Kategori Berita
Daerah
Layanan
Detik Network

Galau Status Pernikahan

Yang Bisa Terjadi Saat Memutuskan Menikah karena Tak Mau Kalah dari Teman

Intan Kemala Sari - wolipop
Jumat, 09 Okt 2015 12:08 WIB

Anda menyukai artikel ini

Artikel disimpan

Dok. Thinkstock
Jakarta - Saat usia sudah dianggap cukup untuk menikah, mereka yang masih jomblo ataupun telah memiliki kekasih bisa terkena sindrom galau ketika melihat teman atau kerabat naik pelaminan. Orang-orang galau ini jadi bertanya-tanya sendiri dalam otaknya, kapan mereka bisa melakukan hal serupa.

Kegalauan tersebut bisa memicu mereka yang jomblo ataupun punya kekasih jadi latah ingin menikah. Untuk yang jomblo, mereka jadi memilih calon pendamping secara brutal tanpa melakukan banyak pertimbangan dan pemikiran. Begitu juga yang telah punya kekasih, akhirnya menggelar pernikahan meskipun saat itu bisa saja sebenarnya belum siap.

Menurut psikolog Irma Gustiana, satu hal yang harus diketahui dan dipahami, menikah bukanlah kompetisi yang bisa diikuti oleh siapapun karena tidak ada pemenang dalam hal ini. "Menikah karena ikut-ikutan akan berdampak pada kelangsungan pernikahan itu sendiri. Kemungkinan terjadinya perselisihan, kesalahpahaman dan pertengkaran pasti akan terjadi," tutur Irma saat diwawancarai Wolipop melalui e-mail, Senin, (5/10/2015).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Berkeinginan menikah lantaran mengikuti jejak teman yang sudah banyak berumah tangga tersebut dinilai Irma semakin berisiko karena konsep awal pernikahan yang dilakukan kurang tepat. Pernikahan hanya didasari pada 'ikut-ikutan' teman yang menikah, bukan karena dilandasi keseriusan dalam membangun rumah tangga yang harmonis.

Ditambahkan oleh psikolog Kasandra Putranto, ikut-ikutan teman yang menikah memang sangat berisiko apabila ternyata orang yang dipilih belum tepat dan diri sendiri juga belum siap. Ia menekankan, 'latah' menikah karena sudah banyak teman yang menikah sangat tidak direkomendasikan jika mengambil keputusan atau melakukannya karena tekanan-tekanan dari lingkungan sosial.

"Jadi sebaiknya jangan gampang terpengaruh. Memang tinggal di Indonesia memang harus siap hidup dalam adat ketimuran, di mana wanita lebih cepat 'dituntut' untuk menikah daripada pria," ujarnya saat dihubungi Wolipop, Selasa, (6/10/2015).

Psikolog kelahiran 1968 itu menyarankan, daripada 'ikut-ikutan' teman menikah, lebih baik buktikan prestasi dan kelebihan yang dimiliki. Hal tersebut dimaksudkan untuk meredam tekanan-tekanan sosial dari suatu kelompok tertentu dan tuntutan cepat menikah menghilang dengan sendirinya.

(itn/eny)

Anda menyukai artikel ini

Artikel disimpan

Artikel Fokus Selanjutnya
Artikel Terkait
Wolipop Signature
Detiknetwork
Hide Ads