Di hari ulang tahunnya yang ke-24 pada Senin (1/12/2025), Putri Aiko justru menjadi pusat perhatian. Bukan hanya karena perayaannya, tetapi karena gelombang dukungan publik yang menuntut perubahan besar dalam sistem monarki Jepang. Para pendukung sang putri turun ke jalan, mendesak pemerintah membuka peluang bagi Putri Jepang untuk naik takhta, yang selama ini dilarang selama lebih dari satu abad.
Tuntutan ini muncul seiring meningkatnya popularitas Putri Aiko, satu-satunya anak Kaisar Naruhito. Seperti dilaporkan Associated Press, para pendukung menilai saatnya Jepang meninjau ulang undang-undang suksesi yang membatasi takhta hanya untuk laki-laki. Aturan tersebut pertama kali diberlakukan pada 1889 dalam Konstitusi pra-perang, dan diperkuat kembali melalui Undang-Undang Rumah Kekaisaran 1947 yang bukan hanya melarang wanita menjadi penguasa, tetapi juga mencabut status kerajaan perempuan yang menikah dengan warga non-kerajaan.
Sejarah mencatat, kaisar wanita terakhir Jepang adalah Kaisar Gosakuramachi yang memerintah dari 1762 hingga 1770, lebih dari 250 tahun yang lalu.
Para pendukung perubahan menekankan bahwa Jepang semakin kekurangan penerus laki-laki. Saat ini, satu-satunya pewaris muda yang memenuhi syarat adalah Pangeran Hisahito, keponakan Kaisar Naruhito. Dua pewaris sah lainnya adalah Pangeran Mahkota Akishino yang berusia 60 tahun (ayah Hisahito), serta Pangeran Hitachi, adik Kaisar Emeritus Akihito yang kini sudah berusia 90 tahun. Minimnya calon penerus inilah yang membuat para pendukung khawatir monarki Jepang bisa punah jika aturan tidak diubah.
Popularitas Putri Aiko meningkat sejak ia menjalankan tugas resmi sebagai anggota keluarga kekaisaran dewasa pada 2021. Dukungan semakin kuat setelah kunjungan solonya ke Laos bulan lalu, di mana ia mewakili sang ayah. Selama enam hari, Aiko bertemu para pejabat tinggi dan masyarakat lokal, meninggalkan kesan positif. Respons hangat juga terlihat ketika ia berkunjung ke Nagasaki pada September bersama kedua orang tuanya.
Salah satu pendukung vokal perubahan, Ikuko Yamazaki, menilai bahwa perubahan aturan suksesi akan membawa dampak sosial yang jauh lebih luas.
"Sistem suksesi mencerminkan cara pandang masyarakat Jepang terhadap isu gender. Saya berharap dengan hadirnya seorang ratu, status perempuan di Jepang dapat meningkat secara signifikan," ujarnya, seperti dikutip AP News.
Dorongan perubahan juga datang dari berbagai pihak, termasuk kartunis Yoshinori Kobayashi yang menerbitkan komik-komik bertema reformasi monarki, bahkan telah beredar di kalangan politisi.
Sebenarnya, upaya membuka jalan bagi wanita untuk naik takhta pernah diusulkan pada 2005. Namun rencana itu dibatalkan setelah kelahiran Pangeran Hisahito yang memberi monarki pewaris laki-laki baru.
Simak Video "Video: Sosok Pangeran Hisahito, Ahli Waris Takhta ke-2 Kekaisaran Jepang"
(kik/kik)