Kategori Berita
Daerah
Layanan
Detik Network

Demam Blind Box

Hobi atau Ketergantungan? Ini Ciri-Ciri dan Solusi Kecanduan Blind Box

Gresnia Arela Febriani - wolipop
Minggu, 29 Jun 2025 19:00 WIB

Anda menyukai artikel ini

Artikel disimpan

Koleksi pribadi blind box milik Sonia Permata.
Koleksi blind box. Foto: Dok. pribadi Sonia Permata.
Jakarta -

Tren mengoleksi blind box atau kotak kejutan semakin marak, terutama di kalangan anak muda. Meski terlihat menyenangkan, perilaku ini bisa berkembang menjadi kecanduan jika dilakukan secara impulsif dan tidak terkontrol.

Psikolog Klinis Dewasa, Alfath Hanifah Megawati, M.Psi., menjelaskan bahwa penting bagi seseorang untuk menyadari kapan aktivitas ini mulai berdampak negatif terhadap kesehatan mental dan keseharian.

Alfath atau yang akrab disapa Ega menyebutkan ciri-ciri mengenali seseorang sudah mulai kecanduan blind box. Ia mengungkapkan seseorang akan mulai terobsesi terhadap blind box.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Sudah mulai terobsesi dipikirannya berulang kali untuk mulai membeli blind box. Sudah mulai ada kompulsivitas, misalnya perilaku repetitif (dilakukan berulang-ulang) yang tidak wajar," ungkap Ega saat diwawancara oleh Wolipop lewat pesan suara.

Kebiasaan membeli blind box yang awalnya tampak sebagai hobi menyenangkan, bisa berkembang menjadi obsesi yang mengganggu jika dilakukan secara berlebihan. Ega menyebutkan bahwa tanda awal seseorang mulai kecanduan blind box adalah ketika muncul pikiran berulang untuk membeli dan perilaku kompulsif yang dilakukan tanpa kontrol, bahkan hingga mengorbankan kewajiban dan kondisi finansial.

ADVERTISEMENT

"Mungkin untuk beberapa orang membeli blind box seminggu atau sebulan sekali. Tapi dia bisa setiap hari bahkan jika ada faktor yang membuat dia tidak mumpuni, seperti faktor ekonomi atau faktor waktu. Yang harusnya dia melakukan kewajibannya, tapi dia tidak melakukannya untuk pergi membeli blind box," ujar Ega.

Ia menjelaskan biasanya orang yang sudah kecanduan ketika diberi tahu bahwa itu merupakan sesuatu yang tidak baik untuk dia, dia akan marah. Dalam konteks, orang di sekitarnya sudah mulai memperingatkan. Namun, ia sendiri tidak menunjukkan bahwa itu bukan sesuatu yang berlebihan.

Selanjutnya ciri-ciri perilaku sudah di luar batas adalah respon fisiologis, yaitu reaksi tubuh yang terukur dan terintegrasi terhadap berbagai rangsangan, baik internal maupun eksternal.

"Dimana kita menjadi tidak tenang, berkeringat dan tubuh kita tidak nyaman ketika kita tidak dapat memiliki blind box tersebut," sambungnya.

Psikolog yang praktik di Klinik Brawijaya Kemang, Jakarta ini menjelaskan secara penelitian, umumnya orang yang rentan terkena demam blind box adalah anak-anak hingga remaja.

"Di usia sekolah sampai 18-19 tahun. Karena kalau kita melihat dari struktur otak depan di usia tersebut masih berkembang untuk analitical thinking. Tapi tidak menutup kemungkinan ada orang dewasa yang kecanduan blind box," jelasnya.

Cara Mengatasi Kecanduan Beli Blind Box

Ega menuturkan pada kasus kecanduan blind box bisa menerapkan metode CBT, atau Cognitive Behavioral Therapy (Terapi Perilaku Kognitif). Metode tersebut adalah jenis terapi bicara yang berfokus pada hubungan antara pikiran, perasaan, dan perilaku seseorang.

"Maka kita harus melatih kesadaran kita sala satunya dengan list tujuan yang memang mau kamu capai ketika kamu membeli blind box. Apakah tujuan tersebut hanya bisa dicapai dengan membeli blind box. Apa saja risiko yang mungkin terjadi jika aku membeli blind box lebih dari satu kali. Dan apa saja benefit dari yang aku dapatkan ketika aku tidak membelinya," ujar Ega.

Menurutnya jika sudah masuk ke tahap kecanduan tidak mudah tidak hanya bisa mengelola kesadaran diri sendiri. Mereka yang kecanduan membeli blind box perlu adanya support system untuk sebagai pengingat bahwa perilaku tersebut tidak harus kamu lakukan.

"Kalau intensitasnya sudah tinggi? Sudah kebingungan untuk mengendalikannya sendiri dan meminta bantuan tapi ternyata masih kerap terjadi, perilaku konklusifnya maka teman-teman sudah harus mulai konsultasi dengan pihak ahli seperti psikolog dan psikiater," tutup Ega.

(gaf/eny)

Anda menyukai artikel ini

Artikel disimpan

Artikel Fokus Selanjutnya
Artikel Terkait
Wolipop Signature
Detiknetwork
Hide Ads