Fenomena Tren Tumbler dan Obsesi yang Mengancam Lingkungan
Hilangnya sebuah tumbler akibat kecerobohan sang pemilik bikin satu Indonesia gempar. Topik terkait tumbler pun kembali hangat setelah kejadian viral tersebut.
Tak sekadar wadah air, tumbler kini menjadi sebuah pernyataan gaya. Faktanya, generasi Z alias gen-Z memperlakukannya seperti sebuah aksesori yang wajib dipakai ketika bepergian. Setidaknya demikian hasil survei Culligan UK, sebuah perusahaan penyedia solusi air minum untuk rumah dan kantor, baru-baru ini.
Tumbler merupakan nama lain dari insulated water bottle. Berbeda dari botol biasa, tumbler mengandalkan teknologi vacuum insulated double-wall atau bahkan triple-wall insulation yang mampu menjaga suhu minuman selama 12-48 jam. Fitur tersebut yang membuat harganya lebih mahal dari wadah air minum pada umumnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hampir semua tumbler berkualitas tinggi juga menggunakan material seperti stainless steel grade 304/316, Tritan bebas BPA, atau teknologi isolasi berlapis.
Selain lebih kokoh dan tahan benturan, material tersebut memastikan produk ini aman untuk kesehatan (tidak melepaskan bahan kimia), tidak mudah berkarat atau mengubah rasa. Stabilisasi suhu juga semakin optimal.
Tumbler Starbucks x Stanley yang dijual di Indonesia. (Foto: Daniel Ngantung/detikcom) |
Tren menggunakan tumbler mulanya berangkat dari kesadaran untuk lebih peduli terhadap lingkungan sebagai pengganti dari botol plastik sekali pakai. Namun, seperti dikabarkan New York Times, gaung gandrung tumbler dimulai pada 2022 setelah komunitas ibu-ibu muda di New York City, Amerika Serikat, mengunggah di media sosial tentang pengalaman mereka menggunakan salah satu produk keluaran Stanley.
Penjualan tumbler Stanley, yang harganya berada di kisaran US$ 45 atau Rp 800.000 ke atas, mendadak meledak. Dalam laporan CNBC dua tahun lalu, jenama berusia 111 tahun yang sebelumnya lebih dikenal sebagai botol minum para pendaki gunung berhasil membukukan penjualan hingga US$ 750 juta, kontras dari pencapainnya pada 2020, yang hanya US$ 70 juta.
Ada alasan tersendiri kenapa perempuan merupakan pasar terbesar bagi produsen tumbler. Dilansir dari The Guardian, Daniel Benkendorf, seorang profesor psikologi di Fashion Institute of Technology, mengatakan bahwa mereka kerap dijadikan target utama dalam strategi pemasaran produk "berkelanjutan" karena "konsep-konsep tersebut telah difeminisasi dalam budaya kita."
"Anak muda, terutama perempuan muda, kini lebih mungkin daripada sebelumnya untuk mengatakan bahwa etika sebuah merek penting bagi mereka dan bahwa mereka hanya akan membeli dari perusahaan yang nilai-nilainya sejalan dengan nilai mereka sendiri," tambah Benkendorf.
Seiring permintaan yang kian bertambah, Stanley menawarkan berbagai jenis tumbler dengan pilihan warna dan desain yang kian bervariasi. Kolaborasinya dengan jenama lain ataupun figur publik terkenal seperti Jennie BLACKPINK semakin membuat orang terobsesi dengan tumbler.
Fenomena tumbler mendunia, tanpa terkecuali di Indonesia. Starbucks Indonesia lebih dulu mengikuti tren dengan produk dan penawaran diskon minuman dengan tumbler keluarannya pada hari tertentu.
Baru disusul merek lainnya seperti Corkcicle, 24Bottles, Hydro Flask, dan Chako Lab. Harga yang bisa mencapai jutaan rupiah itu tak menghalangi antusiasme masyarakat. Padahal, ekonomi dikabarkan sedang melesu (in this economy!).
Flagship store Corkcicle di Indonesia hadir di Plaza Senayan, Jakarta Pusat, pada Rabu (25/6/2025). (Foto: Dok. Corkcicle) |
Minat yang tinggi disambut dengan pembukaan toko khusus merek-merek internasional tersebut di Jakarta. Tahun lalu, toko pertama Stanley di Indonesia hadir di Grand Indonesia, Jakarta, kemudian diikuti Corkcicle di Plaza Senayan.
Jenama lokal pun tak ketinggalan. Termasuk kedai kopi Tuku yang salah satu produknya dipakai oleh Anita yang bikin geger se-Indonesia. Tumbler Tuku tersebut dijual seharga Rp 250.000.
Obsesi terhadap tumbler memotivasi orang untuk lebih konsumtif sehingga memiliki tumbler lebih dari satu. Hal tersebut juga sempat memicu perdebatan tersendiri.
Jika tumbler hadir sebagai sebuah tren, bukan tidak mungkin suatu saat nanti akan ditinggalkan. Ketika orang sudah mulai bosan dengan koleksi tumblernya, bukan tidak mungkin barang tersebut menjadi sampah yang malah semakin menambah beban di pembuangan akhir. Tumbler pun tak lagi menjadi opsi yang ramah lingkungan.
(dtg/dtg)
Home & Living
Bikin Suasana Natal Makin Hangat! Sentuhan Dekorasi Lampu Natal Ini Bikin Sudut Rumah Estetis
Fashion
Mau Tampil Cantik Saat Natal? Pilihan Baju Ini Bisa Bikin Kamu Tampil Elegan
Fashion
Tampil Kompak dan Hangat di Hari Natal dengan Family Set Maroon Favorit!
Home & Living
Pohon Natal Pop Up Portable Full Set: Solusi Dekorasi Natal Cepat & Tanpa Ribet!
Dish Dryer Vs Lap Manual, Mana yang Lebih Higienis Bersihkan Alat Makan?
Tak Hanya Bikin Ruangan Sehat, Ini 3 Manfaat Vitamin C Filter pada AC
5 Tips agar Cucian Nggak Bau Apek Meski Cuaca Kurang Bersahabat
5 Tips Menghias Pohon Natal ala Profesional agar Estetik dan Cantik Maksimal
3 Rekomendasi Dispenser Sehat buat Keluarga, Sudah BPA Free & Food Grade
8 Potret Shandy Aulia yang Gaya Hidup Mewahnya Jadi Sorotan
Adu Gaya Suzy, Park Bo Gum, dan V BTS Bersinar di Acara Akhir Tahun CELINE
Kaleidoskop 2025
5 Istilah Dunia Kerja yang Viral di 2025, Gen Z Wajib Tahu
Momen Manis Tasya Farasya & Mantan Suami Ambil Rapor Anak















































