Kisah Perjuangan Yusra Mardini, Atlet Pengungsi Suriah Berlaga di Olimpiade
Jumat, 30 Jul 2021 08:15 WIB
Sosok Yusra Mardini mencuri perhatian dunia kala ia bertanding di Olimpiade Rio 2016. Berlaga di cabang olahraga renang, wanita 23 tahun ini tergabung dalam bendera IOC Refugee Olympic Team sebagai atlet pengungsi asal Suriah.
Lima tahun berselang, Yusra Mardini kembali berkompetisi, kali ini di Olimpiade Tokyo 2020. Wanita yang kini menetap di Jerman ini bertanding di nomor 300 meter gaya kupu-kupu.
Butuh perjuangan besar dengan pertaruhan nyawa bagi Yusra untuk sampai pada titik ini. Ia melewati masa remaja dalam kondisi mencekam karena konflik Suriah yang terjadi di 2011. Saat itu usianya masih 13 tahun.
![]() |
Kehidupannya yang normal secara perlahan berubah menjadi semakin buruk saat perang mulai berkecamuk di Suriah. Puncaknya pada 2012, rumah keluarganya luluh lantak akibat tragedi Daraya, satu dari tragedi pembunuhan terburuk di awal konflik negara tersebut.
Situasi konflik yang semakin tak terkendali membuat Yusra memutuskan pergi dari Suriah. Tekadnya makin bulat ketika dua rekannya terbunuh saat sebuah bom meledak di fasilitas latihan renang.
Perjalanan Mencekam Keluar dari Suriah
Pada Agustus 2015, Yusra dan kakak perempuannya, Sarah meninggalkan Suriah dan terbang dari Damaskus menuju Beirut dan Istanbul. Di mana mereka bergabung dengan grup pengungsi lainnya yang berisikan 30 orang. Perjalanan pun berlanjut menuju Izmir, Turki, melewati hutan menuju wilayah di pinggir pantai untuk naik kapal yang akan membawa mereka ke Pulau Lesbos, Yunani.
Bersama 18 pengungsi lainnya, Yusra dan Sarah menumpang kapal setelah berjalan selama empat hari di hutan. Kapal yang membawa mereka seharusnya hanya berkapasitas 6 orang namun dipaksakan untuk 20 penumpang.
![]() |
Dalam perjalanan mesin kapal tiba-tiba mati. Dari 20 orang di kapal hanya Mardini, Sarah, dan dua pria yang bisa berenang. Mereka pun berkorban terjun ke dalam laut dan berenang di tengah kerasnya arus balik sebagai usaha untuk menolong agar kapal tak tenggelam di lautan Mediterania.
Setelah 3,5 jam berenang berjibaku dengan lautan yang terasa kejam dan tak bersahabat, Yusra dan Sarah akhirnya sampai ke daratan. Saat itu kondisi keduanya sudah teramat lelah dan hampir pingsan.
Perjuangan Yusra tak berhenti sampai di situ. Setibanya di Lesbos, dia masih harus berjalan selama empat hari dan tidur di taman atau gereja. Dua kakak-beradik ini pun menempuh perjalanan dari Yunani menuju Macedonia, Serbia hingga Hungaria dengan jalan kaki, menumpang bus bahkan berlari.
Hingga akhirnya mereka dapat keluar dari Hungaria melewati Austria dan sampai di Jerman. Di sinilah Yusra dan Mardini ditampung di kamp pengungsian di Berlin dan berbagi tenda bersama enam pengungsi lainnya.
"Saat itu saya gembira. Saya lega telah berada di Jerman, memiliki saudara di samping saya, hanya itu yang saya inginkan," kata Yusra kepada New York Times.
Kisahnya Menginspirasi dan Jadi Sorotan Publik
![]() |
Kisah Yusra menjadi sorotan publik setelah dia ditemukan Komite Olimpiade Internasional (IOC) sebagai kandidat untuk berlaga dalam tim pengungsi. Tiba-tiba saja ia menjadi terkenal dan media menyebutnya sebagai wajah baru yang menjadi contoh keterbukaan budaya Jerman.
Seperti dilansir detikNews, Yusra Mardini secara resmi berada di tim pengungsi Olimpiade pada Juni 2016 bersama sembilan atlet dari Suriah, Sudan Selatan, Republik Demokratik Kongo dan Ethiopia. Ayah Yusra, merupakan sosok yang berjasa dalam karier wanita berparas cantik ini.
Ayahnya yang merupakan pelatih renang, telah melatihnya sejak dia berumur 3 tahun. Dia pun rajin mengikuti sejumlah kejuaraan renang untuk tim nasional Suriah sebelum konflik dan perang berkecamuk.
"Saya sudah terbiasa berada di dalam air sejak kecil," ujarnya.
Simak Video "Gaya Atlet Olimpiade Tokyo 2020 Beri Penghormatan pada One Piece"
[Gambas:Video 20detik]
(hst/hst)