Kategori Berita
Daerah
Layanan
Detik Network

5 Karakter Orang yang Jarang Posting Media Sosial tapi Selalu Online

Shandrina Shira - wolipop
Rabu, 24 Des 2025 08:34 WIB

Anda menyukai artikel ini

Artikel disimpan

Happy young asian woman relaxing and listening music and watches movie on mobile phone with headphones while sitting on a couch in the morning at home
Foto: Getty Images/iStockphoto/oatawa
Jakarta -

Saat ini, media sosial telah menjadi bagian yang hampir tak terpisahkan dari kehidupan sehari-hari. Cara setiap orang memanfaatkannya pun berbeda-beda. Ada individu yang aktif membagikan kegiatan harian, ada pula yang lebih memilih menjadi pengguna pasif: selalu online, tetapi jarang atau bahkan tidak pernah mengunggah apa pun.

Hal tersebut bukan tanpa alasan. Menurut psikologi, terdapat sejumlah ciri yang dapat menjelaskan mengapa seseorang aktif menjelajah konten, tetapi enggan menampilkan diri di media sosial. Mereka umumnya memandang media sosial bukan sebagai panggung untuk tampil, melainkan sebagai sarana memperoleh informasi, berita, atau hiburan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Mengutip Good Is, berikut lima karakteristik umum pengguna media sosial yang pasif mengunggah, namun tetap aktif secara daring:

Penuh Pertimbangan
Pengguna pasif biasanya memiliki tingkat kesadaran diri yang tinggi. Mereka cenderung berpikir panjang sebelum membagikan sesuatu ke ruang publik. Satu unggahan saja dapat memunculkan banyak pertanyaan, seperti: apakah ini relevan, berpotensi menyinggung orang lain, atau memberi manfaat?

Pola ini menunjukkan bahwa mereka lebih selektif dalam menyampaikan informasi dan kerap memikirkan dampak sosial dari setiap unggahan. Meski jarang terlihat aktif berdiskusi, mereka sebenarnya tetap mengikuti percakapan dan memahami apa yang sedang terjadi.

ADVERTISEMENT

Lebih Nyaman Mengamati daripada Tampil
Bagi sebagian orang, tampil secara visual di ruang publik digital terasa seperti berada di atas panggung. Mereka lebih menikmati peran sebagai pengamat, mengumpulkan informasi, serta berinteraksi hanya ketika dirasa perlu. Hal ini kerap berkaitan dengan kepribadian introvert yang cenderung mengisi ulang energi dalam kesendirian.

Mereka juga lebih memilih menjalin komunikasi melalui pesan pribadi daripada mempublikasikan sesuatu yang dapat dilihat banyak orang. Sikap ini bukan karena tidak peduli, melainkan karena lebih menyukai interaksi yang bersifat personal.

Berhati-hati dalam Mengungkapkan Emosi

Australia larang anak di bawah 16 tahun pakai medsos  Bagaimana caranya?

Foto: BBC World

Jarang memperbarui unggahan meski terlihat aktif juga dapat mencerminkan kehati-hatian dalam mengekspresikan emosi. Mereka memahami bahwa media sosial berpotensi memicu salah persepsi, komentar negatif, atau penyebaran informasi di luar konteks.

Oleh karena itu, mereka memilih menjaga jarak dan menetapkan batasan emosional. Bagi sebagian orang, media sosial adalah ruang untuk mengamati, bukan tempat mencurahkan isi hati. Hal-hal yang bersifat pribadi pun tetap disimpan di ranah privat.

Memiliki Pola Pikir Reflektif dan Analitis

Portrait of Relaxed young Asian woman wear wireless headphones listen to music and sing while lying playing mobile phone on the sofa in the living room at morning ,Free time

Foto: Getty Images/Jcomp

Pengguna pasif kerap dikaitkan dengan kecenderungan berpikir reflektif dan analitis. Mereka senang mengeksplorasi gagasan, tetapi tidak selalu nyaman dengan diskusi terbuka. Sebelum mengunggah sesuatu, mereka mempertimbangkan berbagai sudut pandang dan cenderung berpikir lebih perlahan.

Pendekatan ini sering kali kurang selaras dengan karakter media sosial yang serba cepat dan spontan. Mereka juga lebih berhati-hati dalam merespons isu agar tidak ikut menyebarkan informasi yang keliru.

Tidak Bergantung pada Validasi Sosial

Ilustrasi content creator

Foto: Getty Images/iStockphoto

Media sosial bekerja dengan mekanisme umpan balik seperti suka, komentar, dan bagikan, yang dapat memicu ketergantungan emosional. Namun, tidak semua orang terpengaruh oleh pola tersebut. Sebagian individu tidak menjadikan respons orang lain sebagai tolok ukur kebahagiaan atau harga diri.

Tidak adanya unggahan bukan berarti kurang percaya diri. Penelitian psikologi kepribadian justru menunjukkan bahwa orang yang memiliki kepercayaan diri tinggi dan tidak mencari validasi cenderung tidak merasa perlu membagikan kehidupan pribadinya. Mereka menikmati media sosial sebagai sumber informasi dan hiburan, bukan sebagai alat pencarian pengakuan.

Baik aktif maupun pasif dalam mengunggah, memahami alasan di balik kebiasaan tersebut dapat membantu seseorang menggunakan media sosial secara lebih bijaksana serta menjaga kesehatan emosional. Mereka yang jarang mengunggah bukan berarti tidak aktif, melainkan sering kali menjadi pengamat yang lebih tajam dan selektif.

(eny/eny)

Anda menyukai artikel ini

Artikel disimpan

Artikel Fokus Selanjutnya
Artikel Terkait
Detiknetwork
Hide Ads