Desainer Auguste Soesastro sekali lagi mendapat kesempatan untuk mempresentasikan karyanya di panggung bergengsi Dewi Fashion Knight (DFK) dalam gelaran Jakarta Fashion Week (JFW). Konsisten dengan garis desainnya yang minimalis, Auguste (dibaca: Augus) mencoba keluar dari zona nyamannya dengan melakukan pendekatan yang berbeda terhadap kain tradisional.
DFK 2025 di JFW 2026 mengusung tema 'Nusantara', sesuatu yang tak asing bagi Auguste. Sejak mendirikan labelnya, Kraton, di New York City, Amerika Serikat, pada 2008, ia selalu terinspirasi oleh warisan budaya Indonesia. Konstruksi busana yang sebenarnya menjadi ilham utama perancang yang sempat mendalami ilmu arsitektur di University of Sydney, Australia, itu.
"Saya bedah pakaian tersebut lalu mereduksi tanpa menghilangkan identitas baju itu sendiri," katanya jelang peragaan.
Maka pada awal eksistensi Kraton, ia hampir jarang menggunakan wastra secara terang-terangan. "Selain karena wastra terlalu banyak ornamentasi, mengaplikasikannya secara gamblang juga seperti terasa mudah ditebak," ujar pria lulusan sekolah mode École de la Chambre Syndicale de la Couture Parisienne di Paris, Prancis, itu.
Namun, koleksi teranyar Auguste memberi kejutan tersendiri ketika kain-kain dari Sumatera mendominasi. Pulau tersebut dipilih sebagai inspirasi utama karena pernah menjadi pusat perdagangan dunia di mana kain termasuk salah satu komoditas utamanya.
Songket Sumatra dengan benang emas sebagai hiasan tambahan pada lungsi dan pakan menjadi bukti konkret interaksi antara teknik India, pengaruh Sriwijaya, hingga sentuhan Tionghoa. Batik Jambi dan batik Jawa yang dibuat khusus untuk pasar Sumatra turut memperkaya narasi visual koleksi ini, dengan warna serta motif yang khas.
Koleksi yang terdiri dari hampir 20 set busana pria dan wanita ini seakan menjadi perjalanan visual menuju pelabuhan-pelabuhan kuno di Sumatra, tempat bertemunya berbagai budaya dan bangsa yang membentuk wajah awal Indonesia sebagai negeri dengan kekayaan etnik yang luar biasa.
Di atas panggung, setiap tampilan merefleksikan kemegahan istana dan dinamika pelabuhan masa lalu. Potongan busana pria memperlihatkan kemapanan melalui struktur tegas dan kerah tinggi atau imperial collars, sementara busana wanita menonjolkan bentuk elegan dengan lapisan kain yang berjatuhan lembut, menyerupai tarian kain songket di bawah cahaya emas.
Jacquard India dan brokat Jepang juga diaplikasikan sebagai simbol hubungan dagang dan pertukaran budaya pada abad ke-15 hingga ke-19.
Auguste juga menarik benang merah dari fenomena orientalisme pada 1920-an, ketika busana Timur menjadi inspirasi utama mode Barat. Hanya saja melalui koleksi ini, sang desainer menegaskan bahwa Timur kini sedang menegakkan kembali identitasnya dengan menampilkan kemewahan budaya sebagai sumber kebanggaan dan warisan leluhur.
Banyak paduan motif yang berani, permainan warna kontras, serta siluet arsitektural yang menjadi ciri khas Kraton. "Saya ingin membawa Kraton keluar dari zona nyamannya yang cenderung understated, namun tetap menjaga ketegasan struktur dan potongan yang menjadi DNA kami," ujar Auguste yang sepanggung dengan Tangan Prive dan Toton Januar sebagai Kesatria Mode di DFK 2025.
Peragaan ditutup dengan penampilan aktor Nicholas Saputra. Berlenggang di catwalk, ia memeragakan setelan merah dengan jas tak berkancing yang elegan, dipadu celana panjang songket yang terasa mewah berkat jahitan benang emas. Sebuah tampilan yang hampir maksimalis, tapi tetap mencerminkan aura desain Auguste yang 'quiet luxury'.
Simak Video "Bakal Debut di JFW, Tobatenun Tampilkan Fashion Tenun Tradisional-Kontemporer"
(dtg/dtg)