×
Ad

Tren Neurocosmetics, Saat Skincare Diklaim Bisa Bikin Bahagia

Kiki Oktaviani - wolipop
Jumat, 24 Okt 2025 05:30 WIB
Ilustrasi skincare Foto: Dok. iStock
Jakarta -

Dalam beberapa tahun terakhir, dunia kecantikan diramaikan oleh istilah neurocosmetics. Tren ini disebut sebagai "skincare untuk otak", karena diklaim mampu memengaruhi suasana hati melalui kandungan aktif yang bekerja pada saraf di kulit.

Konsep ini berakar dari sains yang serius. Menurut Dr. Priya Verma, dokter estetika, ide dasar neurocosmetics berasal dari konsep brain-skin axis, yaitu hubungan dua arah antara otak dan kulit.

"Sumbu stres tubuh kita atau HPA axis yang biasanya bekerja di sistem saraf pusat juga ditemukan di kulit. Artinya, kulit dan otak memiliki mekanisme yang mirip karena berasal dari lapisan embrio yang sama saat kita masih dalam kandungan," jelasnya, seperti dikutip dari Independent.


Dr. Verma menambahkan bahwa kondisi mental memiliki pengaruh besar terhadap kesehatan kulit, di mana stres menjadi salah satu faktor utama yang dapat memicu berbagai masalah kulit.

"Banyak pasien saya mengalami eksim, rosacea, atau jerawat yang memburuk saat stres. Hormon kortisol yang dilepaskan tubuh meningkatkan peradangan dan menurunkan fungsi pelindung kulit," ujarnya.

Mengenal Neurocosmetics

Secara sederhana, neurocosmetics adalah produk perawatan kulit yang dirancang untuk berinteraksi dengan sistem saraf, baik melalui aroma, sentuhan, maupun kandungan bioaktif. Konsep ini sebenarnya sudah dikenal sejak lama. Dalam pengobatan herbal kuno, misalnya, tanaman tertentu digunakan karena efeknya pada kulit sekaligus pada suasana hati.

Ilustrasi wanita memakai skincare Foto: Getty Images/Anastasiia Korotkova

Namun, kini dengan meningkatnya kesadaran terhadap mental health dan gaya hidup wellness, neurocosmetics berkembang menjadi kategori tersendiri. Sejumlah merek kecantikan berlomba mengklaim produknya dapat meningkatkan mood, mengurangi stres, hingga membantu tidur lebih nyenyak.

"Neurocosmetics adalah produk perawatan kulit khusus yang dirancang untuk memperbaiki penampilan kulit, sekaligus membantu mendukung sinyal baik (seperti sinyal yang menenangkan dan menyejukkan kulit), dan mengurangi sinyal buruk (yang dapat menyebabkan kemerahan, iritasi, atau jerawat). Singkatnya, neurocosmetics membantu kulit tetap sehat dan bahagia, bahkan ketika hidup terasa sedikit stres," ungkap Elise Létang, direktur marketing di brand skincare Neurae dari grup Sisley, seperti dikutip dari Instyle.

Menurut Dr. Anna Persaud, CEO merek kecantikan dan wellbeing This Works, beberapa bahan populer yang sering digunakan antara lain CBD, minyak esensial, ashwagandha, dan magnesium.

Waspadai Klaim Berlebihan

Para ahli juga menyoroti sisi pemasaran yang agresif. Anna Miller, perawat dan wellness coach di The Ardour Clinic, mengingatkan bahwa banyak produk mengandalkan istilah ilmiah tanpa bukti kuat.

"Tren ini membuat banyak brand menamakan produknya dengan kata-kata seperti 'happy cream' atau 'calm serum', padahal belum tentu efeknya signifikan terhadap otak. Konsumen perlu lebih kritis dan tidak mudah tergoda oleh klaim yang terdengar ilmiah," ujar Miller.

Ia menambahkan, meski konsep neurocosmetics menarik, penelitian di bidang ini masih relatif baru. Efek yang dirasakan pengguna sering kali lebih berkaitan dengan pengalaman sensorik, seperti aroma menenangkan atau tekstur lembut, yang dapat memberikan rasa nyaman, namun bukan berarti memiliki dampak langsung terhadap sistem saraf pusat.



Simak Video "Video: Momen Kebersamaan Hearts2Hearts dan no na yang Gemes Banget!"

(kik/kik)
Berita Terkait
Berita detikcom Lainnya
Berita Terpopuler

Video

Foto

detikNetwork