PM Australia Pakai Kaos Band Joy Division Jadi Kontroversi, Ini Alasannya
Penampilan pemimpin negeri sering jadi atensi. Baru-baru ini Perdana Menteri Anthony Albanese menuai kontroversi karena busana yang digunakannya. Anthony tampak mengenakan t-shirt saat turun dari pesawat. Hal tersebut menuai kritik bukan dianggap terlalu kasual tapi karena gambar pada kausnya.
Perdana Menteri Anthony Albanese tertangkap kamera dengan gaya yang berbeda dari biasanya. Daripada setelan jas dan kemeja yang biasa dipakai pemimpin negara, ia malah mengenakan kaus bergambar sampul album Joy Division 'Unknown Pleasures' yang rilis 1979.
Kebanyakan orang mungkin melihat Anthony punya selera musik yang bagus. Tapi Sussan Ley, pemimpin Partai Liberal yang konservatif tidak berpikir demikian. Lima hari setelah foto itu tersebar, ia mengkritik Anthony karena bajunya dalam pidato di depan parlemen. Ley bahkan menyebut pilihan busana tersebut sebagai 'kegagalan penilaian yang mendalam'.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Susan Ley menganggap Joy Division sebagai antisemit karena band tersebut dinamai grup mereka berdasarkan salah satu sayap kamp konsentrasi Nazi tempat wanita Yahudi dipaksa menjadi budak seks. Setelah Susan, kelompok Yahudi Australia ikut mengecam Anthony dan memintanya untuk meminta maaf.
@stereogum A major political controversy continues in Australia after Sussan Ley condemned Prime Minister Anthony Albanese for wearing a Joy Division t-shirt. In a speech to Parliament on Tuesday, the opposition leader said the PM's "profound failure of judgment" was an "insult to all," and that he should apologize. #JoyDivision #AnthonyAlbanese #SussanLey #Australia ♬ original sound - stereogum
Karena pernyataan Susan, kaos Joy Division menjadi berita utama minggu ini di Australia. Rekan Anthony dari Partai Buruh, Pat Gorman, menanggapi kontroversi tersebut. "Itu kaos band yang dia sukai... musik mereka sudah ada selama beberapa dekade... Ada isu-isu besar di dunia, saya rasa kaos band-band arus utama bukan salah satunya," katanya kepada The Guardian.
Mengenai Joy Division dikaitkan dengan konsentrasi Navi, hal tersebut disebutkan dalam novel House of Dolls tahun 1953. Namun masih diperdebatkan apakah benar wanita Yahudi termasuk di antara mereka yang dipaksa bekerja dengan cara ini.
"Sejauh yang kami ketahui, tidak ada catatan sejarah tentang 'sayap' kamp konsentrasi tempat wanita Yahudi dipaksa menjadi budak seks," kata juru bicara Museum Negara Auschwitz-Birkenau.
"Saya bukan ahli sejarah musik punk meskipun rumah bordil dan perbudakan seksual di kamp-kamp itu memang ada, sebagian besar wanita yang dipaksa bekerja adalah tahanan Jerman yang tidak cocok secara sosial yang dipenjara di Auschwitz karena prostitusi," jelasnya.
(ami/ami)
Fashion
Anti Gerah dan Bau! 3 Jaket Sport ini Bisa Jadi Pilihan untuk Temani Aktivitasmu
Hobbies & Activities
Penggemar Gitar Akustik Perlu Coba! Donner DAG-1CE Bisa Jadi Gitar Andalanmu
Health & Beauty
Dilema Pilih Sunscreen untuk Kulit Sensitif? 2 Sunscreen Ini Bisa Jadi Pilihanmu
Hobbies & Activities
iReborn Treadmill Elektrik Paris: Biar Olahraga Jadi Lebih Praktis, Nyaman, dan Konsisten
Saat Peron Subway New York City Jadi Catwalk Busana Mewah Chanel
Michael Kors Bawa Liburan ala New York ke Jakarta dengan Bola Salju 6 Meter
Perusahaan Pakaian Dikritik Usai Tag Laundry Dianggap Seksis, Ini Faktanya
Sentuhan Modern dan Mewah Grano Leather di Koleksi Musim Dingin Pedro
Kain Antik 100 Tahun Jadi Primadona di Koleksi 4 Dekade Adrian Gan Berkarya
Kaleidoskop 2025
7 Skincare Korea Terbaik di 2025 Menurut Dermatolog
Potret Pernikahan Selebgram Amanda Zahra yang Trending, Jadi Pengantin Sunda
Adu Gaya Artis Wanita di Asia Artist Awards 2025, IU Borong Enam Piala
APT Sukses Besar, Rose BLACKPINK Raih Gelar 'Global Hitmaker of the Year'













































