarta
-
Kasus KDRT yang dialami artis Tiga Setia Gara seakan menjadi pengingat bahwa wanita sangat rentan mengalami kekerasan dalam pernikahan. Dan mirisnya, wanita sulit keluar dari jeratan KDRT ini.
Komnas Perempuan mengungkapkan setiap tahunnya, angka KDRT terus menempati angka tertinggi setiap tahunnya dalam catatan tahunan mereka terkait kasus-kasus kekerasan yang dialami wanita. "Angka tertingginya sekitar 60%, KDRT masih menjadi kasus tertinggi dalam 10 tahun terakhir," ujar salah satu Komisioner Komnas Perempuan Riri Khariroh saat dihubungi Wolipop.
Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) seperti tertuang dalam pasal 1 UU Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU PKDRT) adalah tindakan yang dilakukan di dalam rumah tangga baik oleh suami, istri, maupun anak yang berdampak buruk terhadap keutuhan fisik, psikis, dan keharmonisan hubungan. Menurut Riri, pada umumnya korban KDRT adalah kaum wanita atau istri dan pelakunya adalah suami. Walaupun ada juga korban justru sebaliknya, atau orang-orang yang tersubordinasi di dalam rumah tangga tersebut.
KDRT bisa terjadi dalam sebuah hubungan pernikahan ketika ada ketimpangan relasi. "Ada salah satu pihak yang merasa dirinya lebih punya kuasa tinggi dari yang lain. Lalu ada perasaan lebih superior, sehingga lebih berhak untuk memperlakukan pihak lainnya secara tidak baik, kita bilang ketimpangan relasi," kata Psikolog Angesty Putri, M. Psi atau akrab dikenal dengan Anez, saat dihubungi oleh Wolipop, Rabu (18/9/2019).
Menurut Anez, ada empat kategori kekerasan dalam rumah tangga (KDRT):
1. Kekerasan secara fisik
Kekerasan fisik yang dialami korban KDRT berupa dipukul, ditendang, dan yang sifatnya melukai atau membuat cacat secara fisik. Kekerasan ini bisa menjadi alat bukti dalam KDRT. Korban yang mengalaminya disarankan langsung datang ke dokter atau rumah sakit untuk melakukan visum, lalu serahkan ke polisi sebagai alat bukti.
2. Kekerasan secara psikis
Kekerasan ini terjadi saat korban disakiiti secara mental, verbal, teror, ancaman atau intimidasi. Tidak seperti fisik, KDRT psikis ini sifatnya lebih tidak terlihat. Pelaku KDRT ada yang bisa memilih melakukan kekerasan psikis, karena tidak ada bukti yang bisa diajukan korban ke pihak berwajib.
"Makanya sering kali psikolog sering terlibat dalam penanganan kasus atau pemeriksaan, karena KDRT tidak selalu fisik. Psikis kan polisi tidak punya bukti, maka yang bisa digunakan adalah pemeriksaan psikologis," ujar Anez.
3. Kekerasan seksual
Kekerasan yang masuk kategori ketiga ini adalah pelecehan seksual dengan kontak fisik, misalnya pemaksaan hubungan seksual, menggunakan alat-alat yang menyakiti dan melukai alat kelamin. Hubungan yang tidak dikehendaki, juga termasuk kategori kekerasan seksual.
Kekerasan ekonomi atau tidak dinafkahi
Jika ada masalah ekonomi, penelantaran, pengabaian, tidak dinafkahi, dan tidak diurus itu termasuk kekerasan dalam rumah tangga.
Dari empat kategori KDRT tersebut menurut Anez, wanita atau istri biasanya tak hanya mengalami salah satunya saja. "Biasanya dikatain, fisik juga. Dan dalam psikologi kerap dibilang kekerasan itu nggak tunggal bentuknya, lebih majemuk apalagi kalau yang sudah lebih intens. Itu semuanya terjadi pada korban. Semuanya bahkan dampak psikologisnya bisa banyak sekali," jelas psikolog Klinis Universitas Indonesia itu.
Saat wanita mengalami KDRT dalam pernikahannya ini baik fisik maupun psikis atau bahkan juga ekonomi, Anez mengungkapkan ada dua dampak yang bisa dirasakannya. Pertama, korban jadi berubah perilakunya. Misalnya dari yang awalnya ceria jadi murung atau sering menangis. Dan dampak kedua pada pola pikir korban.
"Dulunya dia merasa percaya diri tapi kemudian karena kerap mendapatkan perlakuan kekerasan, jadinya minder dan tertutup. Dampak sosial juga bisa. Menutup akses dengan teman lama karena merasa malu," pungkasnya.
(eny/eny)
Komnas Perempuan mengungkapkan setiap tahunnya, angka KDRT terus menempati angka tertinggi setiap tahunnya dalam catatan tahunan mereka terkait kasus-kasus kekerasan yang dialami wanita. "Angka tertingginya sekitar 60%, KDRT masih menjadi kasus tertinggi dalam 10 tahun terakhir," ujar salah satu Komisioner Komnas Perempuan Riri Khariroh saat dihubungi Wolipop.
Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT) seperti tertuang dalam pasal 1 UU Nomor 23 tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (UU PKDRT) adalah tindakan yang dilakukan di dalam rumah tangga baik oleh suami, istri, maupun anak yang berdampak buruk terhadap keutuhan fisik, psikis, dan keharmonisan hubungan. Menurut Riri, pada umumnya korban KDRT adalah kaum wanita atau istri dan pelakunya adalah suami. Walaupun ada juga korban justru sebaliknya, atau orang-orang yang tersubordinasi di dalam rumah tangga tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
KDRT bisa terjadi dalam sebuah hubungan pernikahan ketika ada ketimpangan relasi. "Ada salah satu pihak yang merasa dirinya lebih punya kuasa tinggi dari yang lain. Lalu ada perasaan lebih superior, sehingga lebih berhak untuk memperlakukan pihak lainnya secara tidak baik, kita bilang ketimpangan relasi," kata Psikolog Angesty Putri, M. Psi atau akrab dikenal dengan Anez, saat dihubungi oleh Wolipop, Rabu (18/9/2019).
Menurut Anez, ada empat kategori kekerasan dalam rumah tangga (KDRT):
1. Kekerasan secara fisik
Kekerasan fisik yang dialami korban KDRT berupa dipukul, ditendang, dan yang sifatnya melukai atau membuat cacat secara fisik. Kekerasan ini bisa menjadi alat bukti dalam KDRT. Korban yang mengalaminya disarankan langsung datang ke dokter atau rumah sakit untuk melakukan visum, lalu serahkan ke polisi sebagai alat bukti.
Ilustrasi wanita mengalami KDRT. Foto: Dok. iStock |
2. Kekerasan secara psikis
Kekerasan ini terjadi saat korban disakiiti secara mental, verbal, teror, ancaman atau intimidasi. Tidak seperti fisik, KDRT psikis ini sifatnya lebih tidak terlihat. Pelaku KDRT ada yang bisa memilih melakukan kekerasan psikis, karena tidak ada bukti yang bisa diajukan korban ke pihak berwajib.
"Makanya sering kali psikolog sering terlibat dalam penanganan kasus atau pemeriksaan, karena KDRT tidak selalu fisik. Psikis kan polisi tidak punya bukti, maka yang bisa digunakan adalah pemeriksaan psikologis," ujar Anez.
3. Kekerasan seksual
Kekerasan yang masuk kategori ketiga ini adalah pelecehan seksual dengan kontak fisik, misalnya pemaksaan hubungan seksual, menggunakan alat-alat yang menyakiti dan melukai alat kelamin. Hubungan yang tidak dikehendaki, juga termasuk kategori kekerasan seksual.
Kekerasan ekonomi atau tidak dinafkahi
Jika ada masalah ekonomi, penelantaran, pengabaian, tidak dinafkahi, dan tidak diurus itu termasuk kekerasan dalam rumah tangga.
Dari empat kategori KDRT tersebut menurut Anez, wanita atau istri biasanya tak hanya mengalami salah satunya saja. "Biasanya dikatain, fisik juga. Dan dalam psikologi kerap dibilang kekerasan itu nggak tunggal bentuknya, lebih majemuk apalagi kalau yang sudah lebih intens. Itu semuanya terjadi pada korban. Semuanya bahkan dampak psikologisnya bisa banyak sekali," jelas psikolog Klinis Universitas Indonesia itu.
Saat wanita mengalami KDRT dalam pernikahannya ini baik fisik maupun psikis atau bahkan juga ekonomi, Anez mengungkapkan ada dua dampak yang bisa dirasakannya. Pertama, korban jadi berubah perilakunya. Misalnya dari yang awalnya ceria jadi murung atau sering menangis. Dan dampak kedua pada pola pikir korban.
"Dulunya dia merasa percaya diri tapi kemudian karena kerap mendapatkan perlakuan kekerasan, jadinya minder dan tertutup. Dampak sosial juga bisa. Menutup akses dengan teman lama karena merasa malu," pungkasnya.
(eny/eny)
Hobbies & Activities
Penggemar Gitar Akustik Perlu Coba! Donner DAG-1CE Bisa Jadi Gitar Andalanmu
Health & Beauty
Dilema Pilih Sunscreen untuk Kulit Sensitif? 2 Sunscreen Ini Bisa Jadi Pilihanmu
Hobbies & Activities
iReborn Treadmill Elektrik Paris: Biar Olahraga Jadi Lebih Praktis, Nyaman, dan Konsisten
Health & Beauty
Lip Care Goals! 3 Produk Andalan Untuk Bibir Halus dan Sehat Sepanjang Hari
Artikel Terkait
ARTIKEL LAINNYA
Ramalan Zodiak 8 Desember: Libra Harus Jujur, Sagitarius Lebih Bijak
60 Ucapan Wisuda untuk Pacar yang Romantis dan Penuh Doa
Ramalan Zodiak 8 Desember: Cancer Singkirkan Ego, Leo Lebih Tulus
Ramalan Zodiak 8 Desember: Aries Jangan Spekulasi, Gemini Lakukan Terobosan
Ramalan Zodiak Cinta 7 Desember: Gemini Diskusi Baik-baik, Pisces Jaga Ucapan
Most Popular
1
Cher Siap Menikah Lagi Menjelang Usia 80 dengan Pria 39 Tahun
2
Karyawan Gugat Perusahaan Setelah Dipecat karena Masuk Kantor Terlalu Pagi
3
Ramalan Zodiak 8 Desember: Libra Harus Jujur, Sagitarius Lebih Bijak
4
Peneliti Ungkap Manfaat Tersembunyi Dark Chocolate untuk Memori
5
Skandal Terekspos, Cho Jin Woong Umumkan Pensiun dari Industri Hiburan
MOST COMMENTED












































Ilustrasi wanita mengalami KDRT. Foto: Dok. iStock