Kategori Berita
Daerah
Layanan
Detik Network

Mengenal Batik Ramah Lingkungan yang Tak Membuang-buang Kain dan Pewarna

Gresnia Arela Febriani - wolipop
Sabtu, 05 Agu 2023 13:00 WIB

Anda menyukai artikel ini

Artikel disimpan

Ilustrasi kain batik
Ilustrasi batik. Foto: Getty Images/iStockphoto/apartura.
Jakarta -

Rasa peduli terhadap lingkungan semakin meningkat di dalam berbagai sektor industri. Salah satunya adalah industri tekstil, khususnya batik yang bisa mempengaruhi lingkungan.

Pengrajin batik umumnya belum mengacu pada konsep batik ramah lingkungan. Para pengrajin diharapkan tak hanya memikirkan pola dan desain yang bagus tetapi juga mengadopsi praktik produksi batik yang berkelanjutan dan tidak merusak lingkungan.

Batik tidak hanya sekadar kain bergambar seperti desain industri tekstil. Namun, batik adalah sebuah proses pewarnaan melalui tahapan penutupan kain menggunakan lilin panas dan fiksasai (penguncian warna) sehingga menghasilkan motif ciri khas wilayah sebagai sebuah karya seni.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dr. Komarudin Ludiya S.IP., M.Ds sebagai Ketua Dewan Pakar Yayasan Batik Indonesia (YBI), menjelaskan konsep dan proses batik ramah lingkungan. Kini Komarudin sudah membuat buku yang berjudul Mengenal Industri Batik Ramah Lingkungan.Dr. Komarudin Ludiya S.IP., M.Ds sebagai Ketua Dewan Pakar Yayasan Batik Indonesia (YBI), menjelaskan konsep dan proses batik ramah lingkungan. Kini Komarudin sudah membuat buku yang berjudul Mengenal Industri Batik Ramah Lingkungan. Foto: Dok. Gresnia/Wolipop.

Dr. Komarudin Ludiya S.IP., M.Ds sebagai Ketua Dewan Pakar Yayasan Batik Indonesia (YBI), sekaligus penggagas batik ramah lingkungan menuturkan pemerintah sudah membuat program industri hijau dan ramah lingkungan. Pengrajin batik diharapkan tahu cara mengelola limbah batik.

ADVERTISEMENT

Menurut Komarudin permasalahan lingkungan dalam pembuatan batik antara lain dipicu oleh bahan baku dan proses pewarnaan. Selain itu dalam pemotongan bahan-bahan baku, sisa-sisa bahan terbuang percuma dan menjadi sampah.

"Ada beberapa proses dari awal dan akhir produksi harus memikirkan dampaknya ke lingkungan dan sosial. Ketika para pengrajin batik mengguna pewarna kimia sebaiknya harus sesuai takaran. Dalam industri batik penghamburan material kain bisa menimbulkan batik yang tidak ramah terhadap lingkungan," kata Komarudin Ludiya ketika ditemui Wolipop dalam acara talkshow Gelar Batik Nusantara 2023 di Senayan Park.

Dr. Komarudin Ludiya S.IP., M.Ds sebagai Ketua Dewan Pakar Yayasan Batik Indonesia (YBI), menjelaskan konsep dan proses batik ramah lingkungan. Kini Komarudin sudah membuat buku yang berjudul Mengenal Industri Batik Ramah Lingkungan.Dr. Komarudin Ludiya S.IP., M.Ds sebagai Ketua Dewan Pakar Yayasan Batik Indonesia (YBI), menjelaskan konsep dan proses batik ramah lingkungan. Kini Komarudin sudah membuat buku yang berjudul Mengenal Industri Batik Ramah Lingkungan. Foto: Dok. Gresnia/Wolipop.

Komarudin Ludiya menjelaskan pengrajin biasanya tidak menghitung kebutuhan jumlah pemakaian zat pewarna secara tepat dan tidak terukur. Akibatnya, sisa pewarna dan kimia tidak terpakai dan menjadi kedaluwarsa atau rusak (teroksidasi). Hal tersebut tentu saja bisa mencemarkan lingkungan.

Komarudin menuturkan sebagian besar komunitas batik di daerah masih menggunakan pewarna sintetis. Konsep batik ramah lingkungan tak melulu tentang menggunakan pewarna alami, hanya saja pengarjin bisa mengukur dengan tepat agar tak terbuang.

"Bagaimana pelaku batik ini harus mengenal tahap-tahap pemanfaatan material tidak boleh berlebih dan cara menyimpan. Menyimpan kain dan menyimpan bahan pewarnaan. Tidak mutlak menggunaan pewarna alami. Warna bisa dari akar, daun dan masih banyak lagi. Pada umumnya pewarna kimia lainnya dipakai," ungkap penulis buku berjudul Mengenal Industri Batik Ramah Lingkungan itu.

Komarudin mengatakan produksi batik ramah lingkungan dari para pelaku industri bisa menerapkan prinsip eco efficiency dengan tiga aspek, yaitu good house keeping, environment oriented cost management, dan chemical management. Berikut penjelasannya:

1. Good house keeping

Komar menuturkan tata kelola yang baik berkaitan dengan sejumlah langkah praktis berdasarkan pertimbangan untuk meningkatkan kinerja operasional. Meliputi rasionalisasi pemakaian bahan baku, air dan energi sehingga mengurangi kerugian.

Mengurangi volume atau toksisitas limbah, limbah air dan emosi yang berkaitan dengan produksi. Menggunakan limbah atau mendaur ulang bahan secara maksimal. Memperbaiki kondisi dan keselamatan kerja.

2. Environment Oriented Cost Management


Ketika menaruh produk harus seperti ban berjalan. Komarudin menemukan salah satu pengrajin di Jambi mewarnai dasar di bawah lantai menggunakan indigosol. Banyak hal sederhana menyebabkan cost management menjadi besar.

"Manajemen biaya beriorientasi lingkungan bertujuan untuk memberikan informasi dalam pengambilan keputusan untuk perbaikan kinerja lingkungan, ekonomi dan organisasi," imbuhnya.

3. Chemical Management

Pengelolaan bahan kimia merupakan upaya perbaikan agar dapat menghemat biaya, mengurangi dampak lingkungan, meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja dan meningkatkan daya saing.

"Ditumpuk lembab di gudang dan bocor akan menjadi degradasi kualitas. Karena jangan sampai menjadi barang terbuang. Sumber daya manusia (SDM) merupakan bagian paling penting untuk memproduksi batik ramah lingkungan," saut Komar.

Batik ramah lingkungan mengadopsi konsep produksi yang bersih. Kesuksesan penerapan eco efisiensi di suatu Industri Kecil Menengah (IKM) ditentukan juga oleh komponen non teknis, yaitu: pengambilan keputusan, motivasi, komitmen, kebiasaan, hubungan pemilik usaha dan karyawan.

Komarudin kemudian menunjukkan cara kerja alat yang bisa bekerja untuk menghasilkan batik yang ramah lingkungan melalui proses penyaringan.

"Dengan ukuran ruangan 2x2 meter dan instalasi tidak lebih dari Rp 30 juta. Bisa menghasilkan air yang bisa digunakan kembali. Kalau di lingkungan ada air menggenang dan bau mikroba bisa mati. Alat ini bisa memproduksi oksigen sehingga oksigen tinggi dan prosesnya mudah," tutur Komarudin.

Komarudin juga tak memungkiri kerap menghadapi berbagai masalah dan tantangan dalam menjalankan konsep batik ramah lingkungan.

"Sosialisasi bahwa mudah untuk melakukan selama tahu menimbang warna, memotong kain, menaruh barang, pewarnaan harus jelas, tanggal membelinya kapan. Ketika sudah expired jadi sudah tahu," ucapnya.

"Perlu adanya koordinasi antarpihak terkait yang terlibat dalam pengembangan industri batik. Pendekatan regulasi, bantuan atau fasilitasi pemerintah, program kemitraan indutsri dan sosialisai program batik ramah lingkungan serta program pendampingan. Mari kita tumbuhkan semangat untuk melaksanakan program batik ramah lingkungan untuk kelangsungan kehidupan yang lebih baik," pungkas Komarudin.

(gaf/eny)


Anda menyukai artikel ini

Artikel disimpan

Artikel Fokus Selanjutnya
Artikel Terkait
Wolipop Signature
Detiknetwork
Hide Ads