Kategori Berita
Daerah
Layanan
Detik Network

Viral Guru Otoriter karena Dikritik Ortu, Bagaimana Guru Seharusnya Bersikap?

Gresnia Arela Febriani - wolipop
Minggu, 08 Agu 2021 15:30 WIB

Anda menyukai artikel ini

Artikel disimpan

Young woman wearing headphones learning using digital tablet and teleconferencing apps in living room at home
Ilustrasi guru memberikan materi pembelajaran jarak jauh. Foto: Grandyos Zafna
Jakarta -

Curhatan orangtua murid tentang guru yang otoriter ini viral di media sosial. Dia dikeluarkan guru anaknya dari grup WhatsApp sekolah setelah memberikan masukan mengenai sistem pembelajaran jarak jauh.

"GILLLAAAA...!!! Gaya otoriter sudah masuk sampe ke ranah sekolah. Pagi ini bini gw sedikit kasih masukan ke Guru anak gw yang pertama, soal pemberian tugas harian mulai dari LKS yang bisa sampai 5 lembar belum ditambah tugas dari buku paket, dan adiknya pun sama seperti itu," tulis akun Twitter @nung_306.

Ia mengatakan sebagai orangtua, dirinya dan istrinya tidak mempunyai kemampuan dasar mengajar. Dan dia sendiri juga harus bekerja demi memenuhi kebutuhan sehari-hari.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dwi Sulistiana guru mata pelajaran PJOK (pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan) di SDN BARU 02 PAGI, Jakarta.Dwi Sulistiana bersama anak muridnya (sebelum pandemi Corona). Foto: Dok. pribadi Dwi Sulistiana.

"Dapa dipastikan kami gak selalu bisa mendampingi putra-putri kami untuk menjawab tugas-tugasnya. Sementara sang guru hanya melempar tugas-tugas via WAG tanpa ada penjelasan materinya," jelas Anung.

Anung dan istri pun merasa kewalahan dengan berbagai tugas yang diberikan oleh guru anaknya tersebut. Namun ketika istrinya memberi masukkan kepada guru, dia malah dikeluarkan dari grup WhatsApp kelas.

ADVERTISEMENT

"Dan pagi ini bini gw udah merasa kewalahan dengan tugas-tugas yang diberikan hingga beberapa halaman sekaligus, dan saat memberikan masukan ke sang guru, endingnya bini gw malah di kick dari group tersebut. Ini sikap guru yang sangat otoriter dan tidak terbuka dengan masukan dari orang tua murid," tuturnya.

"Gw mau bertanya pd Dinas Pendidikan Kabupaten Bogor, apa sikap ini bisa dibenarkan? Saat kita dikeluarkan dari WAG kelas, otomatis anak gw gak bisa lagi mengikuti pelajaran apapun & putus semua informasi dari sekolahnya, apakah artinya anak gw dengan ini juga otomatis dikeluarkan dari sekolah?" tanya Anung.

Ia pun menegaskan menentang aksi guru tersebut yang memutuskan komunikasi secara sepihak. Anung berharap pihak Dinas Pendidikan bisa memerhatikan aksi guru sewenang-senang tersebut.

Dwi Sulistiana guru mata pelajaran PJOK (pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan) di SDN BARU 02 PAGI, Jakarta.Dwi Sulistiana guru mata pelajaran PJOK (pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan) di SDN BARU 02 PAGI, Jakarta. Foto: Dok. pribadi Dwi Sulistiana.

Bagaimana seharusnya guru bersikap saat mendapat kritikan dari orangtua murid? Benarkah guru dikejar kurikulum? KLIK HALAMAN SELANJUTNYA untuk mengetahui penjelasan para guru soal sistem pembelajaran jarak jauh di masa pandemi.

Sikap Guru Saat Mendapat Kritikan dari Orangtua Murid

Sistem pembelajaran jauh jauh (PJJ) yang diterapkan pada masa pandemi Corona ini memang membutuhkan kerjasama antara guru dan orangtua murid. Karena kini murid belajar di rumah, guru pun hanya bisa membimbing dari jauh alias secara daring.

Menurut Nunik Rahmania, pemerhati pendidikan yang juga guru di SD Islam Lazuardi pada dasarnya pemerintah menyarankan pada pihak sekolah untuk merancang bentuk atau model pembelajaran yang lebih dinamis atau fleksibel di masa pandemi ini. Salah satu cara yang bisa diterapkan guru di masa pandemi ini adalah dengan menerapkan pendekatan ala Ki Hajar Dewantara yaitu mengamati, meniru dan menambahkan.

Pihak sekolah dan guru juga perlu melakukan pendekatan emosional kepada siswa. Perhatikan bagaimana kemampuan, pemahaman dan perbedaan latar belakang yang dimiliki setiap siswa. Karena pada dasarnya sekolah bukan semata-mata hanya pemenuhan materi atau penilaian.

Dwi Sulistiana guru mata pelajaran PJOK (pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan) di SDN BARU 02 PAGI, Jakarta.Dwi Sulistiana guru mata pelajaran PJOK (pendidikan jasmani olahraga dan kesehatan) di SDN BARU 02 PAGI, Jakarta. Foto: Dok. pribadi Dwi Sulistiana.

Sehingga ketika orangtua murid memberikan masukan kepada guru mengenai sistem belajar daring ataupun terkait aktivitas murid, guru sebaiknya jangan bersikap otoriter. Menurut Nunik, masukan atau saran yang diberikan orangtua murid itu menunjukkan hal yang positif. Bahwa orangtua murid turut memberi perhatian dan keterlibatan dalam mendukung proses belajar mengajar sesuai kemampuannya.

"Sebagai guru ada baiknya bila kita menyimak, mendengarkan, dan tidak melibatkan emosi. Cermati kebenaran informasi atau keterangan yang disampaikan. Kemudian berusaha berempati atas hal tersebut sambil berusaha fokus pada sisi positif dan solusi. Sehingga guru tidak merasa seperti diserang secara pribadi sehingga mampu bersinergi atas saran bobot dan bentuk model penugasan yang diajarkan atau diberikan," jelas Nunik yang sebelumnya juga pernah menjadi pengajar di SMP Islam Lazuardi, Cinere dan sudah menjadi guru selama 16 tahun itu.

Hal serupa juga disampaikan oleh Dwi Sulistiana, guru PJOK di salah satu SD Negeri di Jakarta Timur. Dwi menganggap curhatan orangtua murid soal guru otoriter itu adalah sebuah hal yang wajar karena guru tersebut memberikan tugas tanpa memberikan materi terlebih dahulu.

"Saya sendiri sebagai guru PJOK (Pendidikan Jasmani Olahraga dan Kesehatan), sebelum memberi tugas pasti memberikan materi terlebih dahulu, karena di mata pelajaran saya kebanyakan gerak jadi saya membuat media pembelajaran seperti video yang di upload di Youtube," ujarnya.

Dwi menambahkan pada dasarnya Zoom atau Google Meet dengan murid merupakan cara yang paling tepat untuk memberikan materi kepada murid. Namun terkadang ada beberapa murid yang tidak bisa mengikuti pelajaran melalui Zoom atau Google Meet dengan alasan sinyal atau kuota.

"Makanya kita mempunyai ide untuk membuat media belajar yang bisa dilihat berulang-ulang buat para peserta didik, jadi yang tidak mengikuti Gmeet/Zoom bisa melihatnya di Youtube," jelas Dwi.

Menurut Dwi alasan guru otoriter yang viral tersebut dengan menyebutkan mengejar kurikulum dari pemerintah sehingga memberikan banyak tugas ke murid sebenarnya tidak bisa menjadi pembenaran sang guru. Karena Dwi menjelaskan setiap sekolah sudah memiliki target pembelajaran yang ingin dicapai dan menyusun program untuk mencapat target tersebut.

"Ada yg namanya PROMES (program semester) dan PROTA (program tahunan), ini untuk menyusun apa saja materi dan berapa jam pelajaran yg akan diberikan. Jadi kalau dibilang dikejar ya nggak juga karena guru itu sebenernya sudah menyusun di setiap minggunya materi apa saja yang akan diberikan dalam PROMES dan PROTA itu tadi," tutur pria yang sudah menjadi guru SD sejak 2016 itu.

(eny/eny)

Anda menyukai artikel ini

Artikel disimpan

Artikel Fokus Selanjutnya
Artikel Terkait
Wolipop Signature
Detiknetwork
Hide Ads