Kategori Berita
Daerah
Layanan
Detik Network

Studi: Wanita Muslim Punya Pendidikan Lebih Tinggi daripada Pria, Benarkah?

Arina Yulistara - wolipop
Rabu, 04 Jan 2017 18:25 WIB

Anda menyukai artikel ini

Artikel disimpan

Foto: Mohammad Abduh
Jakarta - Banyak wanita muslim tidak mengambil pendidikan tinggi dengan adanya anggapan yang mengharuskan perempuan di rumah saja tak perlu mencari nafkah karena menghasilkan uang itu adalah tugas laki-laki. Hal tersebut masih sering terjadi di negara-negara muslim. Namun seiring berjalannya waktu, anggapan itu mulai pudar dan banyak wanita modern yang juga mengejar karier.

Menurut studi terbaru, wanita modern memiliki jenjang pendidikan lebih tinggi daripada pria sehingga membuka peluang kerja yang semakin tinggi untuk perempuan. Berdasarkan penelitan yang telah diterbitkan oleh Pew Research, wanita muda di negara muslim saat ini punya pendidikan lebih tinggi daripada pria.

Negara seperti Arab Saudi, Qatar, Kuwait, hingga Bahrain memiliki banyak wanita yang berpendidikan tinggi. Di Qatar misalnya, negara muslim terkaya di dunia itu mempunyai 51% wanita dewasa yang berpendidikan tinggi. Sedangkan rekan-rekan pria mereka hanya 34%.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Wanita kini memiliki angka pendidikan lebih tinggi daripada laki-laki," ujar Fida Adely, seorang profesor Arab dari Georgetown University, Washington, Amerika Serikat.

Meski mempunyai pendidikan yang tinggi, peluang kerja serta kebebasan wanita dalam mencari pekerjaan tidak selau berjalan beriringan setiap negara. Sejumlah negara, masyarakatnya masih menganut tradisi wanita sebaiknya di rumah saja.

Profesor politik dari University of Maryland serta senior dari Brookings Institute, Washington, Shibley Telhami, mengatakan kalau di Kuwait jumlah perempuan yang bekerja masih lebih rendah daripada laki-laki. Begitu pula yang terjadi di negara-negara muslim lainnya. Sementara negara berkembang seperti Sudan serta Gambia mempunyai jumlah wanita pekerja yang tinggi layaknya di Amerika Serikat.

"Sebenarnya pertanyaannya bukan mereka (wanita) tidak bekerja karena tak berpendidikan tapi bagaimana seharusnya pendidikan yang bisa menentukan pekerjaan. Biar begitu, kita telah melakukan banyak penelitian dan wanita mulai mempunyai penghasilan sendiri dan menjadi mendiri sekarang," papar Telhami.

Para ahli lainnya juga mendukung wanita untuk bekerja karena pengaruhnya tidak hanya terhadap diri mereka sendiri tapi juga masyarakat luas. Mereka menilai kesetaraan pendidikan antara wanita dan pria bukan hanya untuk kepentingan perempuan saja tapi juga bisa meningkatkan ekonomi dalam suatu negara.

"Penelitian kami menunjukkan bahwa investasi dalam penndidikan perempuan dapat menghasilkan pertumbuhan pesat dalam tren GDP (Gross Domestic Product) dan mempersempit kesejangan gender dalam pekerjaan sehingga bbisa meningkatkan pendapatan negara," jelas Kathy Matsui, selaku Chief Japan Strategist di Goldman Sachs saat diwawancara Bloomberg.

Menambahkan pernyataan Kathy, Telhami mengaku telah melakukan survei selama kurang lebih 10 tahun. Survei tersebut mengungkapkan kalau 25% populasi masyarakat di negara muslim merasa wanita seharusnya tidak memiliki hak untuk bekerja di luar rumah karena ajaran agama dan tradisi masyarakat. Sementara sebagian besar masyarakat lainnya telah memahami pluralitas yang membiarkan perempuan memiliki hak bekerja di luar rumah bila diperlukan untuk alasan keuangan. Tidak hanya itu, perempuan juga harus diizinkan bekerja terlepas dari situasi ekonomi keluarga.

"Orang-orang mulai menggeser posisi. Anak perempuan atau seorang istri kini bisa menghasilkan uang tambahan dan mereka mulai mengubah pandangan masing-masing. Masyarakat saat ini melihat wanita yang bekerja itu berharga dan merupakan wanita kuat," ujarnya.

Semakin banyak wanita bekerja memang karena dipengaruhi oleh jenjang pendidikan mereka. Studi yang dilakukan Dr. Adely dari Georgetown menunjukkan bahwa terdapat peningkatan yang besar mengenai pendidikan perempuan di era 1960-an dan saat ini. Hasil studinya memperlihatkan kalau di tahun 1960, pria yang mendapatkan gelar sarjana dua kali lipat lebih banyak dari wanita. Sedangkan saat ini, lebih banyak wanita yang meraih gelar sarjana.

Sementara itu, berdasarkan data US Bureau of Labor Statistics, hanya 34% wanita yang bekerja di era 1950-an. Berbeda dengan data 2014, terdapat lebih dari 57% wanita yang bekerja. (ays/ays)
Tags

Anda menyukai artikel ini

Artikel disimpan

Artikel Fokus Selanjutnya
Artikel Terkait
Detiknetwork
Hide Ads