Kasus praktik eksploitasi tenaga kerja yang menyeret nama besar fashion Loro Piana kini memasuki babak baru. Jenama mewah Italia yang kerap diasosiasikan dengan selera gaya 'old money' itu resmi ditempatkan di bawah pengawasan pengadilan Milan selama setahun.
Putusan pengadilan menyebut bahwa Loro Piana menggunakan subkontraktor tidak sah serta membiarkan kondisi kerja yang tidak aman. Langkah ini menjadi bagian dari upaya berkelanjutan otoritas Italia dalam menindak praktik kerja yang merugikan di sektor mode mewah.
Dalam dokumen pengadilan terbaru seperti dilansir The Fashion Law, Loro Piana, yang berada di bawah naungan LVMH, dinyatakan gagal melakukan pengawasan memadai terhadap para pemasoknya. Salah satu subkontraktor yang digunakan dilaporkan terhubung dengan bengkel produksi milik pemilik asal Tiongkok yang beroperasi di Italia. Workshop tersebut, menurut penyelidikan, secara sistematis mengeksploitasi para pekerja.
Meski Loro Piana tidak dijadikan subjek penyelidikan pidana, pengadilan menilai perusahaan yang dikenal luas lewat produk sepatu loafer bersol putih dan pakaian rajut berbahan vicuña yang sangat eksklusif itu secara "lalai" mengabaikan tanggung jawab dalam memantau rantai pasok mereka, dengan mendahulukan keuntungan dibanding kepatuhan hukum.
Loro Piana menjadi merek kelima yang dikenai pengawasan yudisial oleh pengadilan Milan sejak 2023. Sebelumnya, unit bisnis dari Valentino, Christian Dior (juga milik LVMH), Giorgio Armani, dan Alviero Martini mendapat sanksi serupa. Dior dan Armani berhasil keluar dari pengawasan lebih awal setelah menerapkan langkah korektif sebelum tenggat waktu 12 bulan yang ditetapkan pengadilan.
Pengadilan Milan telah menunjuk administrator eksternal untuk mengawasi operasional Loro Piana hingga 12 bulan depan. Tugas utama administrator ini adalah memastikan perusahaan memperbaiki sistem kepatuhan mereka guna mencegah pelanggaran hak buruh di masa mendatang. Jika perusahaan segera menyesuaikan diri dengan standar hukum dan etika, masa pengawasan dapat dipersingkat.
Jaksa penuntut menyebut eksploitasi buruh yang ditemukan merupakan bagian dari "metode produksi yang sudah mengakar dan meluas" di pusat-pusat produksi mode mewah Italia. Para produsen yang terdiri dari ribuan pemasok kecil hingga menengah, menyumbang lebih dari separuh produksi barang mewah global.
Pengadilan juga menyoroti fakta bahwa rantai pasok Loro Piana tetap beroperasi tanpa perubahan, meskipun pada Mei 2025 lalu telah dibuat kesepakatan bersama antara pelaku industri, otoritas hukum, dan pemerintah untuk menghapus eksploitasi buruh di sektor ini.
Loro Piana belum memberikan komentar atas putusan ini, dan LVMH pun belum merilis pernyataan resmi. Namun, langkah hukum ini memperbesar sorotan terhadap sistem audit internal dan mekanisme kepatuhan grup LVMH, terutama karena pelanggaran serupa juga pernah ditemukan di anak perusahaan lain.
Putusan ini muncul di tengah meningkatnya perhatian investor terhadap aspek Environmental, Social, and Governance (ESG) dalam industri fesyen. Praktik subkontrak industri Italia, terutama terkait pekerja tanpa dokumen dan kondisi kerja buruk, kini menjadi perhatian regulator.
Meskipun LVMH mencatat pendapatan bersih 12,6 miliar euro pada 2024 dan meraup pendapatan kuartal pertama 2025 sebesar 20,3 miliar euro, perusahaan ini menghadapi tantangan besar seperti permintaan global yang melambat, pengawasan hukum yang meningkat, serta ancaman tarif impor yang kemungkinan akan segera diberlakukan Presiden AS Donald Trump.
Simak Video "Video: Bos LVMH Bernard Arnault Jadi Saksi Sidang Eks Mata-mata Prancis"
(dtg/dtg)