Kategori Berita
Daerah
Layanan
Detik Network

Liputan Khusus Kemiripan di Dunia Mode

Hak Cipta Sulit Didaftarkan, Ini yang Bisa Dilakukan Desainer Cegah Plagiat

wolipop
Jumat, 14 Nov 2014 16:53 WIB

Anda menyukai artikel ini

Artikel disimpan

Foto: Mohammad Abduh/Wolipop
Jakarta -

Industri kreatif rentan dengan isu plagiat yang kerap menyerang para pelaku di dalamnya. Di dunia mode khususnya, kemiripan rancangan antara desainer yang satu dengan desainer lainnya kerap terjadi. Tak jarang kemiripan tersebut memunculkan dugaan plagiarisme yang tentunya bisa merugikan sang pemilik ide aslinya.

Kerugian yang dialami akibat penjiplakan desain bisa berupa materiil maupun non-materiil. Misalnya saja angka penjualan menurun karena ternyata hasil rancangan yang persis seperti milik desainer dijual jauh lebih murah sehingga mengurangi penghasilan. Sementara kerugian non-materiil lebih kepada harga diri sang desainer, yang merasa hasil karya yang telah diciptakannya dengan susah payah tidak dihargai karena dijiplak begitu saja.

Seorang desainer mode bisa saja melakukan langkah untuk mencegah karyanya ditiru orang lain, atau mengambil tindakan untuk membuat jera pelakunya jika plagiarisme terlanjur terjadi. Pengacara yang juga penggiat Hak Kekayaan Intelektual Ari Juliano Gema menjelaskan ada beberapa cara yang bisa dilakukan para desainer untuk melindungi karya-karyanya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Desainer bisa melaporkan hasil rancangannya telah dijiplak tanpa harus mendaftarkan terlebih dahulu ke Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual (Dirjen HKI), jika itu bersifat hak cipta. Hak cipta sendiri merupakan berbagai jenis karya seni atau karya cipta atau ciptaan. Bisa berupa puisi, drama, film, komposisi musik, rekaman suara, lukisan, gambar, patung atau foto.

"Hak cipta tidak perlu didaftarkan. Termasuk di dalamnya seni gambar lukis, corak, motif. Sejauh dia bisa membuktikan kalau itu karyanya sendiri yang bisa dilihat dari tanggal pembuatan dan publikasi. Kalau belum pernah dipublikasikan asal ada orang lain yang melihat dia menciptakan entah itu teman, karyawan atau asistennya maka bisa saja diajukan gugatan," jelas Ari saat berbincang dengan Wolipop melalui telepon, Kamis (14/11/2014).
 
Sementara karya yang sifatnya desain industri, penjiplakan baru bisa dituntut apabila telah didaftarkan. Yang termasuk dalam desain industri adalah karya atau rancangan dengan bentuk khusus seperti bentuk sepatu, pakaian atau tas. Untuk mendapatkan perlindungan HKI atas karyanya maka harus didaftarkan terlebih dahulu.

"Kalau bicara soal bentuk desain atau fashion maka bisa mendaftarkan sebagai desain industri. Kalau desainer sudah mendapat sertifikat desain industri maka baru terlindungi, orang lain tidak boleh jiplak atau tiru. Beda dengan hak cipta tidak perlu didaftarkan," tutur pria yang sering mengisi seminar soal hak kekayaan intelektual ini.

Desainer atau pelaku industri kreatif yang tetap ingin melindungi hak ciptanya bisa mengajukan pencatatan ke Dirjen HKI. Namun bentuknya bukan perlindungan melainkan penekanan kepemilikan karya cipta. Dijelaskan Ari lagi, hak cipta tidak perlu didaftarkan tapi hanya bisa dicatatkan. Gunanya untuk memperkuat kepemilikannya terhadap karya cipta tersebut.

"Yang saya tahu yang bisa dicatatkan hak ciptanya adalah motif dan gambar, atau ukiran tertentu yang ditampilkan dalam bentuk gambar. Boneka, gambar superhero juga bisa (dicatatkan)," ucapnya.

Prosedur untuk mencatatkan hasil karya perlu beberapa tahapan. Pihak yang mengajukan harus melampirkan hasil karyanya, bisa berupa desain motif ataupun bentuk sketsa. Lalu isi formulir pencatatan serta membayar biaya administrasi. Ari mengatakan, biaya pencatatan hak cipta umumnya tidak lebih dari Rp 1 juta.

"Nanti tinggal tunggu prosesnya sembilan bulan akan keluar. Kalau terbukti karya Anda orisinil Dirjen HKI akan mengeluarkan Surat Pencatatan Ciptaan. Bila terjadi sengketa, misalnya ada pihak lain yang komplain hak cipta kita bisa tunjukkan itu sebagai bukti awal kalau tidak pernah tiru hal itu," terang pimpinan proyek bidang hukum untuk Karya Cipta Bersama (Creative Commons) Indonesia itu.

(hst/fer)

Anda menyukai artikel ini

Artikel disimpan

Artikel Fokus Selanjutnya
Artikel Terkait
Detiknetwork
Hide Ads