Dengan senyum yang menghiasi wajahnya, desainer Stuart Vevers keluar sejenak dari belakang panggung untuk menyapa para tamu yang menyaksikan peragaan Coach di New York Fashion Week, Senin (10/2/2025). Sebuah tradisi yang sudah dilakukannya sejak 2013 sebagai direktur kreatif jenama kulit asal Amerika Serikat itu.
Dalam hitungan tahun mode, pencapaian Vevers, yakni bisa bertahan (atau dipertahankan) lama di pucuk kepemimpinan tim desain sebuah jenama atau rumah mode terbilang langka. Terutama pada masa kini ketika industri ini sedang bergejolak.
Pekan lalu, Gucci resmi melepaskan Sabato De Sarno yang baru dua tahun melakoni jabatannya. Koleksi rancangan De Sarno tidak begitu mendatangkan cuan bagi Kering, perusahaan induk rumah mode Italia itu, sampai-sampai ia harus segera angkat kaki sebelum merampungkan koleksi Fall-Winter 2025 yang dijadwalkan naik pentas pada hari pertama Milan Fashion Week akhir bulan ini.
De Sarno tidak sendiri. Kim Jones juga akhirnya harus hengkang dari Dior Men (santer terdengar pula LVMH, pemilik Dior, akan melepaskan perancang busana wanitanya, Maria Grazia Chiuri). Lebih tragis Peter Hawkings yang belum setahun bekerja sebagai direktur kreatif Tom Ford.
Dinamika tersebut merupakan dampak dari konsumsi produk luxury brand yang dilaporkan sedang melesu, terutama di pasar besarnya seperti China.
Di tengah situasi tersebut, Coach yang dimiliki oleh Tapestry justru menunjukkan performa yang positif dari segi bisnis. Menurut data Lyst, Coach mengalami kenaikan permintaan dari tahun ke tahun (YoY) sebesar 332 persen.
Jenama yang berdiri sejak 1941 itu kini masuk dalam lima besar daftar 'hottest brand' bersama Miu Miu, Saint Laurent, Prada, dan Loewe. Semuanya tentu mustahil terwujud tanpa visi kreatif Vevers.
Lantas, bagaimana kiat Vevers sehingga dapat membawa Coach pada titik tersebut sekaligus mempertahankan pekerjaannya?
Jawabannya mungkin bisa didapat dari presentasi koleksi 45 set busana teranyar Coach untuk musim gugur 2025 ini.
"Anda harus berbicara dengan generasi muda," ujar pria 51 tahun asal Inggris itu kepada The Guardian setelah peragaan yang digelar di Park Avenue Armory, New York City, AS itu.
Ia kemudian mempertegas maksudnya, yakni mendengar lebih intens untuk memahami keinginan mereka, para generasi Z. "Hal yang kerap saya dengar adalah tentang ekspresi diri. Anak-anak muda ingin menjadi apa yang mereka mau dan menggunakan fashion untuk memberi rasa percaya diri," jelasnya.
Dalam keterangan tertulis, Vevers menyebut koleksi ini kembali menunjukkan komitmen Coach untuk menseriusi teknik daur ulang yang disebutnya "re-loving". Isu keberlanjutan memang mendapat perhatian lebih dari anak-anak muda sekarang dengan kian akrabnya seruan mengadopsi gaya hidup 'slow living'.
Konsep tersebut sebenarnya bersinggungan dengan sejarah Coach sendiri. Pada 1940-an, kedua pendiri Coach Lillian dan Miles Cahn terinspirasi oleh kualitas sarung tangan baseball yang semakin membaik seiring pemakaian. Mereka kemudian mengembangkan proses baru untuk tanning kulit sehingga bahan lebih lentur dan tidak mudah retak meski dipakai berulang kali.
Seluruh koleksi jeans yang muncul di catwalk ini pun terbuat dari bahan denim bekas. Di jajaran aksesori, tas-tas yang muncul merupakan bagian dari program daur ulang lain yang dinamakan Loved Leather. Dari kondisi kulit, terlihat jelas bekas-bekas pemakaian seperti tepi yang melengkung, lalu kunci putar berbahan kuningan menunjukkan kilap keausan. Estetika tersebut justru memperkuat kesan vintage di tas Twin Pocket Bag, seri terbaru yang inspirasinya bersumber dari koleksi arsip Coach pada tahun 1968.
Coach juga terkoneksi dengan anak muda lewat isu lingkungan dengan meluncurkan Coachtopia pada 2023. Lini tersebut memegang prinsip sirkularitas dengan memanfaatkan limbah dan kulit daur ulang dalam desain yang mempertimbangkan dampak lingkungan di akhir masa pakai. Tas Coachtopia dirancang dengan konsep "monomaterial," yaitu menggunakan satu jenis bahan untuk keseluruhan desain jika memungkinkan, serta dilengkapi pegangan dan aksesori yang dapat dilepas supaya mudah untuk bongkar-pasang sesuai gaya yang diinginkan.
Hanya saja, Coach dan Vevers harus menghadapi fakta bahwa mereka tak melulu dapat memuaskan semua pihak. Sekali lagi, aktivis PETA, menginterupsi fashion show Coach yang turut menyertakan perempuan Indonesia Shahnaz Indiri dalam jajaran modelnya. Pria tersebut diseret keluar oleh petugas keamanan sembari berseru: "Coach, stop killing animals!"
Simak Video "Video: Asal-usul Barrel Jeans Si Celana Gentong yang Lagi Tren"
(dtg/dtg)