Alasan Kecanduan Game Bisa Jadi Penyebab Pasangan Bercerai
Hestianingsih - wolipop
Jumat, 08 Feb 2019 15:09 WIB
Jakarta
-
Tidak sedikit hubungan asmara yang kandas akibat salah satu pasangannya kecanduan main video game. Seorang mediator perceraian mengatakan telah menerima 4.700 gugatan cerai sepanjang 2018 lalu.
Pengacara yang khusus menangani kasus perceraian di Inggris tersebut mengungkapkan, 5 persen dari total jumlah gugatan cerai menyebutkan kecanduan game Fortnite dan game online lainnya sebagai penyebab perpisahan.
"Saya punya klien mungkin bukan spesifik karena Fortnite, tapi (dalam gugatannya) menyebutkan bahwa dia selalu duduk di sofa main game. Dia selalu terlibat di dalamnya. Mereka (keluarga) jadi sangat jauh dari orang tersebut," kata Katherine Miller dari firma hukum Miller Law Group, seperti dikutip dari CBS New York.
Lantas, apa yang membuat wanita minta cerai saat suaminya kecanduan game online?
Katherine menyebutkan bahwa kurangnya komunikasi menjadi faktor utama dalam perceraian terkait kecanduan game online. Ya, teknologi lah yang berperan besar dalam rusaknya hubungan asmara maupun rumah tangga.
"Kita lihat kini pornografi atau game online semakin bertambah, texting, ketidakmampuan mempertahankan hubungan personal karena dunia digital sangat berpengaruh dan menekan," ujar Katherine.
Terapis percintaan Gwen Mancuso juga mengamini bahwa kurangnya komunikasi akibat terlalu asyik main game adalah penyebab banyak pasangan berpisah. Ia menjelaskan, kecanduan game kini sudah menjadi salah satu masalah rumah tangga yang memerlukan komunikasi, kejujuran dan keterbukaan untuk mengatasinya.
"Aktivitas apapun yang membuat orang jadi tidak bisa meluangkan waktu bersama pasangan akan merusak kualitas sebuah hubungan," terang Gwen.
Banyaknya efek negatif yang ditimbulkan akibat kecanduan game, membuat World Health Organization (WHO) menetapkan kondisi ini sebagai 'gaming disorder'. WHO menyebut bahwa gaming disorder sebagai salah satu bentuk gangguan mental.
Dalam situs resminya, WHO mendefinisikan gaming disorder sebagai, "Lemahnya kontrol terhadap bermain game, meningkatnya prioritas pada bermain game daripada aktivitas lainnya hingga sampai pada titik melebihi minat dan aktivitas harian lainnya serta keberlanjutan atau peningkatan pada bermain game."
Meski begitu, WHO menegaskan bahwa gaming disorder hanya sesuatu yang harus didiagnosis dan hanya mempengaruhi sekelompok kecil orang yang memang terlibat dalam aktivitas game, baik berupa video maupun digital. (hst/hst)
Pengacara yang khusus menangani kasus perceraian di Inggris tersebut mengungkapkan, 5 persen dari total jumlah gugatan cerai menyebutkan kecanduan game Fortnite dan game online lainnya sebagai penyebab perpisahan.
"Saya punya klien mungkin bukan spesifik karena Fortnite, tapi (dalam gugatannya) menyebutkan bahwa dia selalu duduk di sofa main game. Dia selalu terlibat di dalamnya. Mereka (keluarga) jadi sangat jauh dari orang tersebut," kata Katherine Miller dari firma hukum Miller Law Group, seperti dikutip dari CBS New York.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Katherine menyebutkan bahwa kurangnya komunikasi menjadi faktor utama dalam perceraian terkait kecanduan game online. Ya, teknologi lah yang berperan besar dalam rusaknya hubungan asmara maupun rumah tangga.
"Kita lihat kini pornografi atau game online semakin bertambah, texting, ketidakmampuan mempertahankan hubungan personal karena dunia digital sangat berpengaruh dan menekan," ujar Katherine.
Terapis percintaan Gwen Mancuso juga mengamini bahwa kurangnya komunikasi akibat terlalu asyik main game adalah penyebab banyak pasangan berpisah. Ia menjelaskan, kecanduan game kini sudah menjadi salah satu masalah rumah tangga yang memerlukan komunikasi, kejujuran dan keterbukaan untuk mengatasinya.
"Aktivitas apapun yang membuat orang jadi tidak bisa meluangkan waktu bersama pasangan akan merusak kualitas sebuah hubungan," terang Gwen.
Banyaknya efek negatif yang ditimbulkan akibat kecanduan game, membuat World Health Organization (WHO) menetapkan kondisi ini sebagai 'gaming disorder'. WHO menyebut bahwa gaming disorder sebagai salah satu bentuk gangguan mental.
Dalam situs resminya, WHO mendefinisikan gaming disorder sebagai, "Lemahnya kontrol terhadap bermain game, meningkatnya prioritas pada bermain game daripada aktivitas lainnya hingga sampai pada titik melebihi minat dan aktivitas harian lainnya serta keberlanjutan atau peningkatan pada bermain game."
Meski begitu, WHO menegaskan bahwa gaming disorder hanya sesuatu yang harus didiagnosis dan hanya mempengaruhi sekelompok kecil orang yang memang terlibat dalam aktivitas game, baik berupa video maupun digital. (hst/hst)
Home & Living
Bikin Natal Lebih Ceria, Lampu Hias Ini Cocok Jadi Dekorasi Natalmu!
Home & Living
Rekomendasi 3 Hampers Natal Eksklusif yang Siap Bikin Momen Kamu Makin Spesial!
Home & Living
Rekomendasi 3 Dekorasi Natal Simple tapi Bikin Rumah Auto Hangat!
Health & Beauty
Skincare Set Ini Layak Jadi Hadiah Natal untuk Orang Terdekatmu
Artikel Terkait
ARTIKEL LAINNYA
Ramalan Zodiak Cinta 18 Desember: Aries Kurang Komunikasi, Libra Tetap Tenang
60 Kata-kata Bijak untuk Diri Sendiri, Memulai 2026 dengan Semangat
Ramalan Zodiak 18 Desember: Pisces Banyak Masalah, Capricorn Jangan Spekulasi
Ramalan Zodiak 18 Desember: Libra Jangan Tergesa-gesa, Scorpio Perlu Merenung
Ramalan Zodiak 18 Desember: Cancer Ada Kejutan, Leo Lebih Pengertian
Most Popular
1
Potret Aktris Riley Keough yang Disebut Ibu dari Anak Ketiga John Travolta
2
Kaleidoskop 2025
10 Gaya Ikonik Kate Middleton di 2025, Dinobatkan Sebagai Influencer Abadi
3
Foto: Denny Wirawan Angkat Spirit Sumba dalam Koleksi 'Bumi Sabana'
4
Victoria Beckham Ungkap Panggilan Barunya Setelah Suami Dapat Gelar Kehormatan
5
7 Gaya Han So Hee Tampil Standout Bergaun Dior di Presscon Project Y
MOST COMMENTED











































