Kategori Berita
Daerah
Layanan
Detik Network

Liputan Khusus Mendadak PHK

Cerita Wanita Korban PHK Mendadak dan Belum Dapat Pesangon

Intan Kemala Sari - wolipop
Jumat, 27 Nov 2015 16:35 WIB

Anda menyukai artikel ini

Artikel disimpan

Dok. Thinkstock
Jakarta - Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) menjadi hal terburuk yang terjadi pada setiap pegawai. Hal ini juga dirasakan oleh Vera yang merupakan seorang karyawati di salah satu perusahaan swasta. Dirinya adalah salah satu dari 200 orang yang terkena PHK di perusahaannya pada Agustus silam.

Awalnya, wanita 30 tahun ini merasa 'aman' karena tidak termasuk ke dalam daftar nama orang yang di-PHK lantaran baru 3 tahun bekerja di sana. Daftar tersebut berisikan 100 nama karyawan yang dikeluarkan dan tidak ada namanya tercantum di sana. Namun selang beberapa bulan setelahnya, dirinya terkejut dan tidak menyangka bahwa terjadi kembali pengurangan pegawai seluruhnya hingga dirinya juga harus ikut di-PHK karena perusahaannya tidak sanggup lagi membayar gaji pegawai.

Alasan dirinya terkena pemecatan masal adalah perusahaan tempatnya bekerja adalah 'pemain' baru di antara para kompetitor lainnya. "Perusahaan saya tidak kuat dari sisi keuangan karena mereka sebenarnya adalah pemain baru. Perusahaan saya perlu dana besar tapi mereka tidak kuat secara finansial. Sekarang perusahaannya vakum dan disegel." ujarnya saat dihubungi Wolipop, Jumat, (27/11/2015).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Baca Juga: 50 Foto Before-After Selebriti yang Operasi Plastik

Meski demikian, Vera tak lantas diam begitu saja. Ia sudah berbicara kepada pihak personalia dan menuntut agar hak-haknya sebagai karyawan bisa diberikan. Hak tersebut antara lain pesangon yang dihitung berdasarkan masa kerja dikalikan dengan total pendapatan, serta jatah cuti yang bisa diuangkan.

Namun sayangnya, dirinya belum mendapatkan hak-hak tersebut hingga saat ini padahal perusahaan mempunyai kewajiban untuk membayarnya sesuai dengan Pasal 156 Undang-undang No. 13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan. "Sampai sekarang saya dan teman-teman belum dapat pesangon dan uang lainnya. Padahal harusnya sudah ada karena komitmenny perusahaan akan membayar dengan sistim cicilan sembilan sampai 15 kali," lanjut ibu dua anak itu.

Sedangkan karyawan yang di-PHK pertama kalinya, baru menerima uang yang menjadi haknya selama tiga bulan saja. Setelah itu perusahaan tidak membayar apa-apa hingga kini meskipun perjanjian itu dilakukan hitam di atas putih.

Tak mau tinggal diam dan meratapi nasib, Vera kini terus fokus agar bisa membiayai kedua anaknya yang masih kecil. Ia tak patah semangat untuk mencari pekerjaan baru lagi dengan melamar pekerjaan di beberapa tempat sambil membuka usaha baru.

"Mau dalam kondisi apapun aku harus tetap bangkit. Sekarang buka usaha kecil-kecilan, jualan kue dan terima pesanan untuk weekend. Yang penting bisa membiayai anak-anak," lanjutnya lagi.

Dari kejadian yang dialami Vera dan para karyawan lainnya di luar sana, ia menekankan pentingnya transparansi dari perusahaan. Karena pada kasusnya, para atasan dirasa sama sekali menutup-nutupi masalah yang terjadi di perusahaan sehingga tidak bersikap terbuka.

"Kita inginnya kalau perusahaan ada masalah, beri tahu dan jelas transparansinya. Jadi bisa diselesaikan bersama-sama. Kalau sudah ada kejadian seperti ini, karyawan justru semakin bingung dan serba salah," tutupnya.

(int/int)

Anda menyukai artikel ini

Artikel disimpan

Artikel Fokus Selanjutnya
Artikel Terkait
Wolipop Signature
Detiknetwork
Hide Ads