7 Puisi Tentang Sumpah Pemuda Karya Chairil Anwar dan Taufik Ismail
Hari Sumpah Pemuda jatuh besok, Kamis, 28 Oktober 2021. Untuk membangkitkan semangat kamu sebagai anak muda negeri ini, berikut puisi tentang sumpah pemuda karya Chairil Anwar dan Taufik Ismail.
Sumpah Pemuda yang diperingati setiap 28 Oktober menjadi momentum bangkitnya pemuda Indonesia untuk memperjuangkan kemerdekaan Tanah Air. Oleh karena itu ada banyak puisi tentang sumpah pemuda yang terinspirasi dari perjuangan di masa kemerdekaan.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Seperti puisi karya Chairil Anwar dan Taufik Ismail berikut ini. Puisi karya dua pujangga lengendaris tersebut cocok untuk membakar semangat kamu sebagai pemuda di negeri ini untuk mencapai cita-cita. Puisi tentang sumpah pemuda karya Chairil Anwar dan Taufik Ismail ini juga bisa jadi inspirasi untuk tugas sekolah.
Dilansi dari berbagai sumber, berikut puisi tentang sumpah pemuda karya Chairil Anwar dan Taufik Ismail:
Puisi Tentang Sumpah Pemuda Karya Chairil Anwar:
Judul: Prajurit Jaga Malam
Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu?
Pemuda-pemuda yang lincah yang tua-tua keras,
bermata tajam
Mimpinya kemerdekaan bintang-bintangnya
kepastian
ada di sisiku selama menjaga daerah mati ini
Aku suka pada mereka yang berani hidup
Aku suka pada mereka yang masuk menemu malam
Malam yang berwangi mimpi, terlucut debu...
Waktu jalan. Aku tidak tahu apa nasib waktu!
Judul: Diponegoro
Di masa pembangunan ini...
Tuan hidup kembali
Dan bara kagum menjadi api..
Di depan sekali tuan menanti
Tak gentar. Lawan banyaknya seratus kali....
Pedang di kanan, keris di kiri
Berselempang semangat yang tak bisa mati...
MAJU...
Ini barisan tak bergenderang-berpalu
Kepercayaan tanda menyerbu....
Sekali berarti
Sudah itu mati....
MAJU...
Bagimu Negeri
Menyediakan api....
Punah di atas menghamba...
Binasa di atas ditindas...
Sesungguhnya jalan ajal baru tercapai...
Jika hidup harus merasai...
Maju...
Serbu...
Serang...
Terjang...
Judul: AKU
Kalau sampai waktuku
'Ku mau tak seorang kan merayu
Tidak juga kau
Tak perlu sedu sedan itu
Aku ini binatang jalang
Dari kumpulannya terbuang
Biar peluru menembus kulitku
Aku tetap meradang menerjang
Luka dan bisa kubawa berlari
Berlari
Hingga hilang pedih peri
Dan aku akan lebih tidak perduli
Aku mau hidup seribu tahun lagi.
Itulah tiga puisi tentang sumpah pemuda karya Chairil Anwar. KLIK HALAMAN SELANJUTNYA untuk puisi karya Taufik Ismail.
Puisi Tentang Sumpah Pemuda Karya Taufik Ismail
Judul: Takut 66, Takut 98
Mahasiswa takut pada dosen
Dosen takut pada dekan
Dekan takut pada rektor
Rektor takut pada menteri
Menteri takut pada presiden
Presiden takut pada mahasiswa.
Judul: Kalian Cetak Kami Jadi Bangsa Pengemis, Lalu Kalian Paksa Kami Masuk Penjajahan Baru, Kata Si Toni
Kami generasi yang sangat kurang rasa percaya diri
Gara-gara pewarisan nilai, sangat dipaksa-tekankan
Kalian bersengaja menjerumuskan kami-kami
Sejak lahir sampai dewasa ini
Jadi sangat tepergantung pada budaya
Meminjam uang ke mancanegara
Sudah satu keturunan jangka waktunya
Hutang selalu dibayar dengan hutang baru pula
Lubang itu digali lubang itu juga ditimbuni
Lubang itu, alamak, kok makin besar jadi
Kalian paksa-tekankan budaya berhutang ini
Sehingga apa bedanya dengan mengemis lagi
Karena rendah diri pada bangsa-bangsa dunia
Kita gadaikan sikap bersahaja kita
Karena malu dianggap bangsa miskin tak berharta
Kita pinjam uang mereka membeli benda mereka
Harta kita mahal tak terkira, harga diri kita
Digantung di etalase kantor Pegadaian Dunia
Menekur terbungkuk kita berikan kepala kita bersama
Kepada Amerika, Jepang, Eropa dan Australia
Mereka negara multi-kolonialis dengan elegansi ekonomi
Dan ramai-ramailah mereka pesta kenduri
Sambil kepala kita dimakan begini
Kita diajarinya pula tata negara dan ilmu budi pekerti
Dalam upacara masuk masa penjajahan lagi
Penjajahnya banyak gerakannya penuh harmoni
Mereka mengerkah kepala kita bersama-sama
Menggigit dan mengunyah teratur berirama.
Sedih, sedih, tak terasa jadi bangsa merdeka lagi
Dicengkeram kuku negara multi-kolonialis ini
Bagai ikan kekurangan air dan zat asam
Beratus juta kita menggelepar menggelinjang
Kita terperangkap terjaring di jala raksasa hutang
Kita menjebakkan diri ke dalam krangkeng budaya
Meminjam kepeng ke mancanegara
Dari membuat peniti dua senti
Sampai membangun kilang gas bumi
Dibenarkan serangkai teori penuh sofistikasi
Kalian memberi contoh hidup boros berasas gengsi
Dan fanatisme mengimpor barang luar negeri
Gaya hidup imitasi, hedonistis dan materialistis
Kalian cetak kami jadi Bangsa Pengemis
Ketika menadahkan tangan serasa menjual jiwa
Tertancap dalam berbekas, selepas tiga dasawarsa
Jadilah kami generasi sangat kurang rasa percaya
Pada kekuatan diri sendiri dan kayanya sumber alami
Kalian lah yang membuat kami jadi begini
Sepatutnya kalian kami giring ke lapangan sepi
Lalu tiga puluh ribu kali, kami cambuk dengan puisi ini
Judul: Seorang Tukang Rambutan Pada Istrinya
Tadi siang ada yang mati,
Dan yang mengantar banyak sekali
Ya. Mahasiswa-mahasiswa itu. Anak-anak sekolah
Yang dulu berteriak: dua ratus, dua ratus!
Sampai bensin juga turun harganya
Sampai kita bisa naik bis pasar yang murah pula
Mereka kehausan datam panas bukan main
Terbakar muka di atas truk terbuka
Saya lemparkan sepuluh ikat rambutan kita, bu
Biarlah sepuluh ikat juga
Memang sudah rezeki mereka
Mereka berteriak-teriak kegirangan dan berebutan
Seperti anak-anak kecil
"Hidup tukang rambutan!" Hidup tukang rambutani
Dan menyoraki saya. Betul bu, menyoraki saya
Dan ada yang turun dari truk, bu
Mengejar dan menyalami saya
Hidup pak rambutan sorak mereka
Saya dipanggul dan diarak-arak sebentar
"Hidup pak rambutan!" sorak mereka
Terima kasih, pak, terima kasih!
Bapak setuju karni, bukan?
Saya mengangguk-angguk. Tak bisa bicara
Doakan perjuangan kami, pak,
Mereka naik truk kembali
Masih meneriakkan terima kasih mereka
"Hidup pak rambutan! Hidup rakyat!"
Saya tersedu, bu. Saya tersedu
Belum pernah seumur hidup
Orang berterima-kasih begitu jujurnya
Pada orang kecil seperti kita.
Judul: Dengan Puisi, Aku
Dengan puisi aku bernyanyi
Sampai senja umurku nanti
Dengan puisi aku bercinta
Berbatas cakrawala
Dengan puisi aku mengenang
Keabadian Yang Akan Datang
Dengan puisi aku menangis
Jarum waktu bila kejam mengiris
Dengan puisi aku mengutuk
Nafas zaman yang busuk
Dengan puisi aku berdoa
Perkenankanlah kiranya.
Itulah puisi tentang sumpah pemuda karya Chairil Anwar dan Taufik Ismail. Selamat Hari Sumpah Pemuda.
Home & Living
Ravelle Airy Premium Air Purifier HEPA13 + Aromatherapy: Udara Bersih, Mood Tenang, Hidup Lebih Nyaman
Health & Beauty
Wajib Punya! Rekomendasi 3 Sheet Mask Andalan Kulit Lebih Tenang, Lembap, dan Bebas Stress
Fashion
3 Rekomendasi Dompet Kartu Stylish & Fungsional yang Wajib Kamu Punya!
Fashion
3 Padel Bag Stylish & Fungsional yang Bikin Kamu Makin Siap Turun ke Lapangan!
Kisah Bos Chagee, Baru Bisa Baca di Usia 18 Kini Sukses Jual Minuman Teh Viral
Tiket Segera Habis! Mulai Langkah Pertama Bangun Bisnis Party Planner Sekarang
Viral Kasus Pencurian 'Choco Pie' dari Kulkas Kantor, Dibawa ke Pengadilan
Kerjaan Mulai Berantakan? Ini Cara Underrated Biar Nggak Chaos
6 Zodiak yang Lebih Cocok Bekerja di Balik Layar, Nggak Suka Jadi Pusat Atensi
Foto: Gaya Bisnis Jennifer Lopez, Tetap Seksi dengan Blazer Tanpa Bra
8 Foto Alyssa Daguise-Al Ghazali Baby Moon di Thailand, Bumil Tampil Stylish
Foto: Pesona Winter aespa yang Digosipkan Pacaran dengan Jungkook BTS
Studi Ungkap Kencan Online Bikin Wanita Tergoda Operasi Plastik, Ini Alasannya











































