Kategori Berita
Daerah
Layanan
Detik Network

Kisah Jatuh Bangun Brand Vanilla Hijab, dari Modal Nekat Jadi Laris Manis

Gresnia Arela Febriani - wolipop
Selasa, 06 Jun 2023 09:07 WIB

Anda menyukai artikel ini

Artikel disimpan

Vanilla Hijab menggelar fashion show yang merupakan rangkaian acara Vanilla Rendezvous bersama Vanilla Sisters se-Indonesia, The Manor Andara, Jakarta Selatan.
Intan dan Atina pendiri Vanilla Hijab. Foto: Dok. Gresnia/Wolipop.
Jakarta -

Hijabers Tanah Air tentu sudah tak asing lagi dengan brand Vanilla Hijab dengan ciri khas warna pastelnya. Brand hijab ini mampu menjual ribuan koleksi terbaru dalam hitungan detik.

Di balik kisah sukses Vanilla Hijab, ada perjuangan dari para pendiri brand tersebut yaitu kakak beradik Atina Maulina (founder) dan Intan Kusuma Fauzia (CEO). Keduanya memulai bisnis dengan berjualan dari mengambil barang di Thamrin City.

Intan mengatakan pada saat awal mula mendirikan Vanilla Hijab pada Maret 2013, Atina waktu itu belum berhijab. Sedangkan Intan juga baru berhijab dan mengaku hanya modal nekat.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Foto Intan ketika menjadi narasumber di cara Modestalk Business Meet Up & Networking Session, Strategi Membaca Peluang Bisnis untuk Besarkan Usaha, di GoWork Fatmawati, Jakarta Selatan (31/5/2023).Foto Intan ketika menjadi narasumber di cara Modestalk Business Meet Up & Networking Session, Strategi Membaca Peluang Bisnis untuk Besarkan Usaha, di GoWork Fatmawati, Jakarta Selatan (31/5/2023). Foto: Gresnia/Wolipop.

"Jadi apa-apa kita Google, panjang hijabnya itu berapa, lebarnya, bahannya apa kita itu setiap hari ke Mayestik atau di Thamrin City pulang kuliah kita nanya. Kita itu malah belajar ke pedagang-pedagang ini bahannya apa sih pak? Cara jahitnya bagaimana?" ungkap Intan ketika menjadi narasumber di cara Modestalk Business Meet Up & Networking Session, Strategi Membaca Peluang Bisnis untuk Besarkan Usaha, di GoWork Fatmawati, Jakarta Selatan belum lama ini.

ADVERTISEMENT

Wanita yang berasal dari Surabaya, Jawa Timur itu mengatakan selama tiga tahun pertama mendirikan Vanilla Hijab, dia dan Atina konsisten menjual hijab segi empat dan pashmina. Intan pun mengungkapkan alasannya.

"Kita spesifik jualan kerudung tiga tahun dan menjualnya cuma dua jenis, segi empat dan pashmina. Karena kita memang merasa kemampuan kita ya di situ, kita mau jualan baju, gambar nggak bisa, jahit nggak bisa dan tidak punya kenalan dan background mau minta tolong ke siapa, akhirnya kita fokus di situ," kenang Intan.

Selain menjual hijab, Intan dan Atina ingin menjual busana muslim. Pada tahun ketiga Vanilla Hijab berdiri mereka pun mulai mencari tahu cara membuat busana untuk muslimah.

"Di tahun ketiga kita mencoba bertanya kalau mau jualan baju itu bagaimana? Sama waktu itu hijab tidak langsung produksi sendiri, sistemnya PO. Jadi kita nggak punya modal dan ngefotoin macam-macam kain yang ada di sana dan upload di Instagram. Kalau ada yang berminat beli dulu via BBM dan ada yang beli baru kita balik lagi ke Mayestik buat belanjain kainnya. Dulu itu belum dijahit tapi dineci aja. Di samping toko di Mayestik itu berjalan selama setahun dan mengumpulkan modal," tutur Intan panjang lebar.

Kemudian sang ibu mendorong Intan dan Atina untuk belanja di Thamrin City. Sang ibu juga ingin memberikan modal agar usaha mereka semakin berkembang. Namun Intan menolak karena belum mengetahui masa depan brand hijabnya saat itu.

"Kita masih belum tahu karena masih kuliah dan kondisinya Atina habis pemulihan cukup lama dan jangan ngoyo yang penting happy dijalani sambil belajar. Baru setelah setahun punya uang baru berani ke Thamrin City dan Tanah Abang," jelasnya.

Fashion Show Vanilla Hijab Berkonsep RendezvousFoto Intan dan Atina saat fashion Show Vanilla Hijab Berkonsep Rendezvous. Foto: Grandyos Zafna/Detikcom.

Intan masih ingat betul produk yang pertama kali yang dijual oleh Vanilla Clothing adalah rok. Selama satu tahun hanya menjual satu produk itu saja.

"Mungkin kalau ada pelanggan Vanilla Hijab yang sudah lama banget itu pasti tahu rok payung bahan jersey itu aku jualnya Rp 95 ribu dan aku hanya mengambil untung itu Rp 15 ribu. Aku ngambil dari toko. Cuman karena dulu ngambilnya 50 itu kan dulu banyak ya jadi dia bolehin pilih warna dari katalog, kita pilih enam warna boleh masing-masing 50 hingga kenalan dengan konveksi," ucap Intan.

Pada saat itu kata Intan, Instagram hanya menjadi platform marketing dan upload produk. Pembelian produk dilakukan melalui Blackberry Messenger (BBM). Mulai tahun keempat, Vanilla Hijab mempunyai variasi produk dan hingga saat ini berkembang mempunyai tim desain, bagian pattern dan jahit sendiri. Dan followers Vanilla Hijab di Instagram sudah lebih dari 2,4 juta.

Selanjutnya, Intan menceritakan kegiatan sosial yang kerap dilakukan oleh Vanilla Hijab. KLIK HALAMAN SELANJUTNYA!

Tak hanya menjual produk dan menggelar fashion show koleksi terbaru saja, Vanilla Hijab juga secara konsisten membuat program sosial dan peduli terhadap sesama. Intan pun mengungkapkan kisah soal program tersebut.

"Aku dan Atina itu kepengen Vanilla Hijab ada itu bisa bermanfaat buat banyak orang. Jadi apapun hal dan yang kita lakukan sekecil apapun harus berefek terhadap lingkungan sekitar kita," kata Intan.

Salah satu program sosial yang mereka lakukan adalah untuk setiap penjualan produk Vanilla Hijab, bisa berdonasi untuk Rumah Takfidz Jayapura, Papua. Intan menjelaskan yang terbaru adalah UMKM Kit, yaitu secara gratis paket untuk para pelaku UMKM agar bisa memproduksi konten secara maksimal.

"Ada ringlight kan dulu Vanilla Hijab ada itu gak ada sinergi itu. Kita mau nanya ke sesama brand takut karena tidak kenal. Kalau sekarang kan banyak yang sudah kenal dan transparan. Kita kasih konten kit karena sekarang kan zamannya Live, ada ringlight, tripod, kain background sekitar 20-30 meter untuk produksi kalau jualan fashion," terangnya.

Pada saat pandemi, Vanilla Hijab memberikan baju Lebaran untuk para tenaga medis. Setiap tahun mereka juga mempunyai program, bagi pelanggan yang membeli produk bisa ikut membangun sekolah.

"Tahun lalu itu di Kampung Marataw, sekolahnya kita pilih dan benar-benar membutuhkan bantuan. Kita bekerja sama dengan organisasi," ujarnya.

Membuat kegiatan sosial, Intan mengatakan ada pro dan kontra yang datang di media sosial. Ada yang menganggap apa yang mereka lakukan sebagai sesuatu yang riya. Apa kata Intan?

"Kita sudah bertanya kebanyak guru dan ustazah karena menjalani bisnis dan ingin bermanfaat buat banyak orang. Kita ingin semuanya transparan, jadi riya atau nggak. Alhamdulillah tidak hanya satu guru yang menjawab, tapi kita bertanya hampir 10 ustaz menjawab kalau niatnya transparan itu insya allah tidak riya," lanjutnya.

"Biarkan saja orang berkomnetar kalau kamu itu sombong , biarkan orang menganggap kalian sedekah digembar-gemborin. Alhamdulillah kita mendapatkan donasi dari hasil penjualan hijab itu Rp 500 juta itu kita tidak ambil untung Rp 1 persen pun. Atina sendiri yang membawa bantuan ke perbatasan Suriah waktu itu kita tunjukin dan serahkan semua ke ACT. Atina membawa paket barang dan ini lho yang membutuhkan menerima langsung. Alhamdulillah brand yang besar bersama Vanilla juga dan menginspirasi banyak brand untuk charity, kalau yakin untuk niat baik harus dilakukan, omongan orang yang nggak enak itu pasti ada, kalau kita sudah niat pasti Allah mudahkan," pungkasnya.

(gaf/eny)

Anda menyukai artikel ini

Artikel disimpan

Artikel Fokus Selanjutnya
Artikel Terkait
Wolipop Signature
Detiknetwork
Hide Ads